Mohon tunggu...
Paulina Aliandu
Paulina Aliandu Mohon Tunggu... Dosen - sebuah jiwa, seorang peziarah

Sebagai pencinta spiritualitas, saya juga tertarik pada sejarah, filsafat dan politik. Berkecimpung dalam bit-bit digital untuk pembelajaran mesin dalam perjalanan panjang mencapai kebijaksanaan digital.

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Pendakian Gunung Karmel : Keinginan Melemahkan Jiwa (I-10)

27 Januari 2025   10:09 Diperbarui: 27 Januari 2025   10:24 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagaimana pohon yang dipangkas untuk menghasilkan buah yang lebih baik, demikian pula jiwa kita memerlukan disiplin dan pengendalian. Dalam kesederhanaan dan fokus pada Tuhan, jiwa akan menemukan kekuatan sejati untuk melampaui segala godaan duniawi.

Keinginan yang Tidak Teratur adalah Musuh Laten Jiwa

Santo Yohanes dari Salib menggambarkan keinginan duniawi sebagai musuh laten yang, jika dibiarkan, dapat menghancurkan jiwa. Ia memberikan analogi yang tajam tentang anak-anak ular berbisa yang tumbuh dalam rahim induknya. Ketika mereka tumbuh, mereka memakan tubuh induknya hingga mati, sementara mereka sendiri tetap hidup dengan mengorbankan nyawa sang induk. Begitulah cara kerja keinginan-keinginan yang tidak dimatikan dalam jiwa manusia.

Keinginan-keinginan ini, meskipun tampak kecil dan tidak berbahaya pada awalnya, lambat laun berkembang menjadi kekuatan destruktif. Mereka mengambil dari jiwa semua yang baik---kekuatan, kebajikan, dan relasi dengan Allah. Jika jiwa tidak segera mematikan keinginan tersebut, maka mereka akan terus bertumbuh, menggerogoti kehidupan rohani, dan pada akhirnya memisahkan jiwa dari Tuhan.

Dalam kebijaksanaan kitab Sirakh 23:6, tertulis doa permohonan: "Jauhkanlah dariku, ya Tuhan, keinginan perut ini." Atau dalam bahasa Latin: "Aufer a me Domine ventris concupiscentias." Doa ini adalah permohonan agar Allah membantu manusia memurnikan dirinya dari nafsu yang berlebihan, keinginan egois, dan segala hal yang menjauhkan jiwa dari kebenaran.

Keinginan-keinginan duniawi adalah jebakan yang sering kali tidak kita sadari. Mereka hadir dalam bentuk ambisi, kerakusan, atau kebutuhan akan pengakuan. Namun, seperti yang diingatkan oleh Santo Yohanes dari Salib, keinginan-keinginan ini tidak pernah memberikan kebaikan bagi jiwa. Sebaliknya, mereka mengambil apa yang jiwa miliki: kedamaian, kemurnian, dan kemampuan untuk mencintai Allah secara penuh.

Untuk itu, mematikan keinginan duniawi adalah langkah penting dalam perjalanan spiritual. Ini bukan berarti kita harus mengabaikan kebutuhan duniawi, tetapi kita dipanggil untuk menempatkan Tuhan sebagai pusat dari segala keinginan kita. Dengan demikian, jiwa tidak akan dikuasai oleh keinginan-keinginan yang dapat membinasakan, melainkan akan dibebaskan untuk bertumbuh dalam kebajikan dan kasih yang sejati.

Keinginan yang Melemahkan Semangat Jiwa untuk Mencintai Sesama dan Perkara Ilahi

Lebih lanjut, Santo Yohanes dari Salib mengungkapkan bahwa meskipun keinginan-keinginan ini mungkin tidak langsung membunuh jiwa, mereka tetap membawa dampak yang menyedihkan. Jiwa yang dipenuhi keinginan duniawi menjadi tidak bahagia terhadap dirinya sendiri, kehilangan semangat untuk mencintai sesama, dan menjadi letih serta malas dalam perkara-perkara ilahi.

Keinginan duniawi, menurut Santo Yohanes dari Salib, seperti penyakit yang melemahkan tubuh. Seperti seorang yang sakit jasmani merasa lelah untuk berjalan dan kehilangan selera makan, demikian pula jiwa yang terikat pada keinginan makhluk ciptaan kehilangan kekuatan untuk mengejar kebajikan. Jiwa itu merasa lelah dalam perjalanan spiritualnya dan bahkan memandang kebajikan dengan rasa tidak suka, seolah-olah kebajikan adalah sesuatu yang berat dan tidak menarik.

Santo Yohanes dari Salib menekankan bahwa alasan utama banyak jiwa tidak memiliki semangat dan ketekunan dalam mengejar kebajikan adalah karena mereka menyimpan keinginan dan afeksi yang tidak murni. Keinginan-keinginan ini, yang tidak diarahkan kepada Allah, menguras kekuatan jiwa untuk bertumbuh dalam kasih dan kebajikan sejati.

Pada akhirnya, teman pendakianku, hidup di dunia yang penuh distraksi memang tidak mudah, tetapi kisah ini memberikan motivasi mendalam untuk terus mengarahkan hati kepada yang Esa. Karena, dalam kesatuan kehendak kepada Tuhan, jiwa akan mencapai kekuatan yang tak tergoyahkan dan kebahagiaan sejati.

Ah, ada batu nyaman di sana untuk kita duduk merenung sejenak. Perjalanan tadi sungguh menggugah hati. Rasanya kita perlu mengingatkan dan memeriksa batin kita. Apakah keinginan-keinginan kita diarahkan kepada Allah, ataukah terjebak pada hal-hal duniawi? Apakah kita merasa lelah secara rohani karena mengizinkan keinginan-keinginan yang tidak murni mengambil alih hati kita?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun