Setan dan secuil kebenaran, membaca sebuah renungan kisah-kisah inspiratif, dalam kumpulan Burung Berkicau,ada sebuah cerita, setan dan secuil kebenaran yang mengisahkan mengenai setan yang berjalan-jalan dengan setan juga. Jadi ingat bagaimana perilaku dan perihidup banyak pihak hari-hari ini sangat identik dengan cerita tersebut. Apalagi politikus haus kuasa itu, sangat pas dan tepat.
Dikisahkan ada setan yang berjalan-jalan, salah satunya tiba-tiba menunduk dan memungut sesuatu, tanya setan 1,"Apa yang kau pungut, Tan?"
Setan 2 menjawab sambil senyum-senyum, "Secuil kebenaran....."
"Lha kamu tidak khawatir dan gusar dengan kebenaran dan malah kamu ambil..."
"Santai saja, toh hanya secuil, nanti aku mau buat ini menjadi viral dan menjadi acuan dan bahkan sering lebih dari pada agama bagi manusia tamak dan rakus itu....."ditutup dengan derai tawanya.
"Kamu memang hebat, Setan jenius dan jempolan, kalau di dunia bisa jadi apa saja kamu Tan...."Sambil tos merasa akan dapat pengikut banyak.
Apa yang menjadi inti kisah tersebut jelas, bahwa kebenaran, apalagi jika hanya secuil, akan bisa dimanfaatkan Iblis dan Setan untuk mengubah banyak kebenaran menjadi seolah-olah salah, dan yang salah menjadi seolah-olah benar. Bisa dilihat dalam artikel berikut,
Media sosial paling sering dijadikan ajang untuk berbuat demikian. Melanggengkan separo data, fakta, dan kebenaran.
Kitab Suci tidak ada yang salah, agama pun demikian, namun pelakunya? Tidak ada yang bisa menjamin demikian. Di sinilah peran dan petingkah Iblis dan Setan berbicara. Mereka akan menggunakan hal yang sepenggal sebagai senjata, apalagi jika orang yang membaca, mengikuti, dan mendengar yang sepenggal itu diliputi iri, marah, dengki, jadilah api berkobar.
Setan biasanya membisikan perbedaan dan membesarkan itu, persamaan menjadi bahan yang disembunyikan. Kita saksikan bersama bagaimana sekarang ini orang memiliki kecenderungan membesar-besarkan yang berbeda dan enggan menemukan adanya persamaan. Secuil kebenaran ala Setan itu telah menjadi gaya hidup manusia kini. Diperparah dengan politik dan media abai etika.
Menuding keluar dan abai akan melihat ke dalam juga kinerja Iblis. Dengan demikian orang menjadi suka cita menghakimi, tanpa mau tahu keberadaan diri yang tidak patut. Merasa diri benar, paling baik, dan paling segalanya. Menilai berbeda sebagai salah atau musuh. Sikap mengacungkan jari ke depan dan abai untuk menelisik batin untuk memperbaiki diri.