Sebab, materi konten lokal tidak mampu menarik pengiklan. "Iklan itu tergantung dari konten tadi, itu kan timbul atau didapatkan dari konten. Kalau memang ada pemain baru atau pemain yang ada memiliki konten tidak menarik, iklan juga 'nggak' ini," ujarnya.
Hanya Program 'Basa-basi'
Opsi pemerintah mengusulkan kenaikan persentase SSJ dari 10 ke 20 persen dari total siaran suatu stasiun televisi nasional ini, terkait dengan pemberlakuan UU Cipta Kerja atau Omnibus Law khususnya untuk industri penyiaran di Indonesia. Kabar ini, sangat menggembirakan kalangan rumah produksi.
Namun permasalahan sekarang, menurut kalangan pemain SSJ yang dihubungi terpisah, bukan hanya naik atau tidak persentase konten lokal. Masalahnya, tetap saja slot tayang program lokal ini adalah pada jam-jam hantu. Slot-slot ini berlakukan pada jam-jam manusia normal lagi bermimpi alias tertidur pulas.
Jika pun stasiun televisi nasional belum memberlakukan SSJ, maka siarannya pada jam-jam itu bakal diisi dengan siaran-siaran, yang gambar (stockshot)-nya, dimutilasi dari Youtube. Hanya naskah yang ditulis sendiri dan juga narasinya. Tinggal mencari topik apa saja yang diinginkan dengan mengandalkan mesin pencari Google.Â
Membuat program yang unik-unik, semisal rumah berhantu di dunia, tinggal ketik kata kunci 'rumah berhantu', maka akan muncul cerita terkait di Google.Â
Tinggal naskahnya 'diotak-atik sedikit' kemudian disesuaikan dengan video dari Youtube, diisi narasi, diedit, kemudian ditayangkan. Program semacam ini sifatnya non-budget lantaran sekadar mengisi slot atau menambah durasi, serta kurang diminati oleh pengiklan
Andaikan toh suatu stasiun televisi nasional memberlakukan SSJ, maka pasti pihak rumah produksi selaku mitranya, mengelus dada. Bayangkan, sudah capek-capek memproduksi, bahkan masuk-keluar hutan, toh saat tayang, hanya ditonton oleh 'hantu'.Â
Jika koresponden atau stringer stasiun televisi nasional cukup syuting dan bikin naskah berita kemudian diedit di Jakarta, maka beda dengan cara kerja rumah produksi dalam membesut program SSJ.Â
Betapa tidak, rumah produksi sendiri yang mencari kru baik jurukamera, editor, atau presenter. Setelah selesai diproduksi alias diedit, Â masih harus dikirim lagi ke Jakarta untuk di-'preview'.Â
Jika gambar agak buram narasinya, agak nggak nyambung antara narasi dan stockshot misalnya, maka urusannya bisa repot. Disuruh produksi ulang, walaupun hanya untuk beberapa scene. Setelah dianggap layak, barulah dikirim ke sasiun lokalnya untuk disiarkan.