Mohon tunggu...
Patra Mokoginta
Patra Mokoginta Mohon Tunggu... Lainnya - Warga kotamobagu

Penulis Buku

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengenal Raja-raja Manado Abad XVII (Bagian 4 - Tamat)

7 Oktober 2021   22:12 Diperbarui: 7 Oktober 2021   22:22 1847
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Makam Raja Loloda Mokoagow. sumber : manado.tribunnews.com

Sambungan .........

Di tahun ini, putra mahkota Manado yang di kenal sebagai Moco atau Mocoago yang di tahun-tahun sebelumnya telah mendapakan pendidikan Spanyol di Ternate bersama Pangeran Siau, dilantik sebagai Raja Manado menggantikan Ayahnya sebagaimana pendapat Stella Mantiri; Loloda Mokoagow menjadi Raja Manado pada tahun 1644.

Pangeran yang mendapat ilmu dari Spanyol yang kelak menjadi musuh utama Spanyol juga di Sulawesi utara.

Di tahun 1644 ini, Tadohe ''Koning van Manado en Loloda" yang telah nyata iman Kristiani-nya, untuk pertama kali menyandang nama Dom Fernando sebagai nama Kristennya sebagaimana tercantum dalam Laporan Frater. Andre Lopes, dari Commission Of Fr. Provincial,untuk Fr. General, Rome Tahun 1644; ''De Tarnate a Manados so 30 legoas por mar. O rey h christo, chama-sse Dom Fernando'' terjemahan bebasnya; "Dari Ternate ke Manado itu adalah 30 legoas melalui laut (115 mil), Rajanya seorang Kristen yang dikenal sebagai Dom Fernando''.

Mengirimkan putra mahkota menuntut ilmu pengetahuan melalui Spanyol di Ternate,  punya kekuatan armada laut, persenjataan berbubuk mesiu, adalah kekuatan yang dimiliki Raja Don Fernando (Tadohe) yang membentuk sejarah di Sulawesi Utara berupa kebesaran nama Manado dan Bolaang Mongondow.

Menurut Stella B Mantiri, Loloda Mokoagow resmi dilantik menjadi raja pada tahun 1644 (pada usia 23 Tahun). Maka di tahun 1644 inilah berakhirnya masa pemerintahan Raja Tadohe, Rey Cristiao Dom Fernando, Koning van Manado en Loloda, anak dari Raja Mokodompit dan Gogune. Ia digantikan sang putra mahkota, El Moco, Mocoago, yang kemudian dikenal dengan Loloda Mokoagow

LOLODA MOKOAGOW

Raja Loloda Mokoagow, Koning van Manado.

Pada tulisan kali ini saya membatasi hanya pada hadirnya kuasa asing dari Spanyol hingga VOC (Belanda) di Manado. Kiprah Loloda Mokoagow akan dibahas pada kesempatan lain melalui tulisan yang berbeda.

Profil Loloda Mokoagow

Loloda Mokoagow lahir tahun 1621. Ibunya bernama Kijaba yang pada awalnya seorang Muslim sebelum akhirnya dibaptis menjadi Kristen pada tahun 1638 sebagaimana telah di urai sebelumnya. Wilken mencatat silsilah Raja-Raja Bolaang Mongondow dalam buku Geslacht In de Taal Van Bolaang Mongondow  bagian "Buk Ouman Sinomongondou'' (Buku Hikayat Berbahasa Mongondow), berikut penggalannnya: 

"Jo Kijaba Notonibuloi taja duwa Tadohe adi ki Mokoagow inta Datu Binangkang, Adi ki Mokodompit, Adi Ki Konda". Artinya : "Kemudian Kijaba menikah dengan Tadohe memperoleh anak : Mokoagow yang adalah Datu Binangkang, Mokodompit (Macarompius),dan Konda".

Silsilah Loloda Mokoagow dari pihak laki laki ( ayah ) garis lurus ke atas : Loloda Mokoagow putera dari Raja Tadohe, Raja Tadohe putera dari Raja Mokodompit, Raja Mokodompit putera dari Raja Makalalo, Raja Makalalo putera dari Raja Busisi, Raja Busisi putera dari Raja Damopolii, Raja Damopolii putera dari Raja Jajubangkai dan Raja Jajubangkai putera dari Raja Mokodoludut.

Mokoagow oleh Spanyol dikenal sebagai Moco. Seorang putra mahkota Manado yang menempuh pendidikan Spanyol di Ternate bersama Pangeran Siau sebagaimana telah diulas  sebelumnya. ''El Moco se cria en nuestra cassa junto con el principe de Siao que es de su edad'' artinya "Moco dibesarkan di rumah kami bersama dengan pangeran Siao yang seusianya''. Pangeran ini saat lahir diberi nama Mokoagow sebagaimana kutipan slagbom di atas. 

Selanjutnya dalam banyak dokumen, pangeran ini terkenal dengan nama Loloda Mokoagow dan Datu Binangkang. Kebanyakan kalangan di Mongondow memang mengenalnya juga sebagai Loloda Mokoagow. 

Tradisi menyebutkan sebagaimana literatur di Mongondow, penamaan ini dikenang terkait peristiwa berhasilnya Raja Tadohe menundukan orang-orang Loloda, sebuah kelompok di masa itu cukup disegani di perairan Sulawesi Utara. 

Namun dalam buku Toedoe in Passi; Sejarah Desa Hingga Kiprah Loloda Mokoagow, Uwin Mokodongan selaku penulis buku itu memberi penjelasan detil dari segi bahasa terkait penamaan putra Tadohe tersebut. 

Sebuah perkataan yang sebenarnya sungguh tak asing di telinga orang Mongondow. Loloda berasal dari Bahasa Mongondow. Kata dasarnya adalah Loda' yang berarti hancur, remuk, atau dalam ungkapan yang kasar berarti mati. 

Kata dasar Loda' yang ditambahi Lo di depannya sehingga menjadi Loloda' dalam bahasa Mongondow berarti; alat penghancur, peremuk, atau alat pencacah. Biasanya digunakan untuk menghancurkan atau meremukan benda-benda yang keras, atau dipakai untuk memukul sesuatu yang keras, biasanya batu. 

Bentuk Loloda' seperti palu besar/godam sebagai alat bantu untuk menghancurkan.  Jika dijadikan sebagai nama seseorang maka sebutan itu diperuntukan pada seseorang yang berani dan kuat bagaikan godam penghancur. Sedangkan Mokoagow kata dasarnya adalah Agow yang berarti ambil atau raih. 

Dalam tata bahasa Mongondow, Moko artinya dapat sehingga Mokoagow berarti dapat meraih sesuatu. Dari segi filosofi, nama Loloda Mokoagow, menurut Uwin, memiiki arti; karena memiliki sebuah alat maka sesuatu dapat diraih. Itulah makna dari Looda Mokoagow. 

Tak heran jika Dunnebier menyebutkan daam over de Vorsten van Boaang Mongondow, bahwa oloda Mokoagow ditradisikan memiliki kekuatan persenjataan sehingga dapat menaklukan banyak suku bangsa.

Loloda Mokoagow menjadi Raja Bolaang dan Raja Manado dalam usia 23 tahun melalui hak waris dari Ayahnya Don Fernando atau Raja Tadohe. Ini sudah kesepakatan turun-temurun sejak era Mokodoludut, moyang mereka.

Setelah menjadi Raja, kalangan umum di Sulawesi Utara, mengenal Raja ini dengan sebutan Raja Loloda, Raja Mokoagow, Raja Loloda Mokoagow dan Datu Binangkang. 

Semuanya mengacu ke orang yang sama, putra Tadohe. Dalam laporan atau dokumen resmi belanda raja ini tercatat dengan nama Loloda Mocoago (Loloda Mokoagow) terkadang disebut Koning van Amurang, Koning Van Bolaang, dan Koning Van Manado.

Loloda Mokoagow Melawan Kuasa Asing

Saat dilantik sebagai Raja, Loloda Mokoagow dihadapkan pada posisi aliansi yang berbalik arah; Spanyol yang pernah bersekutu dengan Ayahnya (Don Fernando) melawan Ternate dan Belanda, kini menjadi musuh utama di wilayahnya. 

Maka Loloda Mokoagow harus memutar haluan menjadikan Ternate-VOC/Belanda (musuh Spanyol) sebagai sekutu untuk melawan Spanyol. Meski pada akhirnya konektivitas antara Loloda Mokoagow dengan VOC-Belanda adalah arena diplomatik yang cepat berubah-ubah ketika tak dibilang sebagai tipu muslihat belaka.

