Mohon tunggu...
PatrisiusEKJenila
PatrisiusEKJenila Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Membaca, Menjernihkan Pemahaman

13 April 2019   09:45 Diperbarui: 13 April 2019   10:04 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Perkembangan dunia saat ini begitu pesat sekaligus membawa banyak perubahan-perubahan dalam lini kehidupan manusia. Arus globalisasi memang membuat manusia bisa dengan mudah berinteraksi dengan orang lain, serta dengan mudah manusia mendapatkan informasi yang terjadi dibelahan dunia manapun. 

Kehadiran tegnologi memang menunjang segala aktivitas manusia menjadi semakin lancar sekaligus dengan cepat bisa diselesaikan. 

Dunia tegnologi juga menawarkan berbagai macam asupan nutrisi pengetahuan bagi manusia untuk belajar dan menemukan pemahaman-pemahaman baru bagi keberlanjutan manusia itu sendiri. Saat ini, orang sudah dengan mudah mengakses dan mendapatkan pengetahuan melalui ketersediaan tegnologi. 

Bahkan tidak jarang jika orang lebih memilih membaca hanya lewat gadget ketimbang harus membaca lewat buku-buku yang biasanya jual di toko-toko buku.

Namun dengan begitu, bagaimana perkembangan dunia yang tidak dibarengi sekaligus didukung oleh niat untuk membaca? Apakah budaya literasi sudah menghilang dari pikiran sebagian orang saat ini? Kemanakah sebenarnya Budaya literasi kita ditempatkan dalam budaya masyarakat saat ini? 

Apakah fenomena seperti kemunculan hoax diberbagai media, yang biasanya diteruskan oleh orang yang membacanya, adalah karena lemahnya tingkat pemahaman kita? 

Ataukah kemunculan hoax itu, adalah hasil dari sikap budaya literasi yang kian mendegradasi dalam diri masyarakat kita? Inilah sebagian pertanyaan yang coba dihadirkan oleh penulis dalam tulisan kali ini.

 Budaya membaca saat ini memang tengah menjadi sesuatu yang langkah dalam dunia pendidikan kita Bangsa Indonesia. Pendidikan yang ditanamkan kepada siswa tidak betul-betul terlaksana dengan baik, sehingga budaya membaca menjadi suatu aktivitas baru dalam dunia pendidikan saat ini. 

Sementara jika berbicara terkait dengan dunia pendidikan, kita menemukan bahwa elemen yang paling pokok sekaligus penting ialah membaca. Membaca menjadi sesuatu yang sangat penting bagi kemajuan pola pikir serta menghadirkan pemahaman-pemahaman baru yang mampu mencerdaskan masyarakat. 

Namun nyatanya budaya membaca tidak mengakar kuat dalam dunia pendidikan kita saat ini, seolah-olah budaya literasi sudah tenggelam karena kemajuan tegnologi yang semakin membuat kita bersikap instan. Hal instan seperti itu tidak masalah selama itu tidak memberangus budaya literasi yang coba dibentuk dalam diri masyarakat saat ini. 

Namun persoalan pelik dari hal instan semacam itu justeru memproduksi manusia (Masyarakat) yang  menenggelamkan budaya literasi. 

Akhirnya pemahaman yang seharusnya dibentuk dalam dalam diri juga mengalami ketersesatan karena tidak mampu mengolah dan mencerna segala macam narasi-narasi yang ada, baik dimedia sosial ataupun diruang diskusi-diskusi. 

Tidaklah mengherankan jika ada sebagian orang yang mengatakan bahwa fenomena kemunculan hoax di panggung media sosial akhir-akhir ini justeru lahir dari sikap lemahnya budaya literasi.

 Budaya literasi yang menurun tersebut memang benar adanya, bahkan dari sumber Republik Co.id, dilansir dari data statistik UNESCO 2012 yang menyebutkan indeks minat baca di Indonesia baru mencapai 0,001. Artinya, setiap 1.000 penduduk, hanya satu orang saja yang memiliki minat baca. 

Angka United Nations Development Programme (UNDP), juga mengejutkan bahwa angka melek huruf orang dewasa di Indonesia hanya 65,5%  saja. Sedangkan Malaysia sudah 86,4%. Itu artinya bahwa budaya literasi bangsa Indonesia memang masih sangat rendah dibandingkan dengan Negara tetangga sekaligus Negara-negara lainnya. 

Budaya membaca yang memang belum ditanamkan dalam diri masyarakat Indonesia dari waktu-kewaktu, akhirnya menjadi persoalan yang sering dibicarakan secara terus-menerus. Bahkan upaya pengentasan buta huruf tengah dilakukan oleh Pemerintah dan Lembaga-lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), namun tidak malah mendongkrar secara tajam bagi meningkatnya melek huruf di Republik ini. 

Persoalan yang turut menyumbang dalam masalah semacam itu bagi penulis terletak pada kesadaran masyarakat yang malah bersikap apatis pada persoalan semacam itu. Inilah tantangan-tantangan yang musti dihadapi oleh Kita sebagai Bangsa yang tentunya menginginkan agar masyarakat Indonesia punya bekal dan wawasan-wawasan baru untuk membangun Bangsa dan Negara yang bisa bersaing dengan negara-negara tetangga sekaligus negara-negara lainnya.

