Mohon tunggu...
SRI PATMI
SRI PATMI Mohon Tunggu... Mahasiswa Magister Program Studi Strategi Pertahanan - Dari Bumi ke Langit

Membumikan Aksara Dari Bahasa Jiwa. Takkan disebut hidup, jika tak pernah menghidupi.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Inilah 3 Kesalahan Besar Mortir Dan Amunisi Operasi Seroja Timor Timur

2 April 2022   17:53 Diperbarui: 25 April 2022   19:21 3676
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Operasi Seroja di Timor Timur menyusun taktik hadapi Fretilin Sumber : aceh.tribunnews.com

Indonesia pernah melakukan 2 kampanye militer besar yaitu Operasi Trikora di Papua dan Operasi Seroja di Timor Timur. Sampai dengan saat ini, sejarah panjang ini masih menjadi refleksi bagaimana upaya pemerintah untuk menjaga kedaulatan NKRI. Sebagaimana operasi militer yang seharusnya menjadi urusan dalam negeri, ternyata berbeda dengan Operasi Seroja karena banyak negara yang turut mengintervensi. Hampir sama dengan konflik Rusia VS Ukraina , meski tidak terlibat secara langsung, banyak negara yang menunggangi "permainan kepentingan" dalam Operasi Seroja. Akhirnya yang menjadi korban adalah ABRI, partai Fretilin, UDT, dan Apodeti serta penduduk sipil.

Disadari atau tidak, conflict of interest pelaksanaan Operasi Seroja tidak dapat dielakkan oleh para prajurit ABRI yang memegang teguh Sapta Marga, 8 Wajib TNI dan Sumpah Prajurit. ABRI mengemban 2 misi yaitu perpanjangan tangan alat negara dan misi kemanusiaan. Akibat pertikaian partai yang berkuasa menyebabkan sipil kena imbasnya. Bahkan Mayjen Benny Moerdani menganggap operasi Seroja adalah bencana militer yang tercatat sepanjang sejarah.

Alih-alih mencoba senjata perang buatan PINDAD dan test kemampuan ABRI, ternyata hasilnya jauh dari apa yang diharapkan. Perang dingin berlanjut pada pembantaian sipil. Karena 3 partai besar ini semakin membabi buta membawa kemerdekaan Timor Timur dibawah bendera partai yang dianggap Tangguh dan mampu membawa Timor Timur berdikari. ABRI pun chaos karena strategi berubah-ubah dalam pelaksanaan Operasi Seroja. Kegagalan strategi ini mengakibatkan prajurit gugur di medan perang :

  • Tahun 1975 : TNI AD 133 personil, TNI AL 13 personil, dan TNI AU 1 personil jumlah keseluruhan 147 orang
  • Tahun 1976 : 311 personil TNI AD, 25 personil TNI AL, 1 personil TNI AU, dan 14 personil dari POLRI jadi jumlah keseluruhan adalah 352. Lebih parah lagi karena POLRI turut menjadi korban dalam perang dingin ini.
  • Tahun 1977 : TNI AD 178 personil, TNI AL 57 personil, TNI AU berjumlah 4 personil, dan 3 personil dari POLRI dengan total keseluruhan 242 orang.
  • Tahun 1979 : 349 personil TNI AD, 23 personil TNI AL, 3 personil dari TNI AU, dan 4 personil dari POLRI dengan jumlah 379 orang.

Kondisi sangat menyeramkan ketika para prajurit pulang masih selamat tetapi organ tubuh tidak lengkap bahkan ada yang cacat permanen.

***

Revolusi Anyelir Timor Timur berperan penting terhadap dekolonisasi Portugal. Muncullah partai lokal yaitu APODETI, FRETILIN, UDT, TRABALISTA, KOTA. Meski satu tujuan untuk MERDEKA, partai ini memiliki ideologi yang berbeda. UDT (Uniao Democratica Timorense) menginginkan Timor Timur tetap berada di bawah kekuasaan Portugal, Sedangkan APODETI (Associacao Popular Democratica Timorense) menginginkan Timor Timur berintegrasi dengan Indonesia, dan FRETILIN (Frente Revolucionaria de Timor Leste Independente) menginginkan Timor Timur merdeka sebagai sebuah negara berdaulat. Nah dari ideologi saja sudah jauh dan tidak akan ada titik temu, sehingga terjadi pertikaian antar partai yang melibatkan sipil.

Karena apa? 

Kekuatan 3 partai ini tidak berimbang. Ya jelas, Fretilin didukung oleh pasukan militer Timor Portugis. Sedangkan UDT didukung oleh pegawai negeri, polisi dan Jemaah gereja. Bagaimana mau berimbang? Satu pegang senjata, satu tidak bersenjata. Banyak mortir yang menyasar di Atambua, sampai perbatasan ke Indonesia. Bahkan sipil dari Timtim meminta suaka perlindungan kepada Indonesia.

Kesalahan Amunisi dan Mortir Indonesia 

Grand strategy ini yang masih belum digodok dengan matang dan terkesan gegabah dalam mengambil tindakan :

1. Rapat Konsolidasi Prajurit ABRI Belum Terlaksana

Setelah Operasi Trikora yang terjadi tanggal 19 Desember 1961 -- 15 Agustus 1962, Indonesia saat itu belum sempat berbenah dan melakukan perbaikan. Sebenarnya presiden yang saat itu berkuasa sempat menolak permintaan Amerika Serikat. Karena belum ada konsolidasi antara presiden dan TNI. AS sengaja mendekati Indonesia karena melihat peluang sebelumnya Indonesia telah memberantas pengaruh komunis di Indonesia (G30S/PKI). Saat itu diketahui bahwa presiden menyerahkan konflik perang dingin Timtim itu ke Australia. Dengan strategi dan kelihaian AS mendesak terus menerus. Akhirnya presiden menetapkan operasi pertama dengan nama Tim Flamboyan dengan sandi operasi KOMODO. Tim Flamboyan terdiri dari Kopasus, Litling 64, Intelstrat dll. Didukung oleh LINUD dari Madiun dan Kupang. Tim Flamboyan dikomandoi oleh Dading Pambudi dari Kopassus. Mereka bertugas untuk evakuasi tokoh Apodeti, menyelamatkan kerajaan Sabe, Kerajaan Ainaro dan kerajaan kecil lain yang pro dan ingin masuk ke Indonesia.

Menurut penuturan TNI, beberapa mortir yang masih terpasang didalam senjata adalah mortir-mortir dan granat ex Operasi Trikora di Papua. Bayangkan saja, dari tahun 1962 sampai dengan 1975? 14 tahun granat dan amunisi belum pernah diganti, sudah harus turun melakukan operasi lagi.  

2. Pendaratan Pasukan ABRI di Pusat Daerah Pertahanan Lawan

Selain dijaga oleh militer Indonesia, dibawah Batalyon 743 dibentuklah 1200 Hansip di perbatasan. Tanggal 7 Desember 1975 Brigade 4 Diponerogo didaratkan di Dili simultan dengan LINUD. Gampangnya begini, Linud adalah Lintas Udara. Aerospace dalam peperangan atau operasi merupakan center of gravity, ketika pasukan diterjunkan pada pusat pertahanan musuh? Akhirnya banyak prajurit yang diserang saat terjun payung, ingin mendarat dan belum sempat berbuat apa-apa diudara? Habis sudah. Berbeda cerita dengan Batalyon Linud Inggris di Mavinas yang diterjunkan pada pusat daerah pertahanan musuh dengan tujuan memutus jalur logistik, jalur komunikasi, menghancurkan Gudang persenjataan. Nah, konsentrasi penurunan pasukan di Dili ini kurang terarah. Akhirnya banyak prajurit harus gugur dan memicu beban emosional. Prajurit ABRI yang selamat membabi buta menembaki semua orang termasuk sipil. Padahal, sebelumnya sipil Timtim sudah percaya dengan Indonesia yang akan memberi suaka dan merasa aman bersama Indonesia. Dari sini, sipil langsung antipati terhadap Indonesia.

3. Langsung Mengganti Sistem Kerajaan di Timtim Menjadi Republik

Sebelum menjadi Repulik Demokratik Timor-Leste (RDTL), Timor Timur sangat mempercayai seorang seorang raja sebagai pemimpin. Mengutip dari sumber Portugis dari Duarte Barbosa (1516-1517) yang mengatakan bahwa disebelah timur Pulau Jawa terdapat pulau-pulau dalam jumlah banyak, diantaranya ada sebuah pulau yang diberikan nama "Timor" mempunyai raja yang berdiri sendiri. Bahkan penduduk setempat atau pandangan orang Belu ada seorang raja yang merupakan putra tuhan yang bernama "Meromak O'an" yang berarti PUTERA TUHAN. Dari sini saja, sebenarnya center of gravity penduduk Timtim adalah raja. Maka kekuasaan politik sesungguhnya berada di tangan raja.

Sayangnya, deklarasi Balibo saat UDT menyerah terhadap Indonesia dan terbunuhnya pimpinan Fretilin, Nicolao Lobato, karena dianggap telah lumpuh total dibawah operasi Seroja, Indonesia masuk dengan sistem pemerintahan yang baru. Untuk sesuatu hal yang baru, pasti akan memicu kontradiktif, apalagi berabad lamanya mereka sangat mempercayai raja. Disini permainan Indonesia kurang cantik dan terkesan memaksakan. Belum lagi orang-orang yang dipilih menjadi Bupati, Camat, Lurah adalah orang-orang yang pro ke Indonesia. Notabene, sipil paling banyak adalah dari para pendukung Fretilin yang tidak pro ke Indonesia. Hal inilah yang memicu pertentangan.

Saat penjajahan oleh Portugis di Timtim, 2 otoritas paling kuat adalah geraja dan adat. Portugis saat di Timtim tidak mengubah tatanan kepemerintahan disana. Pemerintahan Portugis hanya sebatas Regulator. Susunannya begini : Raja Besar, Raja Kecil, Administrator (Gubernur dan Bupati), CV de Posto kalau sekarang itu camat, Fofo Asaung sekarang itu RT/RW.  Nah pintarnya Portugis mengambil hati Timor Timur, ia hanya mengintervensi sampai di Administrator. Selebihnya adalah adat dan gereja yang menjalankan sistem pemerintahan di Timtim.

Inilah refleksi perjalanan masa lalu Operasi Seroja yang akan selalu dikenang sebagai pelajaran di masa yang akan datang. Kuncinya, penyusunan doktrin yang tepat akan menghasilkan strategi dan taktik yang tepat.

Bogor Barat, 2 April 2022

Salam,

Sri Patmi

Sumber : Pelaku Sejarah "Untold Story"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun