Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Pilkada Salatiga, Spanduk yang Tidak Seimbang, Siapa Menang?

21 Januari 2017   09:25 Diperbarui: 21 Januari 2017   09:51 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pilkada Salatiga, Spanduk yang Tidak Seimbang, Siapa Menang?

Bekas Pasar Sapi Salatiga yang sedang dalam rangka pembangunan di pagar seng menjadi tempat “kampanye” yang murah meriah. Bukan saja warga Salatiga yang bisa melihat, membaca, dan tersenyum menyaksikannya. Jalur utama jalan nasional yang menghubungkan dua kota terbesar di Jateng, antara Solo-Semarang, tentu sangat strategis. Perempatan menuju tempat wisata, dan pusat kota, tidak heran menjadi pilihan timses dan paslon menempatkan jargonnya dalam spanduk di sana.

Menarik adalah apa yang dipajang pasangan petahanan yang memiliki nomor urut satu, memang tidak ada di sini, namun bisa dibaca di sekitarnya, mereka yang didukung jauh lebih banyak parpol mengusung jargon, “TERBUKTI SALATIGA KONDUSIF”, dikepung paslon nomor dua dengan slogan beraneka macam. Didahului I love (lambang hati) gambar kumis gambaran paslon nomor dua dan diikuti kata yang sangat menjurus. Pilih yang tidak main money politic,stop jual beli jabatan, awas paham radikal, stop korupsi, dan semacamnya.

Apa artinya? “Perang” kata-kata yang sangat tidak seimbang yang belum tentu mencerminkan hasil akhir pilwakot. Pilihan nomor satu yang mengedepankan Salatiga kondusif sebenarnya bukan sebentuk prestasi atau usaha yang bisa dibanggakan. Mengapa? Karena sejak dulu juga demiikian Salatiga. Kondusif itu keadaan yang memang sudah lama, bukan karena kepemimpinan duet yang mau memimpin kedua kalinya.

Apa yang dituliskan paslon nomor dua bisa dipahami sepanjang apa yang terjadi di Salatiga memang demikian adanya. Namun apakah paslon nomor dua tidak terlibat? Apalagi calon walikotanya juga birokrat yang apakah terjamin kebersihannya sebagaimana dituliskannya? Soal jual beli jabatan yang di mana-mana toh demikian faktanya. Jika “tuduhan” itu diarahkan ke paslon rival? Apa iya, dia juga bersih dan tidak terlibat? Termasuk korupsi dan soal minimarket yang marak?

Pilkada termasuk juga nantinya pilpres masih belum beranjak dari menjatuhkan rival dan mengatakan akan lebih ini itu. Namun sejatinya belum tentu juga bisa melakukan. Apalagi jika “penantang” itu adalah birokrat yang mau tidak mau adalah bawahan langsung dari pejabat yang diajaknya “berduel.”

Rakyat jelas makin  cerdas, kritis, tahu mana yang berhasil, mana yang hanya asal-asalan. Tidak perlu menjual titik lemah lawan namun berikan saja visi dan misi yang jelas baik dan demi kemajuan serta kesejahteraan masyarakat.

Pembangunan, sama sekali tidak ada pembangunan fisik yang menyolok di Salatiga, hal ini bisa menjadi bahan kampanye yang baik. Bongkar pasang trotoar dan gapura jelas terlihat sepanjang lima tahun itu bisa dua tiga kali. Bukan soal pejabat lama yang membongkar pasang, namun katakan pembagunan yang jelas, terarah, terprogram, dan berdayaguna, tentu lebih elok dan bijaksana sebagai calon pemimpin.

Pelayanan  RSU yang amburadul dan terkenal jelek. Hal ini sangat tenar di sekitaran Salatiga lamanya penanganan dan ternyata tidak tersentuh oleh paslon, artinya yang menyangkut hajat hidup rakyat sama sekali tidak diketahui “elit” yang katanya abdi masyarakat itu.

Lalin jalan Jenderal Sudirman yang makin kacau balau. Pembuatan jalan searah tanpa adanya penataan kawasan dan parkir, malah menambah lahan parkir saja bukan membuat jalan makin rapi dan teratur. Malah lebih parah motor bisa berjalan dua arah tanpa kejelasan, bahkan di jalur lambat sebelah kanan pun dipakai pemotor ke arah utara, bisa juga lewat jalan belakang pasar, dalam shoping yang artinya pemotor bisa empat jalur melawan arus seolah sahih. Padahal ujungnya adalah rumah dinas walikota, mosok tidak mellihat hal ini? atau itu dianggap wajar saja?

Jalur sepeda yang mengambil arus utama jalur jalan raya, artinya mempersempit lahan satu arah tertentu, yang belum lama dibuat sudah hilang lagi, artinya bahwa hal ini pemborosan, meskipun tidak besar namun sama juga bongkar pasang gapura dan trotoar yang terus terjadi.

Lahan di  Salatiga itu kecil. Memiliki luasan sawah tidak seberapa, namun pembangunan yang menggunakan sawah yang dikeringkan seolah tidak ada batasan. Artinya suatu saat Salatiga tidak akan memiliki sawah sama sekali. Bergantung daerah lain soal beras sebagaimana air yang sekarang sudah terjadi. Salatiga hanya mengandalkan kecukupan air dari wilayah Kabupaten Semarag seluruhnya. Benar bahwa Indonesia tidak disekat oleh batasan pemerintahan, namun tidak juga demikian caranya. Pengalihan pembangunan bisa “dipaksakan” dan dialihkan ke tempat lain yang bukan sawah, apalagi jika untuk kantor atau sekolah.

Banjir sekarang ini bukan karena daerah rendah saja, namun juga salah penataan jalan dan drainase. Salatiga akan mengalami banyak hal soal genangan air ini. Sungai atau saluran air yang cukup besar sudah mulai tertutup bangunan atau warung, bisa saja dua puluh tahun ke depan lupa bahwa ada sungai dan saluran air yang cukup besar dan terjadi banjir akan kaget dan menyalahkan ini itu. Ini lepas dari pengamatan calon dan bisa menjadi bencana di kemudian hari. Apalagi sawah sebagai kawasan resapan air sudah makin menipis.

Saatnya berubah dan berbenah bukan dengan menjelekkan pihak lain, namun cerdas memilih, membaca, dan mengerti kebutuhan daerah secara langsung. Saatnya pemimpin yang turun bukan hanya melihat dari balik meja dan jendela mobil yang melaju dengan pengawalan.

Daerah hebat, negara kuat.

Jayalah Indonesia!

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun