Ilustrasi - dokter dengan jas putihnya (Shutterstock)
Barusan pada simposium satu hari yang lalu saya mendengar harapan dari salah seorang pimpinan Ikatan Dokter Indonesia bahwa ada pasien yang menyatakan tidak pernah diperiksa oleh dokter karena dokternya tidak memakai jas putih. Saran beliau kenakanlah jas putih sebagai penanda kita adalah dokter.
Saya merasa tergelitik untuk membahas hal ini karena mungkin terdapat pergeseran makna dan pemahaman jas putih di kalangan dokter. Banyak dokter merasa bahwa jas putih adalah simbol profesi dokter dan dalam bertugas mereka akan selalu berusaha untuk memakai jas putih. Persepsi masyarakat juga bahwa jas putih adalah milik dokter. Seseorang yang memakai jas putih adalah dokter.
Saya beberapa kali bertemu sejawat dari luar, dan mereka sebagian besar memakai jas snelli yang panjang sampai ke bawah dan hanya digunakan di ruang praktek. Jas tersebut tergantung di ruang kerja dan setiap hari diganti. Pada saat bertemu dan berbincang-bincang dengan kami mereka selalu memakai pakaian biasa yang rapi dan biasanya memakai dasi.
Menarik sekali bahwa di Indonesia suasana yang berbeda kita temui, seorang dokter di Indonesia sering sekali berangkat dari rumah sudah memakai jas putih, dalam mobil memakai jas putih, sampai di rumah sakit memakai jas putih. Sekali lihat orang langsung tahu bahwa itu adalah dokter. Pada saat pulang jasnya dibawa lagi. Jika mau turun ke belanja ke mall atau pasar maka jasnya diletakkan di sandaran kursi mobil.
Jas putih sudah menjadi identitas. Dari penampilan jasnya seseorang tahu apakah itu dokter spesialis atau dokter umum atau masih residen dan dokter umum. Jas menjadi identitas yang cepat. Di rumah sakit tertentu seperti tempat saya bertugas dahulu, jas putih lengan panjang hanya digunakan dokter spesialis yang lazim disebut sebagai dokter konsulen. Jas putih lengan pendek digunakan oleh residen dan dokter umum. Kalau masih mahasiswa kedokteran masih belum memakai jas tetapi memakai baju tertentu yang sepintas dan sekali lihat orang akan langsung mengidentifikasi, itu dokter muda atau mahasiswa kedokteran. Di tempat saya bertugas sekarang, banyak dokter yang memakai jas tetapi sebagian spesialis tidak memakai jas. Mereka menggunakan name tag sebagai identitas. Jas putih lengan panjang digunakan oleh residen dan trainee.
Bagi mahasiswa kedokteran yang selesai menjalani pendidikan, akan merasakan suatu perasaan yang susah diungkapkan pada saat pertama kali mereka membuat jas putih untuk mereka gunakan pertama kali. Mereka merasakan grade mereka meningkat saat pertama kali menggunakan jas putih tersebut. Ada kebanggaan yang susah diungkapkan dan dijelaskan dengan kata kata. “Saya dokter lho”, sepenggal kalimat ini mungkin dapat menjelaskan sebagian rasa kebanggaan tersebut. Perasaan yang lama-lama mungkin memudar tetapi tidak pernah hilang sama sekali.
Petugas di rumah sakit, di pintu masuk yang ketat biasanya langsung mengidentifikasi mobil seseorang sebagai mobil dokter jika yang di dalamnya ada orang memakai jas putih. Bisa duduk di belakang, samping sopir di depan, tetapi bisa juga yang membawa mobil. Jika yang bersangkutan lupa membawa kartu atau jika parkir hanya dengan menggunakan secarik kertas maka petugas parkir biasanya akan menyilakan lewat tanpa mempermasalahkan kartu parkir. Hal ini tidak berlaku jika parkir menggunakan sistem modern dengan menggunakan mesin tanpa manusia. Jika Anda ingin masuk ke suatu rumah sakit dan ingin tidak membayar parkir, pakailah jas putih dan percayalah sama saya, Anda di sebagian besar rumah sakit akan dihargai begitu masuk parkiran akan disapa, “Selamat pagi, Dok,” dan tidak akan ditanya macam-macam. Tetapi jikapun Anda seorang dokter tetapi tidak mempunyai jas putih dan masuk parkiran dan kelupaan membawa kartu serta Anda tidak mau membayar karena merasa sebagai pegawai rumah sakit merasa tidak nyaman membayar, siap-siaplah Anda berdebat panjang lebar dengan petugas parkir rumah sakit. Karena di sebagian besar rumah sakit, parkiran dikelola oleh “out sourcing” yang bisa berganti-ganti setiap tahun dan tidak sempat mengenali dokternya.
Dari jas putih yang dikenakan, Anda akan bisa memperkirakan bonafiditas seorang dokter. Jika jas yang digunakannya sangat rapi, licin dan tanpa bercak-bercak, bisa diperkirakan pemakainya adalah dokter spesialis yang cukup banyak duitnya. Jika dokternya mengenakan jas putih kumal dan lecek, bisa diperkirakan bahwa yang bersangkutan hidup susah dan kemungkinan ini adalah dokter peserta program pendidikan yang harus menghemat rupiahnya dengan laundry atau cucian hanya sekali seminggu. Bahkan saking hematnya, dari baunya saja kita sudah bisa menduga bahwa ini baju sudah tidak dicuci cukup lama. Hal yang pernah penulis rasakan karena sudah menjalani hal yang sama.
