Mengembangkan Solidaritas sosial Suku Dayak
Sebagai suku yang bersatu yaitu suku Dayak, kehadiran Rumah Betang menjadikan manusia Dayak pribadi yang setia dan peduli dengan sesamanya. Kehidupan yang dijalani bersama di satu wadah dan lingkungan membuat setiap orang Dayak memiliki rasa kekeluargaan satu sama lain, meskipun berbeda ayah dan ibu. Rumah Betang menyediakan tempat untuk bermain, bercengkrama satu sama lain, dan tempat melakukan aktivitas bersama.Â
Hal ini memunculkan rasa "aku tidak bisa tanpa kamu, karena kamu adalah bagian diriku yang lain". Rasa memiliki sebagai saudara sangat erat sehingga setiap pribadi mampu menghargai satu sama lain sebagai keluarga. Solidaritas ini menjadikan manusia Dayak mengerti arti hidup gotong royong dan saling berbagi satu sama lain. Tidak ada keegoisan pada diri setiap individu yang dapat merusak hidup bersama.
Nilai-nilai yang berasal dari gen sebagai satu keturunan yang mengalir dalam tubuh orang Dayak menjadikan mereka saling mencintai dalam kekeluargaan sehingga tidak terjadi permusuhan dan perkelahian diantara mereka.Â
Sense of belonging ini ditanam dalam tiap-tiap diri pribadi mulai dari masa anak-anak. Tujuannya agar kelak menjadi pribadi yang bermoral dan mampu memimpin keluarganya saat hidup dalam perkawinan.Â
Solidaritas suku Dayak yang dibangun dalam Rumah Betang tampak pada keterlibatan setiap angggota untuk bekerja sama tolong-menolong saat menggarap ladang. Berdasarkan hal itu, kebersamaan suku Dayak berpusat pada hubungan darah. Sebab aku Dayak maka siapa saja yang berasal dari keturunan Dayak ia adalah saudaraku.
Mengembangkan kepribadian individu melalui proses sosialisasi
Rumah Betang dibangun memanjang sehingga mampu menampung banyak penghuni. Kebiasaan penghuni Rumah Betang berkumpul di serambi rumah. Khususnya pada sore hari dan setelah makan malam.Â
Tujuannya untuk bercerita mengenai pahlawan-pahlawan leluhur mereka, berbagai pengalaman saat berburu, berladang, dan memberi nasihat-nasihat bijak kepada anak-anak muda beserta yang sudah hidup berkeluarga, cara menyelesaikan permasalahan diantara suami-istri, dan sebagainya.Â
Melalui kebiasaan ini seseorang disadarkan kembali akan pribadinya yang baik maupun kurang baik. Maka nasihat-nasihat yang diberikan oleh kepala suku dan orang tua mampu mengubah pribadi personal yang tidak baik menjadi lebih baik. Sehingga masa depan personal menjadi baik dan siap menjadi pepimpin diantara mereka, terkhusus dalam keluarga.
Pribadi-pribadi yang baik telah ditanamkan dalam diri orang Dayak tampak pada sikap mereka yang rendah hati, menghargai yang lebih tua darinya, sopan-santun terhadap sesama, dan menjaga nama baik keluarga dan suku dimanapun mereka berada.Â
Ini merupakan hasil budaya yang baik mampu memanusiakan manusia menjadi manusia yang berakhlak dan berbudi pekerti. Sosialisasi menumbuhkan masyarakat yang tertib hukum, sebab hidup bersama mesti ada aturan yang mengikat setiap orang agar kehidupan semakin harmonis.Â
Hal ini membiasakan manusia Dayak memegang teguh adat istiadat , demi keteraturan dan ketentraman hidup bersama. Tindakan setiap pribadi yang baik maupun buruk akan berdampak bagi kehidupan suku. Oleh sebab itu setiap orang wajib menjunjung tinggi keharmonisan dalam Rumah Betang.
Mempertahankan sistem sosial sejauh masyarakat menghayati dan memenuhi peran yang diterapkan kepadanya
Hidup komunal merupakan ciri khas suku Dayak. Namun perlu juga diperhatikan bahwa setiap orang mempunyai kepribadian dan prinsip hidup yang berbeda-beda.Â
Oleh sebab itu supaya ada kerjasama dan tidak menjadi hakim sendiri saat menjalani rutinitas sehari-hari. Dibentuklah penanggungjawab-penanggungjawab setiap kegiatan yang diberikan kepada setiap kepala keluarga.Â
Seluruh anggota Rumah Betang wajib mentaati setiap aturan yang telah disepakati bersama. Peraturan itu tidak dibuat untuk mengekang setiap orang, tetapi untuk menciptakan keteraturan hidup di Rumah Betang.Â
Misalnya, tidak boleh mabuk kemudian berkelahi, tidak boleh sembarangn masuk ke kamar keluarga lain yang bukan kamar miliknya sendiri.Â
Apabila ada anggota Rumah Betang yang melanggar aturan-aturan adat yang telah disepakati, maka hal tersebut akan menimbulkan dampak yang tidak baik bagi suku mereka. Bahkan parahnya lagi muncul wabah penyakit, kegagalan panen, bencana alam, dan sebagainya. Maka Rumah Betang sebagai rumah tempat merajut asa, menuntut setiap anggota untuk patuh pada hukum supaya menjadi manusia yang taat.
Wadah untuk mewujudkan nilai budaya Suku Dayak
Bentuk Rumah Betang memanjang, satu atap, satu lantai, dan tidak terpisah bertujuan untuk memperkokoh kekeluargaan para penghuninya. Nilai kekeluargaan sangat tinggi. Anak tidak mau berpisah jauh dari orang tua, meskipun sudah berumah tangga. Rasa kekeluargaan ini menjadikan manusia Dayak pribadi yang berbelas kasih dan berbagi. Ditambah lagi dengan hubungan darah yang mengikat orang Dayak sehingga persatuan tetap terjaga dari generasi ke generasi.
Adat yang sifatnya religius dan hukum dalam Rumah Betang difungsikan untuk mengatur kehidupan masyarakat di Rumah Betang. Nilai religius dan hukum ini tidak dapat dipisahkan, sebab keduanya saling berekolasi satu sama lain.Â
Hal ini tampak pada acara gawai atau pesta panen padi. Dalam upacara gawai, biasanya dilakukan peribadatan bopomang yang dipimpin oleh ketua adat sebagai ucapan syukur kepada Akek Ponompa atau Tuhan yang telah memelihara kehidupan orang Dayak melalui hasil ladang dan sawah berupa padi.Â
Upacara ini memiliki nilai religius sekaligus hukum. Nilai religius memberikan pelajaran kepada setiap pribadi untuk mengenal Pencipta alam semesta dan segala isinya.Â
Nilai hukum memberi pelajaran kepada setiap pribadi untuk menghargai alam sekitar agar tetap lestari dan menjadi pribadi yang taat kepada peraturan bersama dan aturan hidup beragama. Dengan demikian manusia Dayak mampu menunjukkan esensinya sebagai manusia yang luhur dan religius ditengah masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H