Induk dari dewan adalah partai politik. Susah memperbaiki kondisi partai politik, ketika mereka adalah juga pelaku utama di dalam perilaku korup. Membeli suara, membeli pemilih, bahkan kader pun mereka perjual belikan, mahar politik, dan semua itu akan berimbas pada jawaban ketika menjabat. Jabatan adalah kesempatan untuk mengeruk uang kembali bagi pundi-pundinya yang mulai terguling.
Zumi Zola dan Nur Alam, diikuti banyak bupati walikota lainnya adalah gambaran itu. Ini soal parpol, bukan soal pendukung atau bukan pendukung pemerintah. Sama saja. Perilaku korup ada dalam habitat yang cocok, parpol bukan memandang asalnya.
Parpol memiliki tanggung jawab dengan tegas, bukan hanya basa basi semata. Toh kenyataannya tertangkap maling dengan parpol A, besok nongol lagi di parpol B bak pahlawan. Mengapa demikian? Karena parpol selama ini adalah jembatan emas untuk jadi apa saja. Posisi dan peran strategis ini yang menjadi bencana bagi bangsa karena tidak dibarengi dengan kehendak yang baik sejak awal.
Korupsi mau diberantas, jangan kaget kalau banyak orang dan lembaga yang meradang. Lihat saja ada apa di balik aksi-aksi lucu, tidak bermutu apalagi via media sosial, itu semua bermuara dan berasal dari uang yang akan hilang jika keadaan semakin baik. Salah satu serangan yang paling jelas adalah pemerintah, Jokowi di mana presiden yang benar-benar membuat sesak nafas bagi para pelaku korupsi. Tidak heran tuduhan aneh-aneh tidak mendasar mudah tersemat. Hanya untuk melemahkan semangat untuk mematikan kran koruptor saja.
Melemahkan KPK dengan berbagai isu, malah oleh dewan sendiri, jelas arahnya dan pelakunya koruptor melalui kaki tangannya yang telah menggurita sekian lama dan ke mana-mana. Ini masalahnya adalah korupsi itu saja masih bisa diterjemahkan sekehendak  hati.
Ada yang korupsi namun merasa itu benar, rezeki, ini terjadi karena mental maling yang sudah mematikan nuraninya. Bagaimana bisa tidak bekerja mendapatkan uang dianggap rezeki? Ayam saja perlu mengais untuk makan, lha ini ongkang-ongkang, main belakang, dan kaya raya.
Dukungan rakyat memang penting, namun godaan oposisi yang tidak mau tahu, pokok menang sangat mengganggu untuk menjalankan aktivitas antikorupsi ini. Serangan-serangan mereka menghabiskan energi, yang harusnya untuk membangun hanya untuk menjawab dan menangkis mereka.
Partai pengusung dan pendukung pun malah menambah masalah usai dengan pansus KPK, kini antri masuk bidikan KPK. Jelas bahwa ini adalah indikasi tidak tebang pilih, namun oleh rival politik waton sulaya dianggap sebagai rezim korup. Padahal kubu mereka pun belepotan dengan korupsi. Beban yang memberati langkah, tidak perlu terjadi sebenarnya.
Kepercayaan rakyat bisa menjadi penghiburan di mana beban Jokowi sangat berat karena perilaku tamak di antara anak bangsanya. Barisan rakyat dan pejabat bersih membuat energi baru yang bisa habis karena menghadapi perilaku ugal-ugalan politikus enggan kerja keras.
Langkah perbaikan jelas sudah tampak, perlu waktu itu jelas, dan ada harapan akan lebih baik lagi. Dukungan menjadi penting, agar tidak kehabisan energi.
Terima kasih dan salam