Ada dokter yang sedikit kesal karena ada petugas nonmedis memakai baju jas menyerupai jas putih dan berkata bahwa orang itu ingin menyerupai dokter sehingga memakai baju mirip jas putih. Sebegitu berartinya identifikasi dengan jas putih bagi seorang dokter.
Pada saat saya keluar, pemandangan yang berbeda saya jumpai. Tidak ada jas yang lazim di negeri ini. Yang ada adalah jas snelli putih yang panjang. Setiap berjumpa mereka selalu memakai baju rapi, sebagian besar lengan pendek dan memakai dasi. Mereka tidak kurang rapi dan bersih serta sangat menarik. Identitas mereka ada pada “name tag” di dada mereka. Di Cafetaria pada saat makan saya tidak menemui orang dengan baju putih yang duduk atau minum kopi. Tetapi saya yakin sebagian mereka adalah dokter.
Saya berjalan dengan salah seorang guru saya dan kebetulan beliau memakai jas snelli lengan panjang dan panjang hampir mencapai lutut. Beliau ditegur oleh teman beliau dan ditanya, walaupun dalam bahasa yang sangat halus untuk menegur beliau kenapa memakai baju snelli dibawa keluar ruangan. Beliau menyatakan bahwa baju itu baru pagi ini diambil dari laundry rumah sakit dan masih baru dipakai.
Pemahaman saya yang mula-mula memahami bahwa baju jas putih adalah identitas mulai berubah. Seorang guru besar saja tidak boleh memakai jas putih snelli keluar ruangan. Setelah saya berdiskusi, ternyata ada pemahaman saya yang salah. Saya yakin karena saya dibentuk dengan kultur yang sama dengan kultur dokter dokter sejawat saya yang lain di Indonesia, maka saya yakin dan percaya bahwa persepsi yang sama dimilki oleh sebagian dokter di Indonesia.
Baju jas snelli lengan panjang berfungsi untu melindungi. Jika kita praktikum di labor, digunakan untuk melindungi kita dari kontaminasi bahan berbahaya di laboratorium. Juga berfungsi mencegah kontaminasi pakaian kita dengan bahan-bahan toksik dan infeksius di laboratorium. Warna jas putih juga berperanan agar kita cepat waspada dengan perubahan warna atau bercak bisa jadi terjadi kontaminasi dengan bahan infeksius atau toksin.
Di rumah sakit atau klinik, Jas putih digunakan untuk memproteksi dokter dari penyebaran penyakit. Jas putih tersebut berfungsi melindungi pakaian kita dari kontaminasi kuman, bakteri atau virus yang bisa menempel ke baju kita dan kita pindahkan ke pasien lain. Pemindahan penyakit ini malahan bisa sampai kepada keluarga kita.
Sebagian besar rumah sakit saya perhatikan belum menganggap bahwa baju jas bisa sebagai sumber transmisi penyakit. Kecuali pada lokasi-lokasi tertentu seperti ICU dan ruang perawatan intensif lain. Dokter pindah dari ruang satu ke ruang lain dengan memakai jas yang sama dan kemungkinan transmisi melalui jas yang sama akan besar.
Bagi peserta program pendidikan dokter spesialis dengan penghasilan yang kecil dan tidak punya sumber pendapatan lain, biaya laundry atau pencucian jas putih adalah bagian yang harus dihematnya. Tanpa pemahaman yang tepat terhadap transmisi penyakit ini, mereka menggunakan jas berhari-hari dan sangat potensial memindahkan penyakit baik kepada pasien maupun keluarga.
Di negara kita tercinta ini, praktek identitas ini sudah berjalan cukup lama dan akan susah untuk menghindarkannya. Tetapi ada beberapa hal yang mungkin dapat kita lakukan untuk mencegah transmisi penyakit melalui baju
1. Rumah sakit menyediakan baju jas putih dan digunakan di ruang pemeriksaan.
2. Jas putih disediakan di masing-masing ruang rawatan dan digunakan pada saat meeriksa pasien dan diletakkan kembali ke tempatnya di ruangan.
3. Identifikasi dokter melalui “name tag”
Dan tentu saja para dokter harus merelakan bahwa jas putihnya tak lagi merupakan identitas dan dapat digunakan semua orang.
Seorang dokter dihargai bukan hanya melalui jasnya tetapi melalui apa yang dapat dia lakukan untuk masyarakat dan pasiennya. Dan tentu saja saya harus menghargai sang ketua IDI yang meminta dokter melakukan pemeriksaan dengan menggunakan jas. Yang saya koreksi mungkin pernyataan sang ketua bahwa masyarakat tidak percaya yang memeriksa dokter karena tidak memakai jas, karena identitas seharusnya diperhatikan melalui "name tag". Tetapi dokter sebaiknya memeriksa menggunakan jas untuk menghindarkan transmisi, jas disediakan klinik, selesai hari itu jas langsung di-laundry oleh klinik atau rumah sakir agar dokternya tidak memindahkan penyakit kepada pasien lain dan kepada keluarga di rumah. Identitas dokter kita percayakan kepada "name tag".
Jakarta,3 Agustus 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H