Lahan di Salatiga itu kecil. Memiliki luasan sawah tidak seberapa, namun pembangunan yang menggunakan sawah yang dikeringkan seolah tidak ada batasan. Artinya suatu saat Salatiga tidak akan memiliki sawah sama sekali. Bergantung daerah lain soal beras sebagaimana air yang sekarang sudah terjadi. Salatiga hanya mengandalkan kecukupan air dari wilayah Kabupaten Semarag seluruhnya. Benar bahwa Indonesia tidak disekat oleh batasan pemerintahan, namun tidak juga demikian caranya. Pengalihan pembangunan bisa “dipaksakan” dan dialihkan ke tempat lain yang bukan sawah, apalagi jika untuk kantor atau sekolah.
Banjir sekarang ini bukan karena daerah rendah saja, namun juga salah penataan jalan dan drainase. Salatiga akan mengalami banyak hal soal genangan air ini. Sungai atau saluran air yang cukup besar sudah mulai tertutup bangunan atau warung, bisa saja dua puluh tahun ke depan lupa bahwa ada sungai dan saluran air yang cukup besar dan terjadi banjir akan kaget dan menyalahkan ini itu. Ini lepas dari pengamatan calon dan bisa menjadi bencana di kemudian hari. Apalagi sawah sebagai kawasan resapan air sudah makin menipis.
Saatnya berubah dan berbenah bukan dengan menjelekkan pihak lain, namun cerdas memilih, membaca, dan mengerti kebutuhan daerah secara langsung. Saatnya pemimpin yang turun bukan hanya melihat dari balik meja dan jendela mobil yang melaju dengan pengawalan.
Daerah hebat, negara kuat.
Jayalah Indonesia!
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H