Mohon tunggu...
SRI PATMI
SRI PATMI Mohon Tunggu... Mahasiswa Magister Program Studi Strategi Pertahanan - Dari Bumi ke Langit

Membumikan Aksara Dari Bahasa Jiwa. Takkan disebut hidup, jika tak pernah menghidupi.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Ilmu Pertahanan sebagai Dasar Kehidupan

29 Desember 2021   05:45 Diperbarui: 29 Desember 2021   05:56 1423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Gambar: anantakusumawibawa.wordpress.com

Semua agama memerintahkan kepada umatnya untuk selalu menjaga dan merawat negara di mana manusia bertempat tinggal. Ini berarti pertahankanlah tanah airmu dari serangan musuh-musuhmu dengan sekuat tenaga, sehingga membela tanah air itu merupakan suatu kewajiban bagi setiap warga negaranya. 

Dalam membela negaranya, manusia tidak boleh berlebihan dalam memperlakukan orang-orang (musuhnya) terutama yang sudah kalah atau menyerah dalam perang, sehingga perlu ada etika dan moral yang membatasinya. 

Namun demikian, dalam menjaga kedaulatan dan integritas negaranya, rakyat yang tergabung dalam Komponen Pertahanan harus tetap memiliki semangat juang yang tinggi sehingga dapat memenangkan perang dalam rangka mempertahankan kedaulatan dan integritas negara. 

Ilmu pertahanan merupakan salah satu produk budaya, namun juga memengaruhi perkembangan budaya itu sendiri karena tanpa adanya lingkungan dan kondisi yang aman, maka budaya tidak akan berkembang. 

Demikian pula Kesehatan manusia sangat erat kaitannya dengan kemampuan pertahanan, karena dengan manusia yang sehat, pertahanan dapat dilakukan secara optimal. Namun sebaliknya, pertahanan tidak dapat dilakukan dengan optimal apabila komponen pertahanan negara tidak memiliki kesehatan yang prima.


Menelaah Ilmu Pertahanan Dengan Agama dan Keyakinan

Manusia merupakan makhluk pencari kebenaran. Pada dasarnya upaya-upaya yang dilakukan oleh setiap manusia terarah pada suatu pencapaian kebenaran, meskipun antarmanusia mempunyai cara yang berbeda untuk mencapainya. 

Umumnya, terdapat tiga hal dalam mencari, mendatangi, dan menemukan kebenaran Ilmu Pertahanan, yaitu ilmu, filsafat, dan agama. Ketiga jalan ini memiliki ciri-ciri tersendiri dalam proses pencarian dan penemuan kebenaran, namun juga memiliki pola hubungan sebagai berikut: 

1. Ilmu Pertahanan merupakan suatu usaha pemahaman manusia yang disusun dalam suatu sistem mengenai kenyataan, struktur, pembagian, dan hukum-hukum untuk mempertahankan hidup yang dicermatinya sejauh yang dapat dijangkau daya pikiran manusia melalui pengindraannya, serta kebenarannya dapat diuji secara empiris melalui penelitian observasi dan eksperimental dari pengalaman nyata. 

2. Filsafat Pertahanan merupakan ilmu khusus yang mencoba menjawab permasalahan pertahanan yang tidak dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan umum. Hal ini dikarenakan masalah-masalah tersebut berada di atas atau di luar jangkauan ilmu pengetahuan pada umumnya. 

Filsafat Pertahanan merupakan hasil upaya manusia dengan akal budinya dalam memahami, mendalami, dan menyelami hakikat Tuhan YME, alam semesta, dan manusia secara radikal dan integral terhadap hakikat mempertahankan hidup.

3. Agama merupakan satu sistem credo (tata keimanan atau tata keyakinan), ritus (tata peribadatan), dan norma (tata kaidah) atas keyakinan seseorang. Agama juga mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan YME, hubungan antara sesama manusia, dan hubungan antara manusia dengan alam semesta. 

Dalam mempertahankan hidupnya, manusia juga bersandar pada agama yang dianutnya. Manusia meyakini agama menuntun usaha-usaha dalam mempertahankan hidupnya.  

Dengan demikian, Ilmu Pertahanan memiliki kaitan yang sangat erat dengan hukum-hukum Tuhan YME yang tertuang dalam Kitab Suci, yaitu dimulai dengan bagaimana menyatakan perang dengan negara lain dan mempertahankan eksistensi serta kedaulatan negara; bagaimana memperlakukan manusia pada saat berperang yang harus selalu berpegang pada prinsip-prinsip kemanusiaan; dan bagaimana memperlakukan manusia pada saat pascaperang. 

Penjelasan di atas menggambarkan hubungan antara ilmu pertahanan dengan filsafat pertahanan dan agama yang tidak dapat dipisahkan dari eksistensi manusia sendiri sebagai subjeknya. 

Manusia merupakan subjek yang berilmu (mencari ilmu), subjek yang berfilsafat (mengkaji filsafat), dan subjek yang beragama (menganut agama). 

Namun demikian, manusia dihadapkan pada suatu perbedaan dan persamaan tertentu dalam menjalani proses eksistensinya sebagai subjek melalui ketiga bidang tersebut.


Titik Persamaan 

Agama maupun ilmu pertahanan dan filsafat pertahanan berurusan atau bertujuan dengan perihal yang sama, yaitu kebenaran atas upaya manusia mempertahankan hidup. 

Ilmu pertahanan mencari kebenaran mengenai alam dan termasuk manusia (entitas) dalam menjalani kehidupannya di dunia, dalam hubungannya antara manusia (entitas) dengan entitas lainnya tanpa merasa terikat dari ikatan apa pun, kecuali metodenya sendiri dalam mempertahankan hidup. 

Dengan wataknya sendiri, filsafat pertahanan menghampiri kebenaran, baik mengenai alam maupun manusia dan juga tentang Tuhan YME, yang tidak atau belum dapat dijawab oleh ilmu pertahanan karena berada di atas atau di luar jangkauannya. 

Dengan karakteristiknya sendiri pula, agama memberikan jawaban mengenai segala persoalan mendasar yang dipertanyakan manusia mengenai alam, manusia, maupun Tuhan YME ketika berupaya mempertahankan hidup.

Titik Perbedaan 

Ilmu pertahanan maupun filsafat pertahanan dihasilkan dari sumber yang sama, yaitu pikiran (akal, budi, rasio, pemahaman, alasan) manusia. 

Agama bersumber kepada wahyu Tuhan YME menjurus pada pemahaman melalui "rasa dan keyakinan." Ilmu pertahanan mencari kebenaran melalui riset (penyelidikan), empiris (pengalaman), dan eksperimen (percobaan) dalam upaya mempertahankan hidup. 

Filsafat pertahanan mendekati kebenaran dengan menjelajahi akal budi secara mengakar atau radikal, integral, dan universal, atau dengan kata lain dikenal sebagai "alat" yang disebut logika dalam upaya mempertahankan hidup. 

Dalam mencari dan menemukan kebenaran agama, manusia mempertanyakan dan mencari jawaban atas berbagai permasalahan mendasar dalam upaya mempertahankan hidup dari atau kepada kitab suci, kodifikasi, sabda atau firman Tuhan YME melalui utusanNya. 

Kebenaran ilmiah (ilmu pertahanan) merupakan kebenaran positif, yaitu kebenaran secara nyata atau fakta yang berlaku sampai waktu tertentu atau saat ini. 

Di sisi lain, kebenaran filsafat pertahanan merupakan kebenaran spekulatif, yaitu dugaan yang masih harus dibuktikan secara empiris atau didasarkan pada pengalaman, eksperimental, maupun riset. 

Kebenaran ilmiah maupun kebenaran filsafat tersebut, keduanya memiliki sifat nisbi atau relatif berbeda dengan kebenaran agama. Kebenaran agama memiliki sifat mutlak atau absolut. Ajaran agama merupakan wahyu yang diturunkan oleh Tuhan Yang Maha Mutlak, Yang Maha Kuasa, Yang Maha Benar, dan Yang Maha Sempurna. 

Ilmu maupun filsafat, keduanya diawali dengan ketidakpercayaan terhadap sesuatu, baru kemudian dapat menemukan kebenaran, walaupun bersifat sementara pula. 

Agama diawali dengan sikap percaya manusia pada iman dalam upaya mempertahankan hidup. Agama dijalankan melalui rasa dengan bakti yang tulus, sehingga mampu merasakan kehadiran Tuhan YME sebagai kebenaran itu sendiri sebagai alasan dan tujuan manusia mempertahankan hidup. 


Titik Singgung 

Tidak semua permasalahan yang ditanyakan manusia terkait pertahanan mampu dijawab secara positif oleh ilmu pertahanan. Ilmu pertahanan memiliki keterbatasan atau terbatas pada subjek (penyelidik), pada objek (baik objek material maupun objek formalnya), dan pada metodologinya. 

Namun, tidak semua permasalahan yang belum atau tidak terjawab oleh ilmu dengan sendirinya dapat dijawab oleh filsafat pertahanan. Jawaban filsafat pertahanan memiliki sifat yang spekulatif serta alternatif mengenai suatu masalah asasi yang sama ketika alasan untuk mempertahankan hidup bisa berbeda dengan tujuan yang ingin dicapai. 

Mendasarkan pada kekuatan akal budi, yaitu ilmu pertahanan dan filsafat pertahanan, manusia mampu memperoleh kebenaran yang dapat dijangkaunya sesuai dengan keterbatasan kapasitas manusia. 

Selain itu, Tuhan YME berkuasa dan berkenan menurunkan wahyu kepada agar manusia menemukan dan mencapai kebenaran yang mendasar dan hakiki. Kebenaran ini tak dapat dicapai dan ditemukan dengan hanya mengandalkan kekuatan akal budi manusia. Manusia harus percaya dan yakin bahwa agama yang dianutnya juga mengajarkan kewajiban manusia mempertahankan hidupnya. 

Menelaah Ilmu Pertahanan Dengan Moral dan Moril 


Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Ilmu Pertahanan didefinisikan sebagai "suatu ilmu dan seni yang mempelajari SDN yang dimiliki suatu negara untuk dijadikan sebagai kekuatan nasional (national power) pada saat damai, digunakan pada saat perang (konflik bersenjata), dan sesudah perang, untuk menghadapi ancaman yang berasal dari luar maupun dari dalam negeri, baik berupa ancaman militer dan non-militer terhadap keutuhan wilayah, kedaulatan negara, serta keselamatan segenap bangsa dan negara dalam rangka mewujudkan keamanan nasional" (Supriyatno, 2014). 

Dengan demikian, tujuan utama dari Ilmu Pertahanan adalah bagaimana menjaga keutuhan wilayah, kedaulatan negara, dan keselamatan segenap bangsa dan negara dalam rangka mewujudkan keamanan nasional. Pencapaian tujuan utama dari Ilmu Pertahanan tersebut dilakukan dengan menggunakan kekuatan lunak (soft power) dan kekuatan keras (hard power), serta kekuatan kecerdasan (smart power). 

Cara soft power dalam mencapai keutuhan wilayah, kedaulatan negara, dan keselamatan seluruh bangsa dan negara untuk mewujudkan keamanan nasional dilakukan menggunakan cara-cara diplomasi, baik diplomasi yang dilakukan oleh pemerintah, maupun diplomasi pertahanan. 

Diplomasi pertahanan dilakukan oleh institusi pertahanan dan militer dalam rangka mencapai tujuan tersebut, antara lain dengan cara membangun saling percaya antarnegara satu dengan negara lainnya (confidence building measure atau CBM), memperbanyak dialog antara mereka, dan melakukan negosiasi apabila telah terjadi benih-benih konflik. 

Walaupun kepentingan nasional (national interest) yang diutamakan oleh masing-masing negara, namun tetap ada etika dan moral dalam melaksanakan tahapan CBM, dialog, dan negosiasi tersebut agar tujuan utama dari Ilmu Pertahanan dapat tercapai tanpa melukai perasaan. 

Mencapai tujuan pertahanan tanpa melukai perasaan yang lain dilakukan dengan menerapkan filosofi Jawa yang berbunyi "ngluruk tanpo bolo menang tanpo ngasorake," terutama "menang tanpo ngasorake" atau "menang tanpa merendahkan, menghinakan, atau mempermalukan," yang artinya "menempuh kemenangan dengan cara elegan, tanpa harus mempermalukan lawan yang dikalahkan." 

Memperoleh kemenangan dengan berjiwa besar menjadikan pihak yang kalah tetap dapat menegakkan kepala, tanpa harus diselimuti perasaan hina dan nista, karena sesungguhnya kemenangan itu diberikan oleh Tuhan YME. Kemenangan tersebut juga merupakan implementasi dari soft power dan smart power. 

Jika soft power dan smart power tidak mampu menyelesaikan konflik yang berkaitan dengan keutuhan wilayah, kedaulatan negara, serta keselamatan segenap bangsa dan negara, maka hard power ditempuh dengan menggunakan seluruh kekuatan nasional secara semesta, yaitu dengan mengimplementasikan Sistem Pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta (Sishankamrata) dengan TNI sebagai kekuatan militer menjadi Komponen Utama untuk berperang dalam menciptakan keutuhan wilayah, kedaulatan negara, serta keselamatan segenap bangsa dan negara. 

Pada masa berperang inilah, semangat juang (moril) dan juga etika moral dalam berperang harus dipegang teguh oleh para prajurit yang sedang bertempur agar tidak melanggar hukumhukum kemanusiaan yang asasi (Hak Asasi Manusia atau HAM). 

Semangat juang atau moril sangat penting, terutama untuk mengalahkan musuh yang memiliki kekuatan persenjataan yang berlebih (dari sisi kuantitas dan kualitas, serta teknologi persenjataan). Pengalaman melawan musuh yang kuat terjadi pada masa perang merebut dan mempertahankan kemerdekaan. 

Pasukan TNI dan Rakyat Indonesia dapat memenangkan perang Kemerdekaan, baik Perang Kemerdekaan I maupun Perang Kemerdekaan II, karena didukung oleh semangat juang para pejuang, seperti: 

1. "Merdeka atau Mati"; 

2. "Lebih baik Mati Berkalang Tanah daripada Dijajah Kembali Belanda'; 

3. "Pantang Menyerah"; dan 

4. "Indonesia Cinta Damai tetapi lebih Cinta Kemerdekaan". 

Slogan-slogan semangat juang terus menggema dan berada di dalam hati sanubari para pejuang yang dengan gigihnya melawan pasukan musuh yang jauh lebih modern. Pasukan Belanda dapat dikalahkan dengan semangat juang yang menggelora tersebut. 

Panglima Tertinggi Belanda di Indonesia, yaitu Jenderal Spoor, bahkan mati dengan keterangan yang tidak jelas karena memikirkan betapa sulitnya mengalahkan TNI yang diperkirakan akan dikalahkan hanya dalam hitungan "seminggu atau dua minggu." Tetapi ternyata dengan strategi Perang Gerilya yang didukung seluruh rakyat, TNI dapat mengalahkan Belanda. 

Dengan demikian, untuk mencapai tujuan mempertahankan hidup (kemerdekaan) tersebut pada dasarnya memerlukan etika moral dan semangat juang dalam proses mencapainya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun