Mohon tunggu...
Pascasarjana IAT UIN SATU
Pascasarjana IAT UIN SATU Mohon Tunggu... Lainnya - Admin

Memuat berbagai tulisan, sarana memperkenalkan dan melestarikan karya ulama dan lainnya

Selanjutnya

Tutup

Book

Karateristik Tafsir Al-Huda, Tafsir Quran Basa Jawi Karya Brigjend (Purn.) Drs. H. Bakri Syahid

27 Mei 2024   12:36 Diperbarui: 27 Mei 2024   13:44 416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Al-Qur'an merupakan mukjizat yang diturunkan Allah sebagai pembenar kitab-kitab terdahulu yang memiliki arah sebagai petunjuk umat manusia dalam menjalani kehidupan di dunia. Al-Qur'an adalah firman Allah yang mutlak dan benar setiap kandungan ayat-ayatnya diperlukan pemahaman1 sehingga lahirlah tafsir al-Qur'an sebagai penjelas maksud dari ayat-ayat yang ada didalam al-Qur'an. Mufassir pertama adalah Nabi Muhammad SAW hingga para sahabat dan saat ini para ulama yang ahli dalam penafsiran al-Qur'an. Dalam menafsirkan al-Qur'an terdapat empat metode yaitu, pertama metode Ijmali (global) menafsirkan ayat-ayat al-Qur'an dengan cara mengemukakan makna global. Kedua metode Tahlili (Analisis) menafsirkan ayat-ayat al-Qur'an dengan cara mengalisis dan menjelaskan secara teliti mengenai maksud didalamya. Ketiga metode muqaran (komparatif) yaitu membandingkan ayat-ayat al-Qur'an dengan ayat al-Qur'an yang lain, membandingkan ayat-ayat al-Qur'an dengan Hadits Nabi Muhammad dan membandingkan ayat-ayat al-Qur'an dengan ijtihad para ulama dalam menafsirkan al-Qur'an. Keempat metode Maudhu'i (Tematik) semua ayat dibahas secara mendalam sesuai dengan tema/judul dari berbagai aspek seperti asbabun nuzul, kosa kata dan sebagainya serta diperkuat dengan hadits-hadits Nabi Muhammad.

Tafsir nusantara meliputi tafsir Tarjuman al-Mustafid bi al-Jawi karya Syekh Abdur Rauf as-Sinkily (1615-1693M), seorang yang berasal dari Aceh yang menulis karya tafsir dengan bahasa melayu. Kemudian tafsir Marah Labid karya Syekh Nawawi al-Bantani tafsir ini selesai ditulis pada 20 Desember 1887 M, ditulis dalam bahasa Arab. Kitab Faid ar-Rahman karya K.H. Shaleh Darat (1820-1903M) yang ditulis dalam bahasa jawa. Selanjutnya K.H. Shaleh darat yang juga menafsirkan al-Quran menggunakan bahasa jawa dengan huruf arab pada tahun 1892 M. Dan tafsir karangan Prof. K. H. R. Mohammad Adnan dengan judul Tafsir Al-Quran suci Basa Jawi, tafsir ini hampir mirip dengan tafsir al-Huda. Akan tetapi menurut Imam Muhsin dalam bukunya, tafsir ini lebih menonjol sebagai kitab terjemahan, karena minimnya penjelasan. Selain itu beberapa karya, ada beberapa tafsir yang populer dan masih digunakan oleh banyak masyarakat untuk mengkaji al Quran. Seperti tafsir Al-Iklil fi ma'ani al-Tanzil karya Kyai Mishbah Musthofa, Al-Ibriz li Ma'rifah Tafsir Al-Quran Al-Aziz karya Kyai Bishri Musthofa. Pada tahun 1977, muncul tafsir dari seorang purnawirawan dari Yogyakarta yang kemudian dicetak untuk pertama kalinya pada tahun 1979. Tafsir tersebut diberi nama Al-Huda Tafsir Qur'an Basa Jawi. Tafsir ini bisa dikatakan unik, karena menggunakan bahasa jawa halus dan kental dengan budaya jawa dalam penafsirannya. Keunikan lain dari tafsir ini adalah karena ditulis oleh seseorang yg berpangkat kolonel dan berkecimpung dalam dunia militer dan politik.

Biografi Bakri Syahid

Bakri syahid lahir pada hari Senin Wage tanggal 16 Desember 1918 di kampung Suronatan, kecamatan Ngampilan, kotamadya Yogyakarta. Nama aslinya adalah Bakri, sedangkan Syahid adalah nama tambahan yang diambil dari nama ayahnya Muhammad Sayhid. Beliau lahir di kampung yang sama tempat kelahiran ibunya dan tumbuh besar disana, ibunya bernama Dzakirah. Beliau merupakan anak kedua dari tujuh bersaudara. Keluarga beliau dikenal sangat religius oleh penduduk sekitar kampungnya dan sangat kental dalam organisasi agama Muhammadiyah.

Pendidikan agamanya di peroleh dari sekolah Kweekschool Islam Muhammadiyah dan beliau lulus pada tahun 1935. Kemudian beliau menjadi pengajar mengikuti jejak kakak perempuannya, Siti Aminah, di H.I.S Muhammadiyah Sepanjang, Sidoarjo, Surabaya. Setelah itu beliau mengikuti kakak iparnya untuk melanjutkan tugas pengabdiannya di Sekayu Palembang hingga tahun 1942. Pada tahun 1963 beliau telah menyelesaikan pendidikan di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Kemudian pada tahun 1964 beliau dikirim oleh Jenderal Ahmad Yani untuk melanjutkan tugas pendidikan militer di Amerika Serikat tepatnya di Fort Hamilton, New York, USA.

Bakri Syahid menikah dengan Siti Isnainiyah sesuai dengan wasiat dari sesepuhnya, dari pernikahan tersebut beliau di karuniai seorang anak laki-laki bernama Bagus Arafah namun anak tersebut meninggal pada usia 9 bulan. Untuk mengenang anaknya beliau mengabadikan namanya menjadi nama perusahaan yaitu PT. Bagus Arafah yang berjalan di bidang percetakan, laboratorium dll. Tafsir al-huda termasuk karya yang di cetak oleh percetakan tersebut. Setelah pensiun beliau ingin memiliki seorang anak namun tidak kunjung di karuniai sehingga ayah beliau mengutusnya untuk menikah lagi dengan seorang murid beliau di Madrasah Mu'allimat. Pada tahun 1983 beliau akhirnya menikah dengan muridnya tersebut yang bernama Sunarti dan di karuniai dua orang anak yang bernama Siti Arifah Manishati dan Bagus Hadi Kusuma.

Deskripsi Latar Belakang Penulisan Tafsir al-Huda

Karya tulis beliau yang berhasil di publikasikan antara lain, Tata Negara RI, Ilmu Jiwa Sosial, Pertahanan dan Keamanan Nasional, Ilmu Kewiraan, Ideologi Negara Pancasila Indonesia, Kitab Fikih, Kitab Aqaid dan Tafsir al-Huda. Beliau mulai menulis tafsir al-Huda pada tahun 1970 yang pada saat itu beliau masih menduduki jabatan sebagai Asisten Sekretaris Negara RI dan rektor di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Tafsir al-Huda selesai ditulis pada tahun 1977 dan di terbitkan pertama kali pada tahun 1979 oleh percetakan offset persatuan Yogyakarta PT. Bagus Arafah.

Latar belakang Bakri Syahid menulis tafsir al-Huda terdapat tiga faktor yaitu, berawal dari pemikiran beliau mengenai pembentukan moral bangsa sesuai al-Qur'an. Menurut beliau ini bukan perkara yang mudah namun tugas mulia. Disamping itu beliau ingin memberantas kemiskinan dan kebodohan di era pembangunan dan tetap berpegang pada kepribadian sosial. Faktor kedua yaitu pertemuan dalam acara sarasehan di kediaman syekh Abdul Manan, Mekkah dan Madinah. Beliau bertemu dengan para jamaah haji dan masyarakat jawa yang merantau di Suriname, Singapura, Muangthai dan Filiphina. Dalam acara tersebut beliau mendengar mereka membutuhkan tafsir yang di salin dari bahasa latin dan diterjemahkan ke bahasa Jawa. Kemudian faktor ketiga, dikarenakan minimnya tafsir yang menggunakan bahasa daerah khususnya jawa. Padahal dengan tafsir bahasa jawa ini masyarakat lebih mampu memahaminya dari pada tafsir yang berbahasa Indonesia. Berangkat dari situlah beliau mulai menyusun menulis karyanya dengan harapan bisa membangun moral dan budi pekerti bangsa, serta menambah khazanah tafsir yang ada di Nusantara.

Setelah selesai ditulis pada tahun 1977 dan pada tahun 1979 tafsir al-huda diterbitkan untuk pertama kalinya oleh penerbit offset PT. Bagus Arafah, Yogyakarta. Pertama kali diterbitkan tafsir al-Huda dicetak sebanyak 10.000 eksemplar. Pada penerbitan berikutnya tafsir ini diterbitkan sebanyak delapan kali dan setiap penerbitannya dicetak 1000 hingga 2000 eksemplar. Sesuai pengakuan istri Bakri Syahid dalam hasil wawancara Imam Muhsin, beliau mengatakan bahwa tafsir al-Huda tidak hanya dicetak dan disebar di Indonesia saja namun untuk masyarakat jawa yang berada di Suriname. Selain itu dalam tulisan Imam Muhsin mengatakan bahwa tafsir al-Huda dari segi fisik tidak tampak berubah walaupun sudah di terbitkan beberapa kali. Setelah Bakri Syahid wafat pada tahun 1994, kitab tafsir al-Huda tidak pernah dilanjutkan penerbitannya. Hal ini disebabkan karena tidak ada anggota keluarga yang mau melanjutkan pengelolaan tafsir al-Huda.

Karakteristik Tafsir al-Huda

Tafsir karya Bakri Syahid ini berjudul lengkap Tafsir al-Huda: Tafsir Qur'an Basa Jawi. Sebelum diterbitkan, tafsir ini diperiksa ulang oleh kyai KRTH. (Kangjeng Raden Tumenggung Harya) Wardanipaningrat, penghulu keraton Yogyakarta dan ustadz Rahmat Qasim. Tafsir ini berukuran 15x23 cm yang diterbitkan oleh PT. Bagus Arafah Yogyakarta dan telah ditashih oleh Lajnah Mushaf al-Qur'an Departemen Agama pada tanggal 20 Agustus 1977. Tafsir ini ditulis dalam bahasa Jawa (kawi) kromo, dengan sistematika penerjemahan seluruh ayat al-Qur'an sesuai susunan dalam mushaf, ayat demi ayat, dan surat demi surat. Acuan terjemahan yang digunakan adalah al-Qur'an dan Terjemah Departemen Agama RI 1965.

Sistematika penulisan tafsir al-Huda ini adalah terdiri dari satu jilid berisi 1411 halaman yang menggunakan bahasa jawa latin dalam penerjemahan dan penafsirannya. Pembahasan setiap surat diawali dengan menyebutkan ciri-ciri surat yang meliputi nama surat, nomor surat, urutan turunnya surat, jumlah ayat, termasuk kelompok makiyyah atau madaniyyah. Teks asli dari al-Qur'an ditulis dalam bahasa Arab di sisi kanan, transliterasi bacaan al-Qur'an dalam huruf latin dan di tulis di bawah teks asli. Terjemah al-Qur'an dalam bahasa jawa ditulis menggunakan huruf latin disisi kiri. Penjelasan makna ayat ditulis dalam bahasa jawa di bagian bawah dalam bentuk catatan kaki. Di akhir pembahasan masing-masing surat ditulis pokok-pokok bahasannya mengenai hubungan antara kandungan surat yang telah lewat dengan surat selanjutnya.

Secara sistematika isi keseluruhan tafsir ini di awali dengan Sambutan Menteri Agama RI, Surat Tanda Tashih, Purwaka (pembukaan), Cacala Saking Penerbit, Kapustakaan (daftar isi), Sambutan Majelis Ulama Daerah Istimewa Yogyakarta kemudian dilanjutkan dengan penafsiran mulai surat al-Fatihah sampai surat an-Nas. Kemudian dilanjutkan dengan Doa khatam al Quran yang teknis penulisannya sama seperti penyajian pembahasan al-Qur'an di depan. Yaitu teks arab berada di sebelah kanan dilengkapi dengan transliterasi huruf latin di bawahnya dan terjemahnya di sebelah kiri. Selanjutnya yaitu keterangan sawatawis ingkang wigatos murakabi (keterangan singkat yang ditujukan sebagai pelengkap). Di bagian akhir tafsir ini, Bakri Syahid menambahkan enam bab tentang pengetahuan dasar agama islam yang terdiri dari:

a. Bab I, Kitab Suci al Quran

b. Bab II, Rukun Islam

c. Bab III, Rukun Iman

d. Bab IV, Syafaat

e. Bab V, Al Birru (Kebecikan)

f. Bab VI, Hayuning Bawana

Sumber Rujukan Berdasarkan informasi yang tuliskan di dalam tafsirnya, ada beberapa buku yang menjadi rujukan yaitu: tafsir karya Abdul Jalil Isa tafsir al Mushhaf al Muyassar, tafsir karya Sayyid Quthub tafsir fi dhilalil quran, tafsir karya Ahmad Musthafa tafsir al Maraghi, tafsir karya Muhammad Rasyid Ridho tafsir al manar buku karya A. Yusuf Ali, The Holy Quran, tafsir karya Prof. Dr. T. M. Hasbi Ashshiddiqiy tafsir Al Nur: Tafsir al Quran al Majid, tafsir karya Ahmad Hasan Tafsir Al Furqan, buku karya Ki Bagoes H. Hadikoesoemo Hikmah Qoeraniyah-Poestaka Hadi, karya W. J. S. Poerwodarminta, Kawi Djarwa Bale Poestaka, karya W. J. S. Poerwodarminta, Baoesastra Indonesia-Djawi, Gunseikanbu-Kokumin Tosyokyoku, karya Ibnu Katsir Tafsir al Quran al karim, AL Quran al Hakim, Pakistan, karya Prof. Dr. H. Mukhtar Yahya Cathetan Pribadi Kuliah Tafsir al Quran, karya Prof. Dr. H. A. Mukti Ali Pitulas Warna Warni Karanganipun, Kalawarti al Jamia IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Panel Discussion Pimpinan Pusat Muhammadiyah Yogyakarta 1977, karya Zoetmulder S. J. Dr. P. J., Pantheisme en Monisme 18. Rinkers, Dr. D. A. De Heiligen ven Java, karya M. Natsir Fiqhud da'wah, Encyclopedia of social science, Kanjeng Susuhunan Kalidjaga Kidoengan, K. G. P. A. A. Mangkunegara IV Serat Wedha Tama, Kanjeng Susuhunan Paku Buwono IV Serat Woelangreh, karya Prof. K. H. R. Muhammad Adnan Tuntunan Iman dan Islam, karya Drs. Romdlon Keperecayaan Masyarakat Jawa, karya Prof. Dr. R. M. Ng. Poerbotjaroko dan Tardjan Hadidjaja Kapoestakan Djawa 1952, karya Kolonel Drs. H. Bakri Syahid, Ilmu Kewiraan 1976, Muhammadiyah Majelis Tabligh Tuntunan Salat 1943, Pusroh Islam Angkatan Darat Himpunan Doa Doa 1967, Direktoran Jenderal Urusan Haji Manasik Haji dan Doa Ziarah 1970, Majelis Tarjih Pusat Pimpinan Muhammadiyah Kitab Iman dan Sembahyang 1929, karya Drs. Mahjunir Mengenal pokok-pokok Antropologi dan Kebudayaan 1967, karya Sayyid Abul A'la al Maududi, Islamic Way of Life 1967, (Mantan) Presiden Soeharto Kata Terpilih Departemen Penerangan RI 1970, Simposium IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta Mengamankan Sila Ketuhanan Jang Maha Esa 1970, karya Prof. Harsojo Pengantar Antropologi 1967, karya Prof. Dr. A. Sjalabi Sedjarah dan kebudayaan Islam 1971, karya Drs. H. Bakri Syahid Ideoligi Negara Pancasila, Departemen Pertahanan keamanan RI Dharma Pusaka 45 1972, karya Drs. Sidi Gazalba Islam Integrasi Ilmu dan Kebudayaan, karya K. R. Muhammad Wardan Kitab Falak dan Hisab 1957.

