Apalagi jika menjadi fakta hukum ketika dimasukan dalam bagian dari vonis atas RS, ada capres dan cawapres ikut terlibat dalam pidana menyebarkan kebohongan. Ingat apalagi jika, jangan dibuang itu, bisa jauh artinya.
Lebih dramatis lagi adalah kisah panjang Buni Yani yang membawa Ahok berganti menjadi BTP, usai di penjara dua tahun dengan dasar karyanya itu, ia pun divonis lebih ringan, namun hingga kini baru akan, ingat masih akan. Ahok sudah mau berbahagia dan bertanggung jawab, ia masih ngeles saja maunya.
Menarik adalah, bahwa yang ada di dalam kubu tersebut potensial, dan bahkan sudah aktual menjadi pelanggar hukum. Namun malah digoreng sebagai pahlawan, dan menuduh penegak hukum, di dalam kesatuan sebagai bagian utuh pemerintah sebagai perilaku jahat dan curang.Â
Menjadi lucu dan aneh, adalah ketika kejahatan dipandang sebagai tindakan mulia, penegak hukum dituding sebagai pelaku kejahatan. Ini di mana logika akal sehatnya?
Bedakan kebebasan berekspresi, mencaci-maki, dan merendahkan, jangan asal sembunyi di balik demokrasi kemudian bisa berlaku seenaknya sendiri. Demokrasi itu juga terbatas, karena ada kebebasan pihak lain.Â
Ingat ini hidup di dunia, hidup bersama dengan pihak lain, ada batasan dan irisan yang akan bersinggungan. Demokrasi yang esensial akan menjamin kebebasan dalam banyak hal, terutama kebebasan untuk hidup.Â
Bukan malah bebas mencaci maki, menghakimi atas klaim sepihak, dan merasa benar, dan pihak lain salah.
Ini perilaku kriminal dan potensial kriminal, bukan persoalan politis, apalagi bak Bung Karno dan para negarawan pendiri bangsa yang dibuang penjajah. Lha jelas ada pelanggaran hukumnya kog.Â
Jelas ada yang menjadi landasan dan dasar hukumnya kog. Akan berbeda jika landasan atau UU dan pasalnya dibuat ketika ada kejadian itu, jelas kriminalisasi dan politis. Ini jauh dari itu semua.
Patut ketika ada yang mengatakan bahwa mulutnya perlu disekolahkan dulu, biar tidak asal bicara. Mengapa demikian? Karena perilakunya memang ugal-ugalan, ketika ditegakan hukumnya menuduh sebagai pemerintah otoriter, tidak dilakukan penegakan hukum, katanya penakut, lemah, plonga-plongo. Â Ini negara hukum, ya taati hukum, jangan asal bicara tidak mau bertanggung jawab jika demikian.
Apa yang biasa mereka lakukan, ada beberapa hal pola yang sama. Ini penting untuk pemilih agar menjadi jernih di dalam melabuhkan pilihannya.