Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Keunggulan dan Masalah Zonasi Sekolah Menengah Negeri

7 Juni 2018   09:47 Diperbarui: 8 Juni 2018   07:31 2479
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mereka telah "tercipta" sejak SD dan SMP, lebih lumayan yang masih jenjang SMP. Lalu, zonasi ini kan sekarang, padahal waktu mendirikan sekolah puluhan tahun lalu, belum terpikirkan hal ini. Ini masalah lagi, bagaimana sekolah bisa "berebut" siswa atau sekolah kelebihan siswa. Hal yang sangat murah sekolah berdampingan itu, padahal syarat harus sesuai KK.

Ketiga, sekolah favorit itu telah diciptakan, pun guru-guru "khusus" juga di sana. Apakah mau dan mampu mengelola untuk mendistribusikan guru beda "kasta" ini dengan lebih baik? Ini soal semangat dan "kebanggaan semu" yang telah sekian lama tertanam. Persoalan lebih pelik lagi ketika berkaitan dengan anak-anak perbatasan. Antara kabupaten dengan kota.

Zona dulu, hanya satu nilai yang dipangkas dan/atau sekolah sebelumnya di kota yang sama akan dinilai sama, jauh lebih bijaksana. Dengan demikian tidak begitu signifikan, jika tiga poin jelaslah terlalu besar dan sangat signifikan. Sosialisasi, lagi dan lagi nampaknya juga kurang. Antara pemerintah daerah yang saling berbatasan ada kebijakan bersama.

Tentu hal demikian bisa menjembatani pemerataan pendidikan yang lebih baik. Pemotongan poin ini nampaknya pada ranah ini. Otonomi daerah tanpa adanya kesadaran sebagai sebuah bangsa kesatuan, menciptakan raja kecil, egoisme sektoral yang lebih kuat, dan sikap pembedaan yang makin kentara. Hal yang biasa menjadi luar biasa kini.

Kepentingan politik sering pula masuk dalam dunia pendidikan. Orang yang sebelumnya bukan bergerak dibidang pendidikan tapi bisa tiba-tiba menjadi kepala dinas pendidikan. Bisa berabe jika model demikian yang terjadi. 

Masih susah meyakini dunia pendidikan makin baik jika politik abai moral ini masih menjadi panglima. Sistem penerimaan saja bisa menimbulkan masalah, susah mengharapkan kedepannya makin baik. Perlu bijak dalam mengambil keputusan sehingga bukan anak sekolah yang menjadi korban. 

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun