Politik dan negarawan penuh harapan menempatkan hukum sebagai panglima di dalam menegakan tertib hukum bersama. Walaupun demikian, hukum untuk manusia bukan sebaliknya, manusia menjadi budak hukum.Â
Jaminan atas kebebasan dengan adanya hukum yang baik. Membangun manusia taat azas sehingga sadar bukan takut akan hukum.
Penegakan hukum tidak akan pandang bulu dan bisa diharapkan benar-benar terjadi karena pemerintahan telah berjalan dengan semestinya. Suap dan kolusi telah menjadi hal yang tabu dan memalukan.
Berbeda dengan politik pembangun kecemasan. Hukum adalah senjata untuk mempertahankan kekuasaan. Pasal-pasal dibuat menguntungkan kekuasaan, sedang rakyat dan rival politik bisa menjadi korban atas peraturan yang dibuat.Â
Jangan harap akan bisa menjerat politikus penyuka kecemasan ini untuk bisa taat hukum. Klaim dan menuduh pihak lain sebagai tabiat model demikian.
Meneror atas nama hukum, menjerat dengan semena-mena bagi pelanggar hukum yang berseberangan dengan kekuasaan. Kecenderungan like-dislike, menjadi besar. Kolusi dan suap meraja lela. Â
Penegak hukum sering menjadi target hukum dan mengalungkan tali gantungan sendiri, karena tamak dan rakusnya.
Kekuasaan
Politik kecemasan akan melihat kekuasaan adalah segalanya. Kekuasaan bukan semata berpikir mengenai kepemimpinan dan sarana untuk bertumbuh kembang bersama sebagai satu bangsa. Fokus dan orientasi adalah kursi.Â
Jika kalah hanya fokusnya melihat peluang menggagalkan yang sedang menjalankan kepercayaan. Jika menang akan merajalela dan ugal-ugalan.
Menciptakan intrik dan trik agar ditakuti, ada kecemasan yang sengaja diciptakan, sehingga merasa tergantung bahwa tanpa mereka yang berkuasa keadaan tidak aman, kondisi bisa berbahaya, dan jaminan itu ada di tanganku. Pihak lain tidak akan mampu.