Membaca David Henley kita memperoleh informasi, Raja Manado dua kali mengirim utusan ke Ternate meminta kehadiran Belanda dan Ternate untuk melawan Spanyol di Sulawesi Utara. 

"Envoys from North Celebes did seek Dutch protection against Spanish enemies in 1643 and 1654, they came both times in the name of the raja of Manado and Bolaang'' (Setelah bentrokan besar antara Kerajaan Manado melawan Spanyol tahun 1642, Garnisum Spanyol masih bertahan di Manado, Tahun 1643 setahun setelah utusan dikirim, pecah pertempuran besar seperti yang turut disinggung oleh Lopez: 

"Garnisun Spanyol masih berada di Manado sekarang akan menghadapi pemberontakan lokal paling kejam sampai saat ini: pemberontakan 10 Agustus 1644".

Perlawanan Raja Manado yang disokong rakyatnya dari pesisir termasuk Bolaang, Bantik, Tonsea, kelompok Batachina (Bacan) di Manado dan beberapa kelompok suku Alifuru di pedalaman, kecuali Tondano yang disebut masih selalu setia bersama Spanyol.

Utusan yang dikirim Raja Manado era Tadohe akhir tahun 1643 tiba bulan Februari dan diterima bulan April 1644, atas desakan Sultan Ternate dibentuk ekspedisi gabungan Belanda Ternate. Kapal Egmont dikirim ke Manado di akhir tahun 1644 pada masa Raja Loloda Mokoagow. 

Perihal ekspedisi bantuan untuk kerajaan Manado melawan Spanyol ini disebutkan oleh Stella Mantiri : ''Kapal Egmont di kirim Ke Bandar Manado bersama seorang kapiten Melayu, Paulus Andriessen, 70 orang Belanda dan 50 orang Mardika (keturunan Porto moluccas) di perkuat oleh sejumlah kora kora Ternate''. Ekspedisi ini cukup sukses, sisa-sisa pasukan Spanyol korban perang 10 Agustus 1644 ketakutan dan segera meninggalkan Manado.

Tahun 1652 Spanyol di Ternate mengirim ekspedisi ke Manado dengan maksud menghukum para pemberontak (Peristiwa 10 Agustus 1644). Lopez menyatakan : ''En 1652 desde Ternate se manda una expedicin de castigo de rebeldes al mando del capitn Bartolom de Cosar, y suestancia se prolonga al menos por un ao'' (Pada tahun 1652 dari Ternate sebuah ekspedisi untuk menghukum pemberontak dikirim di bawah komando Kapten Bartolom de Cosar, dan masa inap diperpanjang setidaknya selama satu tahun).

Awalnya pasukan Spanyol memusatkan kekuatannya di Tondano serta menduduki Amurang. Dari Amurang mereka berhasil menerobos masuk kerapatan hutan rimba  hingga menembus keberadaan suku-suku Alifuru di pedalaman hutan rimba dan dataran tinggi. Spanyol lantas berhasil menguasai suku-suku itu setelah melalui medan yang sulit ditembus. 

Hal yang mulanya diragukan Loloda Mokoagow. Disitu Spanyol mulai menancapkan kukunya. Tujuan utamanya adalah menguasai produksi beras. Sisanya adalah apa yang membuat suku-suku pedalaman mulai tak nyaman oleh gangguan Spanyol yang bertindak semena-mena dan kurang-ajar.

Akhir Tahun 1653, Loloda Mokoagow kembali mengirim utusan ke Ternate. Kali ini ia berani berhitung dengan cara mengundang kehadiran VOC-Belanda ke Manado. Tujuannya jelas, sebab ia mulai gusar dengan keberadaan Spanyol di pesisir wilayahnya bahkan ketika mampu masuk hingga ke pedalaman.

Menurut Stella Mantiri, Loloda Mokoagow mengirim utusan kepada Gubernur Belanda di Ternate untuk menjalin persahabatan dan persekutuan serta mengijinkan VOC mendirikan Loji tetap di negerinya yang mengenai hal mana telah diberikan penjelasan dan kebijaksanaanya kepada Tuan Arnold De Vlamingh Van Outhoorn (De Vlaminghs) bersama Gubernur dari Ternate oleh Pemerintah Tinggi VOC'. Dijelaskan juga bahwa daerah pedalaman sudah sulit diharapkan karena telah dikuasai Spanyol. 

Utusan Raja Loloda Mokoagow ditanggapi serius oleh Pemerintah Belanda di Ternate. Tak tangung-tanggung Gubernur Simon Cos datang langsung ke Manado mendirikan benteng kayu. 

Menurut Mantiri, tindak lanjut dari itu Raja Manado menyiapkan 700 waraney guna menghadapi kemungkinan serangan Spanyol dan Belanda menempatkan 8 orang garnisun di Manado.

Tahun 1654 Spanyol menandatangani Perjanjian dengan Raja Manado. Sebagaimana catatan Lopez Berikut kutipannya : ''Pada 16 Juli 1654, perjanjian perdamaian baru ditandatangani dengan Manado. kami mendokumentasikan surat dari Gubernur Manrique de Lara di mana dia mengatakan bahwa ada perdamaian yang ditandatangani dengan raja-raja Macasar, Tidore, Calonga dan Manado''.

Tahun 1656 Spanyol masih berusaha mempertahankan kehadirannya di Manado, seperti yang di urai oleh Lopez : '' Kita sekali lagi mendapat kesaksian tentang kehadiran Spanyol di Manado selama tahun 1656, ketika sumber-sumber Fransiskan mencatat ekspedisi lain di bawah komando Sersan Mayor Juan de Ytamarren (di mana Fransiskan Fray Pedro de San Buenaventura akan pergi)".

Tahun 1657 VOC-Belanda memperkuat garnizunnya di Manado, Benteng kayu tetap dipertahankan dan menambah 35 tentara Belanda sebagaimana dicatat Mantiri. 

Sementara itu menurut Lopez, tindakan Belanda ini bentuk dari ambisi untuk menguasai Manado dengan memanfaatkan permintaan bantuan Raja Manado. mengutip dari Lopez : 

"Belanda mulai untuk berambisi menguasai langsung wilayah ini, dan pada 1657 mereka mendirikan pemukiman pertama mereka di Manado. Mengambil keuntungan dari permintaan bantuan lokal ( utusan Raja Manado), mereka memulai pembangunan benteng pertama mereka di daerah tersebut, dari mana mereka akan mencoba untuk memutuskan aliansi yang masih dimiliki penduduk setempat ( Alifuru Pedalaman) dengan Spanyol". 

Sementara Siau sebagai sekutu utama Raja Manado--Bolaang tetap memperlihatkan kedekatannya dengan Spanyol, kata Lopez ; "Manado, recelosa del poder de Siao'' (Manado mulai mencurigai Siau). Ini akan berdampak pada tahun-tahun selanjutnya, "pengeroyokan'' terhadap Siau oleh aliansi yang mana  Manado-Bolaang terlibat aktif didalamnya. (Ini akan saya ulas pada tulisan berbeda di kesempatan lainnya terkait Sejarah Raja Loloda Mokoagow).

Pengaruh Simon Cos yang makin kuat di Manado serta upaya monopoli berasnya membuat Loloda Mokoagow mulai menghambat atau memperlambat pembangunan Benteng. Gejolak mulai muncul di pesisir Kema yang mulai memperlihatkan antipati terhadap Belanda. Sementara itu wilayah pedalaman suku-suku Alifuru mulai diprovokasi oleh Spanyol.

Menurut Stella Mantiri tahun 1660 VOC tidak berhasil medapatkan beras yang dibutuhkan dari pedalaman. Akibatnya Simon Cos yang tak sabar mulai unjuk kekuatan. Ia memblokade selat Lembeh dengan menempatkan 2 buah kapal VOC patrol.  

Di saat-saat itu Raja Loloda Mokoagow justru berlayar ke wilayah lain membangun aliansi mulai dari Teluk Tomini, Belang, Kema, hingga Buol dikunjungi langsung.

Sebagaimana Raja Manado yang mulai konflik dengan Belanda (Simon Cos) Tonsea di wilayah pesisir (Kemah) pun mulai bergejolak. Mantiri menyebutkan "Simon Coz mendatangkan 4 kapal Chaloupen bersama 65 prajurit dan beberapa orang merdeka untuk menumpas pemberontakan di negeri kema''. 

Situasi Sulawesi utara saat itu memanas. Kerajaan Manado yang berupaya menyingkirkan Spanyol dengan bantuan Belanda, sementara rakyat di pesisir yang anti Spanyol pun mulai memusuhi Belanda. Tonsea yang anti Spanyol di serang oleh Belanda. Sementara itu dipihak Spanyol, Tondano masih teguh berdiri.

