Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Setan dan Secuil Kebenaran

10 Maret 2018   20:20 Diperbarui: 10 Maret 2018   20:54 1236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (pixabay)

Negeri lain berkejaran dengan inovasi dan kemajuan, memikirkan kehidupan di  Mars, eh Setan membisikan ribut dengan anak negeri sendiri. Ribut soal asal usul, ribut soal maling itu benar dengan dalih bla-bla-bla. Tahu bahwa itu salah, namun karena Setan dengan secuil kebenarannya telah sukses merobek kebenaran yang hakiki, dibela mati-matian. Iri dan dengki menjadi gaya hidup.

Orientasi bukan pada kedalaman materi, namun kedangkalan dalam banyak hal. Meributkan yang artifisial namun abai akan yang esensial. Berkelahi untu rebutan balung tanpa isi.Berebut hal yang tidak bermakna dan tanpa manfaat.

Hal-hal yang demikian tenyata menjaid gaya hidup bagi banyak kalangan pun pemuka agama. Jangan mengira kalau pemuka agama akan otomatis masuk surga dan mendapat tempat yang terbaik. Mana bisa jika perilakunya di dunia tidak lebih baik. Tuntutan sebagai pemuka jelas lebih besar daripada yang tidak tahu. Tidak perlu sensi dan ngamuk, semua agama relatif sama saja.Konsekuensi logis sejatinya, jika pemuka harus jauh lebih baik dari umat atau awamnya.

Agama sebagai jalan tidak cukup memadai kalau tidak dipelajari dengan hati. Otak dan budi manusia tidak cukup membantu untuk mengubah hati jika orientasi keluar. Pemikiran selalu melihat pihak lain, pusatnya orang lain dan kemajuannya. Menuding, mencari-cari kelemahan dan kekurangan pihak lain. Untuk apa? Ciri pribadi dan kelompok kerdil.

Keberanian mengenai autokritik menjadi penting. Jelas yang dikritik itu perilaku umat beragama, bukan agamanya, apalagi Pencipta Yang Kuasa, jangan campur aduk. Yang tidak bisa salah adalah Sang Pencipta dan agama, kalau pelaku agamanya jelas salah. Namun jika selalu campur aduk, jangan kaget kalau tidak akan ada perbaikan, Setan telah menang menancapkan secuil kebenarannya.

Agama yang dipenuhi dengan pemahaman semata ritual dan apalan, akan mati di dalam kuasa Setan yang enggan memberi kesempatan untuk orang mengaji kebenaran lebih jauh. Repot jika sudah demikian, karena kebenaran yang dipegang itu ciptaan Iblis yang akan tertawa-tawa bahkan berguling-guling karena kinerjanya telah sukses dengan gilang gemilang.

Setan kiranya sekarang ini sudah tidak lagi kerja keras, mungkin malah sudah emiritus,sudah  pensiun, sudah purnakarya karena manusia sudah lebih canggih pola kerjanya dengan internet, dengan kebencian yang sudah meruyak tanpa mereka lagi memengaruhi.

Salam

Sumber Inspirasi:

Burung Berkicau,Antony de Mello

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun