Di Indonesia, fenomena kehadiran televisi swasta lokal indenden itu sendiri sangat mencolok terjadi di Sulut. Ini ditandai ketika Bunaken Tv mulai siaran pada akhir dekade 1990-an. Televisi ini milik Benny Tungka, pengusaha mal dan properti asal Makassar, Sulawesi Selatan yang berbisnis di Manado, sekaligus 'meminjam' nama marga Minahasa: Tungka.Â
Hanya saja, Bunaken Tv hanya bertahan tak lebih tiga tahun. Padahal, di situ terdapat dua koresponden televisi nasional yang kerja rangkap selaku pimpinan. Keduanya yakni Aldrin Arief (SCTV) dan Arifin Labenjang (RCTI). Kemudian pada 2002, berdiri TvM yang mengudara selama sekitar lima tahun sebelum akhirnya tutup. Dari TvM, lahir sejumlah SDM yang belakangan bekerja di stasiun-stasiun televisi setempat yang 'nongol' di kemudian hari. Sebutlah Tv5 Dinensi, Manado Tv, Manado Channel, atau Cahaya Tv Manado. Tak sedikit pula presenter wanitanya yang hijrah ke sejumlah televisi nasional.
Gulung tikarnya televisi-televisi lokal independen di Sulut ini tak lain akibat minimnya permodalan dan tidak bagusnya pengelolaan manajemen. Misalnya, tak lama usai Tv5 Dimensi diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2006 di Tomohon, Syenie Watulangkouw selaku pemiliknya, justru lebih sibuk sebagai Ketua DPD Partai Demokrat Sulut dan juga sebagai Wakil Wali Kota Tomohon.
Berbeda halnya dengan TvM yang tutup akibat teejadi konflik internal di antara dua pemiliknya, yakni Jusak Kereh dan John Hamenda, sedangkan Roy Maningkas memilih tidak berpihak. Beroperasi pada 2002, TVm akhirnya bubar setelah Hamenda terjerat hukum dalam kasus pembobolan kredit Bank Negara Indonesia (BNI) bernilai Rp 8,9 miliar.
Hamenda divonis 20 tahun penjara disertai denda Rp 1 miliar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, 4 November 2004. Seluruh harta kekayaannya dirampas oleh negara. Termasuk TvM yang 'notabene' hasil dari kongsinya dengan Kereh dan juga Maningkas..
TvM bubar, Kereh pun mendirikan Pacific Tv, sedangkan Maningkas -mantan petinggi City Bank Indonesia- kembali ke Jakarta. Belakangan, Kereh menjual sahamnya ke Kompas Geamedia Group yang memang 'kebelet' mendapatkan IPP. Maka Pacific Tv sebagai televisi independen lokal pun, tamat riwayatnya karena sudah bertransformasi menjadi Kompas Tv Manado.
Sebelumnya, pihak MNC Group 'ngotot' untuk mengaukusisi Pacific Tv tapi akhirnya dikalahkan oleh Kompas Tv. "Kalau angkanya 'deal', kami siap," kata Yulius Yokajaya, Direktur Operasional MNC Group dalam suatu perbincangan lewat ponsel.
Televisi LPS lokal lainnnya yakni Manado Tv juga dililit masalah dana yang serius pada 2010, menyusul selesainya masa pemerintaan dua periode Gubernur Sulut yang juga pemiliknya, yakni Sinyo Harry Sarundayang. Pejabat gubernur di dua provinsi (Maluku dan Maluku Utara) ini lebih memusatkan perhatiannya ke pekerjaan yang baru: Senior Advisor Berita Satu Media Holdings.
"Dua bulan lalu saya meletakkan masa jabatan sebagai Gubernur Sulawesi Utara, dan sekarang saya bergabung di dunia bisnis," katanya (Sulut Post, 15 Desember 2015).
Manado Tv kemudian diakuisisi oleh Net Tv menjadi Net Tv Manado. Menurut Harris Van Der Sloot, mantan Pemred Manado Tv, pilihan menjual saham tersebut merupakan langkah yang lebih baik, mengingat kondisi Manado Tv kala itu sudah sangat berat dari aspek keuangan. Apalagi setahu Van Der Sloot, Sarundayang makin sibuk usai dilantik oleh Presiden Joko Widodo sebagai Duta Besar Indonesia untuk Filipina merangkap Kepulauan Marshall dan Palau, Februari 2018.
Namun, mantan wartawan Liputan 6 SCTV dan Pemred Pacific Tv (sebelum diambil alih Kompas Tv) ini mengakui, akuisisi untuk Manado Tv, hanya demi merilei total siaran Net Tv dari Jakarta, alias tidak ada siaran lokalnya Dan, ini melawan UU Siaran. Beda halnya dengan Kompas Tv yang tidak pelit: memberi porsi konten lokal di Kompas Tv Manado hingga 30 persen. Persentase ini di atas ketentuan UU Penyiaran: 10 persen dari total siaran nasional.