Tahun 1663 terjadi pemberontakan besar di Tondano melawan Belanda yang oleh kalangan disebut sebagai Perang Tondano I. Menurut Belanda peristiwa ini di latar belakangi provokasi pihak Spanyol ke penghuni Tondano sebagaimana di ungkapkan oleh Lopez : '

'Belanda menunjuk ( menuduh )sebagai penghasut besar pemberontakan ini seorang Yesuit Francisco de Miedes, yang setelah dievakuasi Spanyol dari Maluku mampu merekrut 50 pengikut di Ternate untuk mencapai Sulawesi melalui Siao. Jesuit pada tahun 1663 di Tondano menawarkan bantuan untuk berperang melawan Belanda, menyediakan mesiu dan mendorong kemungkinan membangun benteng lagi di dekat daerah itu''.

Utusan Raja Manado yang berdampak pada Sejarah Sulawesi Utara

Utusan Raja Manado yang meminta bantuan ke Spanyol dan akhirnya Belanda berakhir pada kuatnya pengaruh Belanda di jazirah Sulawesi Utara yang berakhir tersingkirnya Loloda Mokoagow dari Manado akibat perbuatan dari pihak yang yang awalnya di harapkan untuk membantu mengamankan Kerajaan Manado dan Bolaang.

Dari uraian di atas bagaimana Raja Manado dua kali mengirim utusan ke Belanda di Ternate untuk meminta bantuan melawan Spanyol. Utusan atas nama Raja Manado yang oleh orang-orang Belanda abad 19 di olah menjadi Utusan suku-suku Alifuru pedalaman rimba untuk membebaskan mereka dari kerajaan bahari, Manado- Bolaang. 

Suatu distorsi sejarah yang fatal, bagaimana tidak, gejolak awal hingga pertengahan abad 17 antara kekuatan Spanyol melawan Belanda, di saat bersamaan Belanda mendapatkan sekutunya Raja Manado-Bolaang untuk menyingkirkan musuh utamanya Spanyol berubah menjadi Belanda di undang oleh suku suku alifuru pedalaman untuk membebaskan mereka dari musuhnya Spanyol yakni kerajaan Bolaang.

David Henley dalam Nationalism And Regionalism In A Colonial Context Minahasa In The Dutch East Indies, menyatakan:

''Seperti gagasan bahwa Minahasa sendiri telah bersatu pada zaman kuno, tradisi aliansi seperempat milenium dengan Belanda melibatkan banyak distorsi fakta sejarah. Ketenaran Supit, misalnya, sebagian terletak pada keyakinan bahwa ia adalah salah satu dari beberapa pemimpin Minahasa yang melakukan perjalanan ke Ternate menjelang akhir periode Spanyol untuk meminta dukungan VOC melawan penindasan Kastilia. Menurut tradisi ini, pakta 1679 pada akhirnya merupakan hasil prakarsa Minahasa. 

Akan tetapi, catatan VOC menunjukkan bahwa meskipun utusan dari Sulawesi Utara memang mencari perlindungan Belanda dari musuh Spanyol pada tahun 1643 dan 1654, mereka datang dua kali atas nama raja Manado dan Bolaang, bukan masyarakat dataran tinggi. 

Jika Alfurs benar-benar terlibat, mereka mungkin hanya mewakili bagian barat Minahasa yang mengakui kekuasaan Bolaang pada saat walak lain condong ke Spanyol. 

Intervensi Belanda di landstreek van Manado oleh karena itu mungkin lebih banyak dimulai karena konflik internal di antara mereka. Walak daripada sebagai akibat dari antipati bersama mereka terhadap Spanyol. Hal yang sama mungkin adalah bahwa tradisi hanya membesar-besarkan peran historis beberapa tokoh belakangan, dan bahwa tidak pernah ada undangan Minahasa kepada VOC.

Apapun yang mendorong keputusan Belanda untuk menduduki Manado pada tahun 1655, bagaimanapun juga, tidak ada hubungannya dengan perjanjian yang ditandatangani di sana 24 tahun kemudian. 

Kontrak tahun 1679 hanyalah salah satu dari serangkaian perjanjian yang mengukuhkan berbagai bagian Sulawesi Utara sebagai wilayah ketergantungan VOC setelah kerajaan Makasar yang dikalahkan menyerahkan klaim lemah atas wilayah tersebut pada tahun 1667. 

Juga tidak ada dalam teks perjanjian yang menunjukkan hubungan yang sangat baik dengan Minahasa. Perlindungan---dari Bolaang, bukan Spanyol---diperluas ke Alfurs hanya dengan syarat, antara lain, Ini adalah vassalage dengan kontrak daripada penaklukan, tetapi vasalage tetap. 

Di tempat lain dalam perjanjian, orang Minahasa disebut sebagai "subyek perusahaan/VOC". Kata bondgenoten atau mitra perjanjian, yang ditafsirkan oleh saya kemudian untuk menunjukkan tingkat kesetaraan antara penandatangan, muncul dalam kontrak tambahan tahun 1699. 

Dokumen, bagaimanapun, juga menegaskan kembali perjanjian 1679 secara penuh dan menambahkan ketentuan baru bahwa Alfur yang terlibat dalam praktik tradisional pengayauan harus diadili dan dihukum oleh Kompeni''.

Loloda Mokoagow wafat.

Loloda Mokoagow wafat pada tahun 1693, Mengutip dari Mantiri : "Hingga Datoe Binankang, Raja Manado mangkat pada tahun 1693 ia masih mengharapkan kembalinya Manado dan Malesung yang telah menjadi Minahasa dan Bolaang Mongondow, suaru harapan yang tidak akan pernah terkabul karena sejarah tidak lagi memberikan kesempatan. 

Seluruh nusantara sudah jatuh ke tangan VOC dan menjadi Hindia Belanda, Bukan Tandingan pakasaaan malesung dan kerajaaan Manado lagi. Jenazah Datoe Binankang. 

Raja Manado di kuburkan di Bolaang Mongondow dan pada jaman Raja Jacobus Manoppo datanglah orang Minahasa membawa kapur dan batu lalu membangun makam terbuat dari beton bagi Raja Manado yang masih di kasihinya itu."

Wafatnya Raja Manado, Datoe Binangkang, Loloda Mokoagow maka berakhirlah tahta kerajaan Manado. Puteranya sebagai pengganti Loloda Mokoagow kelak membawa nama klan Manoppo di kenal sebagai Koning van Boelang atau Koning van Mogonde, Bukan lagi Koning van Manado.

Dengan wafatnya Raja Manado ini maka selesai juga tulisan saya ''Mengenal raja raja manado abad XVII". Terima kasih.

Tamat

Sumber data yang di olah :

  • Abdulrahman, Paramatiha R.  Bunga angin Portugis di nusantara : Jejak jejak kebudayaan portugis di nusantara. 2008
  • Amal, Adnan M . kepulauan Rempah rempah sejarah Maluku Utara 1250-1950. 2006
  • Aritonang, Sihar Jan dan Steenbrink, Karel.  A History Of Christianity in Indonesia. 2008
  • Campo Lpez, Antonio C., "La presencia espa- ola en el norte de Sulawesi durante el siglo XVII. Estudio del asentamiento espaol en el norte de Sulawesi ante la oposicin local y la amenaza holandesa (1606 - 1662). 2017
  • Henley, David. Nationalism And Regionalism In A Colonial Context Minahasa In The Dutch East Indies. 1992
  • Henley, David. A Superabundance Of Centers: Ternate And The Contest For North Sulawesi.1993
  • Henley, David dan Caldwell, Ian. Kings And Covenants Stranger-Kings And Social Contract In Sulawesi.2008
  • https://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Bolaang_Mongondow
  • Jacobs, Hubert. Documenta Malucensia III. 1984
  • Mantiri, Stella. Datu Binankang Raja Manado 1644-1689 Pelopor Kemerdekaan Di Nusantara Utara. 1990
  • Ramerini , da Marco. Scritto. GLI SPAGNOLI NELLE ISOLE MOLUCCHE 1606-1663/1671-1677 La Storia Della Presenza Spagnola Nelle Isole Delle Spezie. 2020
  • Riedel,J.G.F.  Inilah Pintu Gerbang Pengetahuwan Itu Apatah Dibukakan Guna Orang Orang Pandudokh Tanah Minahasa . 1863
  • P.J.B.C. Robid Van Deer Aa.  De Groote Bantamsche Opstand in het Midden der Vorige Eeuw 
  • Wilken dan Swarzh Geslachts In De Taal Van Bolaang-Mongondou bagian "Buk Ouman Sinomongondou''
  • W,Dunnebier. Over de Vorsten van Bolaang Mongondow. 1949

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun