Mohon tunggu...
Patrick Alexander Putra Cengga
Patrick Alexander Putra Cengga Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Profesi saya adalah pelajar SMA di sebuah lembaga pendidikan calon imam katolik. Saya memiliki satu pencapaian, yaitu memperoleh predikat Magna Cumlaude dan juara satu di hati-Nya. Saya mengikuti organisasi OSIS sebagai pengurus Dewan Koordinasi Majalah (DKM) dan pernah menjabat sebagai Ceremonarius II OSIS Glacier.

Topik favorit : Pendidikan Hobi : Bernyanyi, beropini, bermain musik, dan mengerjakan soal matematika Kepribadian : Baik, agak aneh, dan suka berbagi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Edukasi yang Setara

11 September 2022   20:33 Diperbarui: 11 September 2022   20:36 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Setiap negara pasti memiliki tujuan nasional yang bersifat komunal, tanpa terkecuali Indonesia. Indonesia memiliki empat tujuan pokok yang hendak dicapai. Tujuan-tujuan tersebut tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Salah satu tujuan nasional Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. 

Sebagai afirmasi pernyataan itu, UUD 1945 pasal 31 ayat 1 menekankan hak warga negara dalam mendapatkan pendidikan yang layak. Ayat tersebut berbunyi demikian: “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran". Lalu, adapun dasar hukum terkait pendidikan yang tercantum dalam Undang-Undang nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang-undang itu menjamin kelancaran proses pemerolehan pendidikan dengan sarana dan prasarana yang layak.

Lebih jauh lagi, pendidikan juga berkaitan secara langsung dengan hak asasi manusia (HAM). Perihal pernyataan ini dapat dilihat secara gamblang dalam Undang-Undang nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM. Isi undang-undang tersebut adalah sebagai berikut: “Setiap orang berhak atas perlindungan bagi pengembangan pribadinya, untuk memperoleh pendidikan, mencerdaskan dirinya, dan meningkatkan kualitas hidupnya agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa, bertanggung jawab, berakhlak mulia, bahagia, dan sejahtera sesuai dengan hak asasi manusia.”

Maka dari itu, pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan memiliki arti yang sama dengan edukasi. 

Baginya, edukasi memiliki arti yang sama dengan opvoeding dalam Bahasa Belanda. Secara etimologis, edukasi berasal dari dua kata bahasa Latin, yaitu e yang artinya keluar dari dan ducere yang artinya memimpin. Bila digabungkan, arti edukasi adalah proses penuntutan keluar potensi-potensi diri manusia. Secara lebih mendalam, Ki Hajar mengartikan pendidikan sebagai segala upaya untuk menuntun kekuatan kodrati demi tercapainya keselamatan dan kebahagiaan.

Esensi Pendidikan

Keselamatan dan kebahagiaan adalah hak setiap pribadi. Maka, pemerataan pendidikan perlu dioptimalisasikan di setiap daerah. Pendidikan yang tersebar merata akan menciptakan iklim belajar yang sama di setiap daerah. Dengan begitu, kesetaraan akan tercipta dengan baik. Pendidikan harus berbanding lurus dengan kesetaraan. Setara itu adalah sifat dasar pendidikan yang perlu dijunjung.

Menurut Yudi Latif, pendidikan yang bersifat transformatif harus memiliki visi kesetaraan. Misi kesetaraan ini adalah misi mencapai kemerdekaan dalam proses belajar. 

Dalam konteks ini, kemerdekaan tidak hanya terbatas pada hak kebebasan setiap pribadi. Namun kemerdekaan tersebut adalah keterpelajaran yang diperoleh seseorang dari proses belajarnya. Dalam “Pendidikan yang Berkebudayaan”, korelasi antara kemerdekaan dan keterpelajaran semakin terlihat jelas. 

Secara etimologi, kata “merdeka” berasal dari kosakata bahasa Sansekerta “maharddhika” yang artinya sakral, bijak, dan terpelajar. Maka dari itu, pribadi merdeka adalah orang-orang yang menjunjung tinggi kebaikan bersama (bonum commune) untuk menciptakan kesetaraan strata sosial di tengah masyarakat.

Di sisi lain, Andrias Harefa berpendapat bahwa pendidikan bukanlah suatu hal yang boleh disepelekan. Pendidikan (education) adalah present on-going continuous process. Maka, pendidikan perlu dilakukan secara terus-menerus. Selain itu, pendidikan juga disebut berjalan beriringan dengan pelatihan (training) dan pengajaran (learning/studying). Bila disejajarkan dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara, ketiga jenis proses belajar tersebut sejalan dengan konsep tiga daya manusia. 

Proses belajar berdasarkan tiga daya manusia adalah belajar olah rasa, olah pikir, dan olah kehendak. Dalam hal ini, pendidikan adalah olah rasa dan pikir, pengajaran adalah olah pikir, dan pelatihan adalah olah kehendak. Segalanya bekerja dalam satu harmoni. Bila dianalogikan tiga daya manusia sama dengan daun semanggi yang bercabang tiga. Tiga cabang tersebut bergabung menjadi satu. Jadi, ketiga proses itu adalah sama atau setara.

Realitas yang Terjadi

Dewasa ini, semangat kesetaraan disebarluaskan dengan menggunakan bahasa lisan. Adapun sapaan atau ungkapan yang kerap digunakan oleh masyarakat adalah “smart people”. Sapaan itu mengingatkan masing-masing pribadi tentang kapabilitas kodratinya yang perlu dikembangkan secara kontinu. Secara historis, ungkapan tadi memiliki makna yang sama dengan kata “bung” yang umum digunakan pada saat politik “superioritas Eropa” merajalela. Sepenggal kata sederhana tadi perlahan membentuk kepribadian moral seseorang sebagai pejuang.

Semangat juang tersebut perlu ditanam dengan subur di tanah air. Hal ini perlu ditekankan karena adanya kemungkinan Indonesia mengalami bonus demography, yaitu keadaan dimana banyak masyarakat yang memiliki usia produktif. Ini menjadi kesempatan emas bagi Indonesia untuk bangkit dari segala rasa inferior yang ditanamkan melalui mitos zakelijkheid oleh Belanda. Lantas, apakah Indonesia mampu bangkit dari keterpurukan dan berdiri kokoh di hadapan banyak bangsa? Atau apakah Indonesia hanya akan mengalami stagnasi?

Namun nyatanya pendidikan di Indonesia masih kurang baik. Berdasarkan data BPS pada tahun 2019, Indeks Pembangunan Manusia Indonesia mencapai angka 71,92. Angka tersebut memang terlihat biasa saja. Tetapi bila kita melihat data IPM daerah timur Indonesia, akan sangat terlihat ketimpangan pendidikan yang sedang terjadi. 

Daerah yang memiliki IPM yang rendah ialah Papua (60,84), Papua Barat (64,70), Nusa Tenggara Timur (65,23), Nusa Tenggara Barat (68,14), Gorontalo (68,49), Maluku Utara (68,70), Maluku (69,45), Sulawesi Barat (65,73), dan Sulawesi Tengah (69,50). Semua daerah itu, memiliki angka IPM di bawah rerata IPM negara. Tentu saja, hal ini adalah suatu keprihatinan yang cukup besar. 

Apalagi pada tahun 2045, Indonesia dinyatakan akan mengalami bonus demography. Saat itu, sumber daya manusia berusia produktif akan berjumlah besar. Fenomena ini akan menjadi titik balik kebangkitan Indonesia yang disebut sebagai Macan Tidur.

Dengan  adanya surplus SDM, Indonesia akan mampu bangkit di tengah stagnasi ekonomi yang terjadi di negara yang kekurangan SDM produktif. Namun apakah betul Indonesia mampu “bangkit dan pulih lebih cepat”? Mengingat surplus kuantitas SDM, tidak akan menjamin  kebaikan kualitas SDM. Barangkali surplus kuantitas dapat diiringi penurunan kualitas.

Selanjutnya, kita dapat melihat perkembangan angka IPM di daerah Indonesia Timur masih kurang dari rerata IPM. Pada tahun 2021, BPS kembali meninjau IPM di Indonesia. Tentunya data yang digunakan untuk menetapkan IPM tetap sama, yaitu angka harapan hidup, harapan lama sekolah, rata-rata lama sekolah, dan pengeluaran per kapita. 

Dengan begitu, pendidikan tetap saja menjadi faktor yang cukup besar dalam IPM. Terutama karena terdapat dua poin tentang pendidikan dalam menentukan besar IPM. Lebih lanjut, IPM Indonesia mengalami kenaikan dari angka 71,92 menjadi 72,29. Kendati demikian, angka IPM di wilayah timur Indonesia masih berada pada status yang sama, yaitu status sedang (60≤IPM<70). 

Daerah-daerah tersebut ialah Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, Gorontalo, dan Sulawesi Tenggara. Angka IPM yang paling rendah ialah 60,82 yang dipegang oleh Provinsi Papua. Hal ini menandakan bahwa pemerintah perlu melakukan upaya pemerataan pendidikan. 

Hal itu perlu dilakukan mengingat selisih angka indikator Harapan Lama Sekolah (HLS) dan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) mengalami penurunan. Pada tahun 2021, angka HLS  dan RLS Indonesia hanya naik sebesar 0,22 dan 1,00 persen. Sedangkan, pada tahun 2020, angka HLS dan RLS Indonesia mengalami kenaikan sebesar 0,74 dan 1,46 persen.

Hal ini patut menjadi keprihatinan bersama. Mengingat fenomena meningkatnya SDM produktif Indonesia semakin dekat. Sekitar kurang dari 23 tahun, kita akan menghadapi fenomena itu. Waktu seakan mengejar kita untuk segera melebarkan langkah untuk semakin cepat maju. 

Upaya Pemerataan

Maka dari itu, pemerataan pendidikan perlu dilakukan dengan cara melakukan optimalisasi metode belajar di seluruh Indonesia. Setiap sekolah harus menggunakan model pembelajaran “student-centered class”. Dengan begitu, kesetaraan mulai tercipta dari lingkungan terkecil, yaitu. Dalam model pembelajaran ini, guru perlu menyampaikan proses belajar yang interaktif dan atraktif sehingga pembelajaran tidak monoton. Model pembelajaran seperti ini akan mengubah kelas menjadi tempat aktualisasi diri. Setiap murid akan menjadi lebih memahami pembelajaran dan mengalami perkembangan dalam hal kepercayaan diri.

Selain itu, standar pendidikan setiap daerah harus disamaratakan. Bila hal itu tidak dilakukan, kualitas setiap pelajar akan turun dan berbanding terbalik dengan nilai akademis yang kian melonjak. Contoh sederhana fenomena ini adalah keadaan di saat metode pembelajaran dan bobot setiap sekolah dibedakan sehingga muncul istilah “sekolah favorit” dan “sekolah biasa”. Fenomena ini akan semakin menyudutkan beberapa daerah yang masih dalam tahap pembangunan. Semua sekolah harus menyamaratakan materi dan standar penilaian yang dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan begitu, kesan pendidikan yang berwajah dua tidak lagi timbul di tengah masyarakat.

Sumber:

https://jdih.kemenkeu.go.id/fulltext/1989/2tahun~1989uupenj.htm#:~:text=Hal%20ini%20dimaksudkan%20untuk%20memberi,warga%20negara%20berhak%20mendapat%20pengajaran%22.

https://ham.go.id/2016/05/31/setiap-wni-berhak-mendapatkan-pendidikan-yang-layak-terjangkau-dan-berkwalitas/

https://ayoguruberbagi.kemdikbud.go.id/artikel/kesimpulan-dan-refleksi-pemikiran-pemikiran-ki-hajar-dewantara/

Latif, Yudi. (2020). Pendidikan yang Berkebudayaan. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Harefa, Andrias. (2004). Manusia Pembelajar. PT Gramedia, Jakarta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun