Mohon tunggu...
Patrick Valdano Sarwom
Patrick Valdano Sarwom Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa ilmu komunikasi Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa "APMD" Yogyakarta

Menulis, Membaca serta mengembangkan intelektual

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Sorong Ibu Kota Provinsi Termuda Menghadapi Gejolak Politik pada PILKADA 2024

2 November 2024   00:42 Diperbarui: 2 November 2024   00:42 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ibu kota termuda di Indonesia yang diresmikan beberapa tahun belakangan ini ialah Sorong Provinsi Papua Barat Daya dan beberapa Provinsi lain di Papua, Provinsi Papua Barat Daya diresmikan tepatnya pada tanggal 9 Desember 2022 oleh Kemendagri, Provinsi ini mempunyai lima kabupaten yanik: Kabupaten Sorong, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Maybrat, Kabupaten Tambrauw, Kabupaten Raja Ampat, dan satu kotamadya yakni Kota Sorong. Oleh karena itu, Sorong akan mengalami gejolak politik dalam masa pemilihan kepala daerah (PILKADA) tahun 2024 ini. 

Mulai dari politik gentong babi hingga politik kesukuan/identitas dan menjadi moment yang berbeda dari beberapa tahun lalu. Sorong sudah berulangkali mengadakan pemilihan Bupati, Wakil Bupati, Wali Kota, dan Wakil Wali Kota. Namun pada tahun 2024 cukup berbeda karena Sorong pertama kalinya mengadakan pesta demokrasi untuk  memilih Gubernur dan Wakil  Gubernur yang layak memimpin ibu kota termuda ini.  

Terlepas dari hal itu, Sorong merupakan kota terbesar kedua setelah Kota Jayapura, kota ini juga menjadi kota pertama atau pintu masuk transportasi laut yang datangnya dari luar Pulau Papua.  Baik kedatangannya dari Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan daerah-daerah lainnya di luar Pulau Papua, pastinya akan menyinggahi kota tersebut sebelum melanjutkan perjalanan ke daerah Papua lainnya di ujung timur. 

Selain menjadi kota persinggahan atau kota pelabuhan, Kota Sorong juga dijuluki kota minyak, karena di kota ini pertama kalinya perusahan minyak pada tahun 1935 yang dimiliki Netherlands (Belanda).  Perusahan ini  melakukan pengeboran minyak bumi pertama di tanah Papua. Dari kegiatan pengeboran minyak terjadilah deretan beberapa peristiwa sejarah ekonomi dan awal keberadan Belanda menduduki kota tersebut. 

Menjadi kotamadya tak terlupakan dengan eskalasi ekonomi yang berputar di kota minyak tersebut membuat orang dari berbagai daerah datang untuk melakukan transaksi ekonomi agar memenuhi kebutuhan hidup. Perkembangan ekonomi di kota tersebut menjadikan kota ini sebagai sentral dalam aktivitas masyarakat sehari-hari, berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2022, jumlah jiwa mencapai 20.952, dan pada tahun 2023 mencapai angka  294,978 jiwa, angkat tersebut menunjukkan peningkatan penduduk setiap tahun dengan adanya pemekaran provinsi.

Dengan adanya peningkatan penduduk tersebut membuat banyak sekali terobosan baru yang akan muncul, namun di sisi lain akan membangkitkan berbagai patologi atau penyakit masyarakat kalau tidak dikelola dengan optimal.

Perbedaan Pandangan 

Ada perpedaan antara PILKADA 2020 dan 2024,  PILKADA 2020 berjalan cukup kondusif. Tetapi pada PILKADA 2024 ini terjadi perbedaan pandangan antara pemerintah (KPU) dengan masyarakat lokal yang menjurus ke perselisihan.  Perbedaan pandangan muncul terkait keputusan komisi pemilihan umum KPU Papua Barat Daya tentang  calon gubernur provinsi Papua Barat Daya yang bukan orang asli Papua. 

Perselisihan itu bisa dilihat dari adanya gugatan kepada KPU Papua Barat Daya dengan melakukan demonstrasi oleh beberapa masyarakat dengan mendukung hasil keputusan Majelis Rakyat Papua Barat Daya (MRPBD) terkait bakal calon yang bukan orang asli Papua, padahal dalam Undang-undang No. 2 tahun 2021 tentang Otonomi Khusus  Papua yang memiliki  hak mutlak oleh Orang Asli Papua (OAP).  Dalam Undang-undang tersebut ada dua syarat penting  untuk PILKADA 2024 yang serentak secara nasional. Pertama, syaratnya adalah orang asli Papua. Kedua kedudukan MRP dalam memberikan pertimbangan dan persetujuan untuk setiap bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Barat Daya. 

Dengan adanya Undang-undang (UU) otonomi khusus (otsus) Papua memberikan kesempatan untuk orang asli Papua untuk dapat bersaing di kanca politik. Dengan demikian demokrasi di Indonesia akan berkembang karena masyarakat yang mempunyai hak wilayah tidak terpinggirkan dan juga tidak terbelakang. Bukan berarti menyikirkan penduduk yang dari luar Papua namun memberikan ruang kepada masyarakat adat dengan ini anak asli Papua untuk membengun daerahnya dan masyarakatnya tanpa terkecuali juga memperhatikan masyarakat pendatang yang menetap di Provinsi Papua Barat Daya. 

Namun keputusan MRP Papua Barat Daya dianulir oleh KPU Papua Barat Daya dengan meloloskan bakal calon yang bukan orang asli Papua.  Keputusan KPU menimbulkan gejolak  politik di provinsi termuda ini. Gejolak  politik terjadi dengan munculnya  demonstrasi pada bulan September 2024 oleh masyarakat yang tidak puas atas keputusan KPU.  KPU dianggap tidak menghargai keputusan MRP Papua Barat Daya untuk memilih calon pemimpin daerah dari orang asli Papua berdasarkan UU Otonomi Khusus Papua. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun