Hal lain yang terjadi saat marah dan kecewa adalah perasaan Ditolak atau Denying. Saat terjadi ungkapan rasa marah, kecewa dan kesal, disinilah perasaan denying muncul. Keadaan menyangkal, mengingkari, melawan, keberatan dan antipati akan mengikuti berjalan beriringan dengan perasaan marah. Merasa ditolak oleh lingkungan dan ditinggalkan oleh orang lain. Emotional distress meningkat dan memicu tindakan membangun dan merusak. Kondisi yang memilukan adalah self-destructive, seorang akan memiliki kecenderungan untuk menyakiti diri sendiri. Menolak realitas pernah disakiti/pernah menjadi korban dan terus berhalusinasi, jika ia ditolak oleh lingkungan.
Anjuran penanganan perasaan seperti ini dapat dilakukan dengan hypnotherapy. Tetapi hypnotherapy apabila katarsis telah dilakukan. Luka batin yang belum disembuhkan dengan cara katarsis akan tersimpan didalam gudang memori dan suatu saat akan terpanggil lagi mencuat di permukaan.
Â
Apa yang Terjadi Jika Tidak Meluapkan Emosi Negatif?
Berdasarkan hasil Riset Programme for International Students Assesment(PISA) 2018, Indonesia menempati posisi ke-5 dari 78 negara dengan jumlah kasus korban perundungan (bullying) sejumlah 41,1%. Sepanjang 2018, KPAI mencatat 445 kasus kekerasan di lingkungan terjadi pada anak, baik dilakukan oleh orang tua atau teman sebayanya sendiri. Ditemukan lagi fakta lain dari Komnas Perempuan terdapat fakta yang mencengangkan berupa 8.234 kasus kekerasan perempuan diranah pribadi/privat yaitu kekerasan terhadap istri 3.221 kasus (49%), posisi kedua kekerasan terhadap pacar 1.309 kasus (20%), ketiga kekerasan terhadap anak perempuan 954 kasus (14%), sisanya kekerasan terhadap mantan suami, mantan pacar, pekerja rumah tangga. Komnas perempuan mengungkapkan pola yang sama, dipicu oleh ranah hubungan/lingkungan pribadi dengan berbagai faktor yaitu himpitan ekonomi, ketidakharmonisan keluarga, kontrol emosi yang kurang, faktor internal bawaan diri tempramen, kecemasan berlebihan dan pengalaman masa lalu yang menyakitkan.
UU No.18 Tahun 2014 tentang kesehatan jiwa mengkategorikan kondisi gangguan kesehatan jiwa seseorang dalam tiga kelompok :
1. Orang Dengan Masalah Kejiwaan (ODMK) yaitu orang yang mengalami masalah fisik, mental, sosial, kualitas hidup sehingga beresiko mengalami gangguan jiwa.
2. Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) yaitu orang yang mengalami gangguan dalam bentuk pikiran, perilaku dan perubahan yang bermakna sehingga tidak dapat menjalankan fungsi diri sebagaimana manusia harus bertindak.
3. Orang Gangguan Jiwa Berat (termasuk dalam ODGJ) yaitu orang yang sudah tidak dapat membedakan realitas kehidupan dan kerap kali mengalami halusinasi dan ilusi.
Sekumpulan kasus ini menjadi gambaran betapa bahayanya emosi negatif yang tidak dikontrol dengan baik oleh diri. Dampaknya akan buruk terhadap diri sendiri dan orang lain. Bahkan dampak ini bersifat ripple effect/ efek riak yang negatif terhadap lingkungan sekitar. Misalnya seorang anak yang selalu dijadikan korban pelampiasan kekesalan orang tua, karena tidak sanggup melawan akan berusaha melampiaskan kemarahannya kepada teman sebaya dengan melakukan bullying. Jika tidak mampu bersikap agresif, ia akan tumbuh menjadi anak yang pemurung dan tertutup. Pelampiasan lainnya, ia akan bercerita kepada orang lain karena di rumah ia tidak menemukan kenyamanan. Hal ini akan dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan tindak kejahatan seperti kekerasan seksual dan human trafficking. Kondisi lain ketika emosi negatif tidak meluap keluar adalah depresi, gangguan kejiwaan dan kelahiran prematur bagi ibu yang sedang hamil.
Membuang Sampah Emosi dengan Baik :Â
1. Therapy Zaman Yunani KunoÂ
Selain Sigmund Freud, Aristoteles pernah membahas masalah katarsis dalam dua karya yang berjudul Politics dan Poetics. Dalam karya politics, ia menyebutkan seseorang yang merasakan pengalaman yang memilukan dapat disembuhkan dengan mendengar lagu sakral karena dianggap sebagai pemurnian dan penyucian diri. Buku ke-enam yang berjudul Poetics menyebutkan bahwa Drama Yunani Kuno dapat digunakan sebagai media membuang emosi negatif dalam diri. Drama Yunani Kuno ini menirukan tragedi rasa pilu dan takut yang dialami seseorang, sehingga dengan cara melihat maka emosi akan meluap melalui drama tersebut.