Setelah Operasi Trikora yang terjadi tanggal 19 Desember 1961 -- 15 Agustus 1962, Indonesia saat itu belum sempat berbenah dan melakukan perbaikan. Sebenarnya presiden yang saat itu berkuasa sempat menolak permintaan Amerika Serikat. Karena belum ada konsolidasi antara presiden dan TNI. AS sengaja mendekati Indonesia karena melihat peluang sebelumnya Indonesia telah memberantas pengaruh komunis di Indonesia (G30S/PKI). Saat itu diketahui bahwa presiden menyerahkan konflik perang dingin Timtim itu ke Australia. Dengan strategi dan kelihaian AS mendesak terus menerus. Akhirnya presiden menetapkan operasi pertama dengan nama Tim Flamboyan dengan sandi operasi KOMODO. Tim Flamboyan terdiri dari Kopasus, Litling 64, Intelstrat dll. Didukung oleh LINUD dari Madiun dan Kupang. Tim Flamboyan dikomandoi oleh Dading Pambudi dari Kopassus. Mereka bertugas untuk evakuasi tokoh Apodeti, menyelamatkan kerajaan Sabe, Kerajaan Ainaro dan kerajaan kecil lain yang pro dan ingin masuk ke Indonesia.
Menurut penuturan TNI, beberapa mortir yang masih terpasang didalam senjata adalah mortir-mortir dan granat ex Operasi Trikora di Papua. Bayangkan saja, dari tahun 1962 sampai dengan 1975? 14 tahun granat dan amunisi belum pernah diganti, sudah harus turun melakukan operasi lagi. Â
2. Pendaratan Pasukan ABRI di Pusat Daerah Pertahanan Lawan
Selain dijaga oleh militer Indonesia, dibawah Batalyon 743 dibentuklah 1200 Hansip di perbatasan. Tanggal 7 Desember 1975 Brigade 4 Diponerogo didaratkan di Dili simultan dengan LINUD. Gampangnya begini, Linud adalah Lintas Udara. Aerospace dalam peperangan atau operasi merupakan center of gravity, ketika pasukan diterjunkan pada pusat pertahanan musuh? Akhirnya banyak prajurit yang diserang saat terjun payung, ingin mendarat dan belum sempat berbuat apa-apa diudara? Habis sudah. Berbeda cerita dengan Batalyon Linud Inggris di Mavinas yang diterjunkan pada pusat daerah pertahanan musuh dengan tujuan memutus jalur logistik, jalur komunikasi, menghancurkan Gudang persenjataan. Nah, konsentrasi penurunan pasukan di Dili ini kurang terarah. Akhirnya banyak prajurit harus gugur dan memicu beban emosional. Prajurit ABRI yang selamat membabi buta menembaki semua orang termasuk sipil. Padahal, sebelumnya sipil Timtim sudah percaya dengan Indonesia yang akan memberi suaka dan merasa aman bersama Indonesia. Dari sini, sipil langsung antipati terhadap Indonesia.
3. Langsung Mengganti Sistem Kerajaan di Timtim Menjadi Republik
Sebelum menjadi Repulik Demokratik Timor-Leste (RDTL), Timor Timur sangat mempercayai seorang seorang raja sebagai pemimpin. Mengutip dari sumber Portugis dari Duarte Barbosa (1516-1517) yang mengatakan bahwa disebelah timur Pulau Jawa terdapat pulau-pulau dalam jumlah banyak, diantaranya ada sebuah pulau yang diberikan nama "Timor" mempunyai raja yang berdiri sendiri. Bahkan penduduk setempat atau pandangan orang Belu ada seorang raja yang merupakan putra tuhan yang bernama "Meromak O'an" yang berarti PUTERA TUHAN. Dari sini saja, sebenarnya center of gravity penduduk Timtim adalah raja. Maka kekuasaan politik sesungguhnya berada di tangan raja.
Sayangnya, deklarasi Balibo saat UDT menyerah terhadap Indonesia dan terbunuhnya pimpinan Fretilin, Nicolao Lobato, karena dianggap telah lumpuh total dibawah operasi Seroja, Indonesia masuk dengan sistem pemerintahan yang baru. Untuk sesuatu hal yang baru, pasti akan memicu kontradiktif, apalagi berabad lamanya mereka sangat mempercayai raja. Disini permainan Indonesia kurang cantik dan terkesan memaksakan. Belum lagi orang-orang yang dipilih menjadi Bupati, Camat, Lurah adalah orang-orang yang pro ke Indonesia. Notabene, sipil paling banyak adalah dari para pendukung Fretilin yang tidak pro ke Indonesia. Hal inilah yang memicu pertentangan.
Saat penjajahan oleh Portugis di Timtim, 2 otoritas paling kuat adalah geraja dan adat. Portugis saat di Timtim tidak mengubah tatanan kepemerintahan disana. Pemerintahan Portugis hanya sebatas Regulator. Susunannya begini : Raja Besar, Raja Kecil, Administrator (Gubernur dan Bupati), CV de Posto kalau sekarang itu camat, Fofo Asaung sekarang itu RT/RW. Â Nah pintarnya Portugis mengambil hati Timor Timur, ia hanya mengintervensi sampai di Administrator. Selebihnya adalah adat dan gereja yang menjalankan sistem pemerintahan di Timtim.
Inilah refleksi perjalanan masa lalu Operasi Seroja yang akan selalu dikenang sebagai pelajaran di masa yang akan datang. Kuncinya, penyusunan doktrin yang tepat akan menghasilkan strategi dan taktik yang tepat.
Bogor Barat, 2 April 2022
Salam,
Sri Patmi
Sumber : Pelaku Sejarah "Untold Story"