Kecuali SMK, menarik apa yang menjadi pembicaraan menjelang waktu penerimaan siswa baru ini. Beberapa hal bisa dijadikan pelajaran dalam dunia pendidikan yang seolah putar-putar saja namun belum memberikan gambaran utuh atas perubahan siginifikan dalam kualitas.
Dua kisah berkaitan dengan ini, satu soal siswi yang dengan penuh duka harus dinyatakan bunuh diri karena kemungkinan besar tidak bisa sekolah di mana kakak-kakaknya mengeyam pendidikan di sekolah favorit tersebut. Ini soal kemungkinan masuk sekolahnya, bukan soal keputusan dan peristiwa si alharhum.Â
Beda kasus, bahwa sistem zonasi ini telah membawa akibat demikian. ini fakta. Kedua, rekan gereja, yang karena kecelakaan dia tidak bisa bekerja, si putri inginnya pendidikan negeri yang jelas lebih terjangkau.
Sekolah bapaknya dulu menjadi rujukan pertama, sekolah terfavorit, karena domisili berdasar KK si siswi harus dipotong tiga nilainya. Pusinglah si bapak dengan kondisi jalan yang tidak baik harus pontang-panting mencari sekolah dan donatur ke sana ke mari. Sekolah swasta Katolik, tentu dipahami, tidak murah.Â
Zonasi pada dasarnya sangat baik. Dengan "memaksa" sekolah menerima siswa pada sekitaran sekolah sebagai siswa-siswi jelas sangat membantu untuk menciptakan sekolah yang kualitasnya relatif lebih merata.
Dengan siswa yang selingkungan, mau tidak mau peserta didik yang beragam kemampuan yang diterima, bukan hanya yang level atas saja. Selama ini kan pemilihan sekolah cenderung atas nilai. Hal positif pertama. Kedua, dengan terciptakan sekolah yang setara bukan ada unggulan, favorit, dan pinggiran serta sekolah biasa, sekolah mahal pun akan sirna.
Jangan remehkan fenomena mahalnya sekolah favorit lho. Sangat wajar karena dengan sekolah unggulan dengan berbagai cara menarik uang dengan beraneka ragam istilah juga tinggi.Â
Ketiga, berkaitan dengan uang ini, anak yang pas-pasan namun cerdas pun dapat menikmati pendidikan yang setara. Selama ini hanya satu dua yang beruntung anak cerdas memperoleh kesempaan luar biasa.Â
Keempat, sistem memacu siswa yang kurang, dan yang lebih untuk bisa mengerti rekan bisa diciptakan dan tumbuh. Sekolah bukan hukum rimba apalagi model industri yang pintar menggilas yang lemah. Hal ini selama ini telah terjadi. Sikap toleransi pun tercipta dan elitis dunia pendidikan bisa tereduksi.Â
Kelima, dengan sistem zona ini memang akan membuat sekolah swasta bisa kembali hidup. Persaingan bak hukum rimba beberapa waktu lalu memang bisa dikikis dengan salah satu solusi ini. Anak dengan nilai pas-pasan dengan zona tempat tinggalnya, akan terpangkas jika di zona berbeda, tentu mau tidak mau akan menoleh sekolah swasta.
Tentu konsekuensi atas keputusan dan kebijakan menimbulkan masalah. Beberapa hal yang menjadi kendala adalah anak yang memiliki kecenderungan elitis, selama ini sudah tercipta, bisa melorot prestasinya karena "pesaing dan persaingan" yang telah menjadi bagian hidupnya itu kini hilang. Jika tidak hati-hati ini bisa menjadi bumerang, apalagi setingkat SMA.