“Bagi saya, matematika itu ada bentuk kejujuran di sana. Jawaban matematika itu mutlak, dengan berbagai proses dan cara, ada tujuannya, dan hasilnya hanya ada satu,” kata guru kelahiran Jakarta ini. Namun pandangan menarik dan positif tentang matematika tentu tidak serta-merta dimiliki oleh Desy sejak duduk di bangku sekolah. Terinspirasi dari ibunya, maka Desy memutuskan untuk melanjutkan studi di jurusan pendidikan Matematika. Awalnya, wanita penyuka lemon tea ini sempat merasa terjebak, ‘nyemplung’ di jurusan matematika.
Hingga suatu ketika, pengalamannya di mata kuliah PKL, membuka pandangannya tentang ilmu matematika. “Saat PKL ada satu murid kelas 8 yang sangat pandai matematika, tapi punya keterbatasan dari segi ekonomi. Jadi dia sulit untuk beli buku. Di toko buku, anak itu menulis, nyalin soal-soal yang ada di buku tersebut,” tutur perempuan yang hobi makan nasi goreng. Kagum dengan hal itu, Desy pun menyemangati anak itu, mengajar dengan penuh semangat saat PKL, lalu membelikan buku matematika kepada siswa tersebut usai masa PKL. Berawal dari pengalaman PKL itu, Desy terpanggil untuk menjadi guru matematika yang kini hadir dengan sosok yang penuh semangat dan berhasil menjadi inspirasi bagi siswa-siswinya di SMP Don Bosco 2.
Bagi Desy, mengajar siswa-siswi di era digital tentu tak lepas dari berbagai tantangan. Salah satunya banyak siswa yang bertanya tentang manfaat belajar matematika. “Banyak manfaatnya. Setidaknya bisa hitungan dasar atau basic, kalau anak saat nanti sudah dewasa, diminta urus perusahaan milik keluarga, ya bisa bikin kemajuan, bukan jadi tutup perusahaannya karena ditipu, nggak paham tentang dasar-dasar berhitung. Matematika itu mengajarkan kita untuk punya daya juang, strategi, kerja keras, ketekunan. Itu semua terpakai dalam membangun perusahaan,” jelas guru yang hobi dengan kegiatan seputar seni.
Lebih lanjut, Astrid pun menambahkan beberapa contoh, saat siswa pergi ke mall dengan teman, tentu sangat dibutuhkan penerapan dari ilmu matematika. Misalnya ingin membeli minuman boba drink, croffle, mengisi saldo di sebuah pusat bermain di mall, pasti mengandalkan ilmu dasar matematika. Hal lain lagi, matematika juga sangat dibutuhkan dalam hal merencanakan liburan, mengatur budget bulanan, dll. “Nggak cuma itu, kita misal mau kasih kado ulang tahun teman, untuk crush, dll pasti butuh hitung budget kan. Trus anak-anak sekarang mulai suka bisnis kecil-kecilan ya harus ngerti juga tentang mat,” kata Astrid.
Desy pun memiliki trik untuk mematahkan pemikiran yang keliru tentang matematika sebagai ilmu yang mematikan. “Trik saya dalam penilaian, misal anak jawab salah, kita nggak langsung memberi respon nilai nol atau poin yang sangat kecil, tapi saya beri poin yang cukup sesuai tingkat kesalahan. Jadi anak itu merasa oh saya dihargai sesuai dengan usaha saya loh,” ungkap wanita asal Jakarta ini.
Cara lainnya adalah Desy selalu memberikan motivasi bahwa matematika itu adalah sebuah tantangan yang harus dipecahkan, sangat bisa dipelajari, dilatih dan semua butuh proses. Artinya belajar pun bukan sebuah hal yang instan. Meski begitu, banyak siswa yang umumnya sudah takut dan overthinking bahwa mereka akan melewati remedial. Padahal ulangan matematika belum berlangsung.
Menurut Desy, dalam pelajaran matematika biasanya ada materi yang mudah dikuasai dan ada yang sulit dikuasai, namun proses tetap lebih diprioritaskan. Kalau pun harus remedial maka remedial tidak melulu dipandang negatif, tapi itu adalah bagian dari proses.
“Anak berlatih menerima kegagalan, belajar dari kegagalan kemarin, mungkin ada kekeliruan. Prosesnya dijalani dengan baik, ikuti lagi. Perkuat pondasi dasar, bisa ngerjain tapi belom tentu memahami, belum benar-benar mengerti sebab-akibat,” kata guru yang pernah bertugas menjadi pemazmur ketika duduk di bangku SMP.