Potensi Kritis Suara Jokowi, Jangan Terlena Hasil Survey. Hal yang cukup penting, agar semua bersiap bukan malah berdiam diri.
Koalisi 02 sejatinya tahu dan paham sudah habis. Hanya demi menyemangati diri dan gerbongnya agar tidak lari mereka berjuang dengan sekuat tenaga, sayang hanya berkisar pada kejelekan pihak lain. intensitas ke dalam sangat lemah, sekalinya pun tidak memiliki argumen cukup kuat.
Soal survey internal mereka yang menjadi rujukan, meskipun data dan fakta susah menerima hasil survey atau hanya sekadar polling. Karena internal yo biar saja jika memang mau dipakai sebagai kebenaran satu-satunya.
Pendukung keyakinan itu adalah survey Amerika Serikat selalu menjadi kompas utama mereka. Di mana Hillary Clinton yang selalu teratas dalam survey masih juga kalah oleh fakta kemenangan yang diraih Donald Trump. Boleh-boleh saja, tetapi perlu dilihat bagaimana perilaku pemilih USA, dan cara pemilihan yang berbeda, serta isu dan wacana yang dikembangkan.
Soal pemilihan di USA cukup berbeda. Kalau suara orang per orang toh Hillary menang kog. Trump memang menang dalam electoral vote. Ini berbeda dengan pemilu di Indonesia, sekaligus susah survey untuk melihat hasil electoral vote.
Isu yang digembar-gemborkan Trump sangat mengusik keberadaan warga USA, di mana itu tidak ada sama sekali di Indonesia. Mengembalikan kejayaan Indonesia yang mana, malah sekrang sedang jaya-jayanya. Beda dengan USA yang rakyatnya rasakan.
Perpolitikan Indonesia dan USA itu jauh berbeda. Di USA kepedulian soal politik sangat rendah, bayangkan di sini anak SD saja tahu Jokowi Ahok, anak belum sekolah pun sudah viral menyatakan dukungan untuk Jokowi. Jauh berbeda, gegap gempitanya sangat bertolak belakang.
Peraan kyai kampung dan sesepuh sangat kuat. Budaya dan kebiasaan USA mana ada model demikian. Ini jelas cukup berbeda. Dan peran mereka sangat sentral ketika  mereka berkata, habis perkara, bisa dalam komunitas pesantren, pendidikan, atau kawasan, kampung dan sebagainya.
Selalu diulang kedua adalah Jakarta. Di mana ini juga berbeda kasus cukup kuat. Bagaimana kandidat kali ini  jelas berbeda, tidak ada tudingan kasus hukum apalagi agama yang cukup kuat. Tidak heran memaksakan kasus atau fakta yang mau disangkut pautkan dengan presiden. Akan berbeda jika  cawapresnya bukan KHMA. Jelas gorengan PKI dna antiulama mendapatkan legitimasi lebih  lagi.
Kondisi Jakarta yang hendak dinasionalkan sudah habis karena reputasi Jakarta yang merupakan representasi 02 itu kegagalan dan kehancuran semata. Artinya nasionalisasi Jakarta termasuk surveynya adalah kegagalan dini.
Cukup sederhana membalik keadaan itu, mengapa tidak pernah menampilkan rujukan adalah kondisi dan survey Jawa Tengah. Jelas jauh lebih identik koalisi 01 vs 02, meskipun ada beberapa lukir posisi koalisi. Toh ini jauh lebih memberikan gambaran pilihan presiden mendatang.
Hal-hal tersebut memang sangat menguntungkan posisi Jokowi-KHMA, namun ingat jangan terlena, apalagi dengan hasil survey dari jauh lebih banyak lembaga kredibel. Pemilih, relawan, timses, jangan sampai malah melupakan hal yang prinsip.
Sebuah kisah inspiratif, banyak varian, namun saya hendak mengambil kisah anggur dan pesta rakyat. Usai panen, sebagai ungkapan syukur semua harap membawa satu botol anggur terbaik, dan dituangkan dalam drum di tengah lapangan kampung.
Semua bergembira dan menuang anggur masing-masing, sebelum ritual minum bareng akan ada banyak acara. Tiba acara minum bersama, dan apa yang terjadi?
Semua mendapatkan air biasa. Mengapa demikian? Ternyata dalam benak setiap orang berpikir satu botol di antara ribuan botol seluruh desa tidak akan kelihatan.Â
Nah ini harus menjadi perhatian penting bagi para pendukung Jokowi-KHMA agar tidak terlena dan mengatakan halah satu suara tidak penting. Maka banyak gerakan untuk melenakan pemilih ini, salah satunya secara tidak langsung adalah hasil survey yang dinyatakan dengan jauh lebih masif.
Ancaman, pembelian suara untuk tidak datang, isu akan ada kerusuhan di beberapa tempat cukup efektif. Beberapa waktu lampau ada kandang partai tertentu angka kehadiran pemilih sangat rendah, sehingga partai lain yang mendapatkan keuntungan.
Isu untuk golput dan meninabobokan dengan berbagai isu. Apalagi beberapa pendukung buta pada Jokowi, sedikit saja berbeda dengan yang dibayangkan ngambeg. Contoh memilih cawapres KHMA, banyak yang kemudian ngambeg, apalagi memang dikipasi kubu sebelah.
Memilih untuk seperti ini padahal pendukung menghendak itu, ngambeg dan mengancam golput. Ini jelas serius dimanfaatkan kubu sebelah yang sangat minim dukungan itu. Mereka hanya mau menggoda pemilih yang mudah goyah dan ngambeg ini untuk dikelabui dengan perilaku mereka.
Deligitimasi kepolisian. Ada sebuah bentuk provokasi di daerah oleh seorang anggota dewan, di mana polisi tidak netral dan TNI telah benar. Cukup berbahaya karena penjaga keamanan adalah polisi, jadi jika ada apa-apa polisi telah dicurigai tidak netral.
Berkali ulang tudingan polisi lambat merespos pelaporan kubu tertentu dan cepat jika pihak lain. Atau tudingan kriminalisasi atas penegakan hukum beberapa pelaku terduga tindak pelanggaran hukum. Padahal ketika lambat ngoceh, ketika cepat menuduh kriminalisasi.
Kepolisian itu ada untuk negara, namun tudingan polisi tidak netral dan mendukung narasi kriminalisasi artinya jelas siapa yang hendak disasar dengan gagasan itu. Ini sangat serius, jangan dinilai biasa saja.
Deligitimasi KPU. Penyelenggaranya kacau, tidak kompeten, dan tidak bis dipercaya, hasil kalau menang itu karena KPU-nya yang buruk. Pengulangan yang terus menerus.
Isu soal DPT dengan 25 juta penambahan suara. Toh itu menguap begitu saja, tidak ada tindak lanjut dan isu yang tidak mendasar. Jangan-jangan para pelakunya pun sudah lupa, padahal jejak digital ada semua.
Narasi adanya tujuh kontainer surat suara tercoblos untuk paslon nomor 01, diungkap meskipun dalam nada tanya oleh bagian koalisi 02, artinya jelas siapa dan ke mana arah narasi itu. dan itu juga menguap begitu saja, padahal ini sangat serius, jangan dianggap sepele sebenarnya.
Isu soal KTP untuk warga negara asing. Hal yang tidak cukup kuat, namun dampaknya bisa juga berbahaya sebenarnya. Ini juga menguap begitu saja.
Terbaru, soal truk pengangkut dengan huruf asing. Tudingan yang sama apakah akan ada jika itu huruf Arab? Toh yang dikatakan huruf Mandarin itu pun sejatinya kanji. Tidak ada lanjutan kekonyolan itu, namun jelas arahnya adalah soal KPU yang tidak kredibel.
Kampanye hitam. Mulai dari kampanye pelarangan adzan, penghilangan mata pelajaran agama, hingga penikahan sejenis jika Jokowi menang itu kelanjutan itu PKI dan antiagama tertentu semata. Aksi dari pintu ke pintu dan menyasar akar rumput ini  yang cukup perlu perhatian.
Narasi OTT Romi. Ini jelas hal sepele, namun jika tidak dibarengi dengan jawaban cukup bijak dan cerdik bisa berbahaya dan menjadi bumerang. Korupsi itu bukan soal politis, namun musuh bersama. Ini jelas lebih penting. Nyatanya di semua parpol, di kedua kubu juga banyak koreng korupsi kog, jangan sok-sokan bersih sendiri.
Para pendukung Jokowi-KHMA perlu menyadari agar tidak mudah baper, tidak mudah ngambeg, dan juga tidak mudah mutung dan kemudian memilih golput. Satu suara sangat berarti, apalagi jika mudah tersulut untuk diprovokasi  untuk marah ataupun takut memilih.
Jangan lupa untuk tetap datang ke TPS, anggapan satu suara tidak penting itu perlu dikandangkan dulu. Itu sangat penting dan berarti besar.
Hasil survey itu baik dan menggembirakan, namun jangan malah melenakan dan melupakan apa yang perlu dilakukan. Jawaban itu semua adalah datang ke TPS dan memilih dengan baik dan benar demi keberlangsungan pembangunan.
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H