Mohon tunggu...
Evangeli
Evangeli Mohon Tunggu... Mahasiswa - Hiduplah sesuai dengan tujuan keberadaan kita yang sesungguhnya di dunia.

Hidupku memang belum sempurna, tetapi aku selalu berusaha untuk mengejar kesempurnaan itu. Peziarahan untuk meraih kesempurnaan adalah perjuangan kita seumur hidup.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Kasus dan Penilaian Moral dalam Film "Eye in The Sky"

28 April 2021   10:33 Diperbarui: 28 April 2021   10:47 1939
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lantas, apa yang membedakan Indirectly voluntary dan directly voluntary .  keduanya sama-sama masih dalam lapangan kehendak manusia. Yang berbeda adalah  yang satu tak langsung (indirectly) dan yang satunya langsung dikehendaki (directly). Yang membedakan adalah soal konsekuensi atau keputusan tindakan. Dalam kasus direct voluntary, jelas baik keputusan tindakan maupun konsekuensi-konsekuensi yang menyertai dari keputusan tersebut menjadi milik pelaku, dan dengan demikian menjadi tanggung jawab penuh dari pelaku. Sedangkan dalam kasus indirect voluntary, keputusan tindakan ada pada subjek pelaku, tetapi akibat atau kemungkinan dari konsekuensi yang menyusul dari tindakan itu berada di luar kehendaknya. Pembedaan penting, karena tanggung jawab moral manusia tidak serentak sama dalam suatu tindakan yang sekaligus dikehendaki dan diperhitungkan konsekuensinya dengan suatu tindakan yang dikehendaki, tetapi ternyata melahirkan konsekuensi yang berada di luar kehendaknya. Dalam kasus yang kedua (indirect voluntary), besarnya tanggungjawab dari pelaku berbeda dengan pada kasus yang pertama (direct voluntary).

Tentu saja nanti dalam jalinan tindakan semacam ini berperan pula pertanyaan, sejauh mana suatu akibat dari perbuatan yang tidak dikehendaki itu terjadi dan lantas menjadi tanggung jawabnya sangat bergantung pada lingkungan atau kondisi di dalam konteks perbuatan tersebut. Misalnya: seseorang mencampurkan racun ke dalam minuman temannya dan setelah ia meminumnya, ia mati. Pelau idak mungkin mengelak bahwakematian temannya tidak dikehendaki. Karena ia tahu bahwa racun itu memiliki akibat (baik itu dikehendaki/tidak) kematian dari orang yang meminum, memakannya. Indirectly voluntary terjadi apabila suatu keputusan atau tindakan yang dikehendaki menghasilkan suatu akibat yang tidak langsung berada dalam kehendaknya. Dikatakan "tidak langsung" karena akibat negatif dari perbuatan itu tidak dikehendaki oleh pelaku.

Dengan demikian, keutamaan tak pernah merupakan indirectly voluntary. Keutamaan selalu harus merupakan tindakan yang sepenuhnya berada dalam kuasa sang pelaku sebagai subjek tindakan. Keutamaan tak pernah merupakan tindakan tidak sengaja, atau apalagi tidak dalam kehendaknya. Keutamaan mengandaikan manusia sebagai tuan atas tindakannya. Perbuatan moral adalah tindakan manusia sebagai manusia dan merupakan mencetuskan kodrat manusiawi dan sekaligus mulia yang adalah ciptaan Tuhan.

2.4.            PERBUATAN DENGAN AKIBAT GANDA (DOUBLE-EFFECT)

Prinsip di mana tindakan manusia memiliki dua efek: (1) sasaran atau akibat langsung dan tindakan; dan (2) sasaran sampingan atau akibat yang keluar bersama tindakan itu dan yang tidak dikehendaki atau yang tidak langsung. Manusia biasanya menghendaki efek dari suatu tindakan yang langsung berhubungan dengan tindakan itu sendiri. Tetapi efek dari suatu tindakan tidak tunggal, melainkan ganda. Paling sedikit demikian dan sudut pandang sejauh akibatnya dikehendaki atau tidak, sejauh akibatnya baik atau buruk. Prinsip ini menyentuh realitas perbuatan sehari-hari, jadi merupakan salah satu perkara etika sangat aktual.

Syarat-syarat penilaian moral prinsip tindakan dengan akibat ganda adalah sebagai berikut:

(1). Akibat buruk dari suatu tindakan tidak pernah boleh dikehendaki secara langsung. Misalnya, dalam rangka menyelamatkan nyawa ibu, kematian janin yang ada di dalam rahimnya kita kehendaki. Atau, kita menghendaki kematian janin supaya ibu bisa diselamatkan. Dengan kata lain, keburukan tidak pernah boleh atautidak pernah bisa menjadi sasaran atau objek tindakan secara langsung.

        (2). Tujuan yang baik tidak menghalalkan atau membenarkan segala cara. Misalnya, mematikan janin sebagai cara untuk menyelamatkan jiwa ibu. Keburukan tidak pernah diperbolehkan sebagai sarana untuk suatu tujuan, betapa pun tujuan itu baik sekalipun. Tujuan yang baik harus diraih juga dengan sarana yang baik pula.

(3). Perbuatan yang dilakukan itu harus didasarkan pada pertimbangan dan alasan yang seimbang (recta ratio). Misalnya ada kehidupan dari dua manusia yang sedang bersaing, dalam suatu tindakan yang tidak suksesif (karena suksesif mengandaikan tindakan mematikan janin se-bagai cara untuk menyelamatkan jiwa ibu), melainkan harus serentak (artinya, akibat buruk, yaitu kematian janin, sungguh merupakan akibat sekaligus dalam arti sebagai yang tidak dikehendaki). Di sini, dalam pertimbangan suksesif atau serentak/simultan bukan pertama-tama menyentuh proses tindakan fisiknya, melainkan pertimbangan moralnya. Mengapa? Karena seluruh proses tindakan fisik seorang dokter tidak mungkin direduksi dalam pertimbangan-pertimbangan spekulatif moral sebagai demikian. Maksudnya, tidak mungkin dokter melakukan aktivitasnya yang sekaligus, yaitu sekaligus menyelamatkan jiwa ibu sekaligus dengan akibat yang tidak dikehendaki mematikan janinnya. Kesekaligusan suatu tindakan, di sini, jelas bukan memaksudkan proses kronologis tindakan seorang dokter, melainkan mengatakan pertimbangan moral.

Dari pertimbangan ini, kita hendak menegaskan bahwa realitas perbuatan manusiawi memiliki karakter dua sekaligus: realitas fisik dan realitas moral yang keduanya tidak bisa dipisahkan tetapi bisa dibedakan. Realitas fisik artinya perbuatan manusia merupakan rentetan gerakan tubuh manusia. Realitas moral memaksudkan bahwa perbuatan itu tidak hanya sekadar gerakan badan manusia, melainkan juga mencetuskan kemanusiaannya. Sama halnya dengan ibu yang mengandung. Ibu yang mengandung adalah realitas fisik dan realitas moral sekaligus. Realitas fisik sudah jelas. Realitas moral artinya fakta bahwa ibu itu mengandung mencakup aneka elemen pertimbangan moral yang akan menyertai setiap pemikiran dan keputusan tindakan yang mungkin berkenaan dengan pengandungannya.

        (4). Jadi, prinsip tindakan dengan akibat ganda sesungguhnya bukan hanya berkaitan dengan soal bahwa suatu perbuatan itu memiliki dimensi akibat buruk atau baik, melainkan juga mengungkapkan realitas moral dari suatu perbuatan manusia. Dalam artian bahwa kita harus berkata bahwa realitas moral dalam hidup manusia itu diandaikan karena kebebasannya. Artinya, setiap tindakan manusia sebagai manusia dalam kualifikasi moral memiliki karakter langsung, yaitu kebebasan. Karena kebebasan, realitas fisik gerakan tubuh manusia memiliki moralitas. Karena kebebasan, realitas fisik suatu perbuatan manusia langsung mengajukan nilai-nilai yang dalam kesempatan-kesempatan tertentu saling bersaing. Francesco Suarez berkata bahwa tindakan manusia punya nilai moral karena secara bebas dikehendaki.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun