Masuk dengan cara mereka dan keluar dengan pola kita. Hal yang sangat penting namun sering abai dilakukan. Contoh memasuki kawasan atau komunitas yang setiap hari pekerjaannya berjudi dan maling sebagai hal lumrah, apakah memberikan mereka katakata suci agama akan bisa masuk? Bisa-bisa ditendang dan dibunuh. Masuk bukan dengan ikut maling tentunya, main-main lah ke sana ikut main jika mungkin yang tidak dengan uang. Sambil bergaul menyelami kehidupan mereka, upayakan perubahan dalam peri hidup mereka. Misalnya mendirikan koperasi atau apa. Tentu koperasi  bukan untuk menjerat mereka namun memberdayakan mereka. Ini contoh, jangan malah dibahas.
Pandangan dan penilaian miring soal kompromosi memang cenderung negatif karena seringnya dalam hidup bersama sebagai bangsa ini salah kamprah. Yang salah dianggap benar, yang benar dinilai salah karena banyaknya yang meyakini dan menggunakannya. Di sinilah letak kesalahannya, pemahaman bukan pada sisi komprominya.
Sering dijumpai kompromi dalam hal yang buruk, misalnya daripada ramai, ya sudah mengalah, tetapi tidak pernah ada penyelesaian hingga akar masalahnya. Paling banyak soal kerusuhan dalam peri hidup beragama. Merasa paling besar bisa mendikte yang lebih kecil. Padahal dalam hidup berbangsa ada UU dan UUD. Pun penegak hukum sering demikian.
Demi menjaga nama baik, sering kriminalitas pun diselesaikan dengan diam-diam. Perbuatan buruk bisa menjadi biasa saja karena pelakunya orang besar, misalnya. Kompromi yang tidak semestinya.
Kompromi jelas salah jika melanggar hukum, prinsip dalam perihidup, namun bukan dalam cara atau jalan mendapatkan penyelesaian. Sikap dan kebijaksaanaan diperlukan.
Terima kasih dan salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H