Budaya literasi kian hari semakin menurun dalam masyarakat saat ini. Meskipun ketersediaan sarana yang menunjang untuk mendapatkan pengetahuan tersedia, tetapi sama sekali tidak bisa mendongkrak budaya literasi bagi masyarakat. 

Hal ini tentu berimbas pada timbulnya pemahaman-pemahaman masyarakat yang masih sangat terbatas. Keterbatasan ruang pemahaman dan pola pikir masyarakat, akhirnya membuat ruang media dipenuhi dengan wacana-wacana miring dan tidak berbobot. 

Misalkan saja fenomena saat ini diruang media yang sama sekali tidak terkontrol karena memang pemahaman dan tingkat budaya baca yang masih sangat terbatas. Akhirnya pula informasi yang tidak benar malah disebarluaskan tanpa melalui pendasaran pemahaman dan uji penjernihan atas informasi yang beredar. 

Masyarakat dapat dengan cepat meneruskan informasi tersebut tanpa melakukan filter informasi, apakah layak dan benarkah informasi ini diteruskan. Inilah salah satu konsekuensi yang memang tengah dihadapi saat ini ketika budaya baca tidak lagi menjadi bagian penting dari masyarakat kita.

Membaca sebenarnya harus menjadi suatu aktivitas yang dilakukan secara terus-menerus oleh setiap orang. Seperti yang dikatakan oleh duta baca Indonesia Najwa Shihab, yang mengatakan bahwa minat baca harus menjadi gerakan bukan program. 

Memang seharusnya seperti itulah budaya literasi digerakan dalam masyarakat, sehingga pemahaman masyarakat menjadi lebih dijernihkan karena minat baca yang sudah mengakar kuat dalam diri. Membaca membuat kita menjadi semakin terangsang untuk mencari tahu tentang sesuatu sekaligus mampu menghadirkan pemahaman-pemahaman serta ide-ide yang bisa membangkitkan semangat untuk berkarya lebih banyak lagi. 

Di sini juga kita dituntut bahwa setelah membaca kita menemukan suatu gagasan baru yang bisa dengan itu menggerakan kehidupan masyarakat agar mereka mampu menemukan perubahan-perubahan itu. 

Budaya baca harus ditanam sejak dini dalam masyarakat kita, terutama untuk anak-anak yang saat ini  perlu banyak sekali pembekalan-pembekalan yang bisa menunjang aktivitas mereka didalam dunia pendidikan.e

Pendidikan harus betul-betul menerapkan budaya baca pada semua kalangan, terutama siswa dan mahasiswa. Budaya baca harus menjadi prioritas  dalam dunia pendidikan, sehingga tingkat pemahaman generasi masyarakat menjadi semakin berurat berakar dalam diri mereka. Sehingga tepat apa yang dikatakan oleh seorang pejuang Bangsa, sekaligus orang yang memang punya jiwa idealis, Tan Malaka. 

Dia pernah bilang dalam buku terkenalnya (Madilog), "Bagi seseorang yang hidup dalam pikiran yang mesti disebarkan, baik dengan pena maupun dengan mulut, perlulah pustaka yang cukup". Bagi penulis, apa yang dikatakan oleh Bapak Republik itu memang sangat tepat sekaligus memberikan sebuah kesadaran dalam membangkitkan minat baca. 

Sehingga membaca tidak sekedar hanya memahami serta mengetahui isi dari sebuah buku, melainkan yang penting, ialah dengan membaca kita mampu meneruskan pemikiran-pemikiran yang ada pada diri masing-masing orang, baik melalui mulut ataupun dengan goresan pena.e

Benih dari membaca akan melahirkan banyak tulisan-tulisan buah pikir dari manusia. Setelah membaca seseorang harus mampu melahirkan sebuah tulisan, karena dengan menulis seseorang telah meneruskan buah pikiran. Mustahil bahwa dengan tidak membaca anda mampu melahirkan sebuah tulisan. 

Penulis memang belum pernah mengetahui ada orang yang menulis tanpa terlebih dahulu membaca. Bagi penulis, lahirnya seorang yang memiliki tingkat kesadaran dalam menulis (penulis sengaja tidak menjadikan kegiatan tulis-menulis sebagai bakat, karena kegiatan menulis ada pada semua orang bukan sebagaian orang saja), sebenarnya muncul dari sikap dan kesadaran penuh dalam membaca. 

Di penghujung tulisan ini penulis ingin meminjam satu kalimat yang super hebat dari Duta baca Indonesia, Najwa Shihab. Dia pernah bilang, "Bacalah sebanyak-banyaknya buku, agar kampus tidak menjadi tempat yang memenjarakanMu".

"selama toko buku masih ada, selama itu pula kepustakaan bisa dibentuk kembali, bila perlu dan memang perlu pakaian dan makanan dikurangi, Tan Malaka".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun