Jika bisa dilakukan karyawan yang bukan guru sebenarnya sangat membantu.
Keempat, banyaknya aturan dan perundangan yang dibebankan pada guru, namun ketika menyusunnya sama sekali tidak melibatkan guru secara penuh.Â
Dosen cenderung menjadi sumber rujukan, di  mana dinamikanya jauh berbeda. Ini menjadi potensi masalah, sehingga guru sering kebingungan.
Kelima, Â ini soal kebiasaan dan pembiasaan. Contoh, ketika murid mengerjakan kegiatan belajar mandiri, seperti diskusi, membaca teks, menyalin catatan, atau sejenisnya. Guru bisa kog sambil membuat laporan, perangkat pengajaran, dan urusan lainnya.Â
Di sinilah peran kreatif pemanfaatan waktu yang ada itu untuk efektif dan efisien. Waktu yang ada dipergunakan secara maksimal.
Belum lagi kemajuan iptek khususnya tekologi informasi, kadang bukan malah membantu dunia pendidikan seolah menjadi bumerang. Ribet mengurus murid yang lebih asyik dengan gadgetnya daripada bersosialitas dengan rekannya.
Guru lebih asyik dalam dunia media sosial atau dunia percakapan maya dari pada pengembangan diri dalam konteks profesinya.
Keenam, dalam seminggu dengan beban mengajar 24 jam, dengan seluruh beban dan tanggung jawab, perangkat pengajaran, koreksi, tanggung jawab sosial da urusan domestik keluarga memang sangat berat.Â
Tidak semua guru memiliki terobosan untuk mampu menciptakan ruang kreatif untuk efektif dan efisien.
Melihat toh banyak rekan guru yang bisa juga menulis dan menghasilkan buku, masih juga terlibat dalam organisasi ini dan itu, jika benar-benar kelas berjalan dengan baik, tentu ini menjadi sumber inspirasi untuk saling berbagi untuk mengembangkan diri bersama.Â
Bahwa masing-masing personal memiliki cara dan pendekatan yang berbeda, kesulitan dan jalan keluar yang lain pula. Namun ada inspirasi yang bisa saja menjadi sebuah alternatif untuk rekan lain petik.