Dari sumber rujukan diatas belum ditemukan pengaruh dalam pemikiran Bakri Syahid yang tertuang didalam tafsirnya. Pemikiran beliau murni dari ijtihad dan logika berdasarkan

9 Neny Muthiatul awwaliyyah, Studi Tafsir Nusantara: Tafsir al-Huda, Tafsir Qur'an Basa Jawa Karya Jend. Purn. Drs. H. Bakri Syahid al-Yogjawy, Jurnal Nun, ( Vol. 7, No. 1 2021), hal. 127-129. kitab-kitab tafsir dan literatur yang beliau baca. Selain itu dunia politik dan kemiliteran beliau juga menjadi pengaruh besar dalam gagasan dalam tafsirnya.

Metode Kepenulisan dan Corak Tafsir

Tafsir al-Huda bisa di kategorikan dalam tafsir dengan metode gabungan Ijmali dan Tahlili. Karena Bakri Syahid menjelaskan beberapa ayat secara global dan singkat, dan terkadang menjelaskan dengan rinci di beberapa ayat yang lain.11 Metode ijmali dalam tafsir al-Huda sering kita temukan dalam penjelasan ayat yang tidak lebih dari dua baris, dan di awali dengan kata-kata penjelas, seperti: maksudipun.. inggih punika.. artosipun... kadosta... dan tegesipun.

Contoh pada surat ali Imran ayat 17 terjemah Departemen Agama: "(Yaitu) orang-orang yang sabar, yang benar, yang tetap taat, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah), dan yang memohon ampun di waktu sahur". Dalam tafsir al-Huda beliau menjelaskan mengenai surat ali Imran ayat 17, "yaiku wong-wong kang padha sabar, padha temen, padha sungkem ngabekti, padha gelem darma la nana ing wektu sahur lingsir wengi padha nyuwun pangapura." Dan di akhir terjemahan ayat tersebut, Bakri menuliskan catatan kaki tentang arti waktu sahur tersebut "wakdal sahur menika ngajengaken subuh kirang langkung 30 menit, dene imsak kirang 10 menit"

Dalam metode Tahlili ditemukan saat Bakri Syahid menjelaskan suatu ayat dengan panjang lebar dan mencakup berbagai aspek. Contoh dalam surat Taha ayat 131 beliau menjelaskan:12 "Suraosipun ayat punika estunipun sampun cetha gamblang, kados ingkang sampun kaweco ing ayat 88 surah al Hijr. Aslining kadadosan sabab musababipun tumuruning ayat punika kagem gegebangipun kanjeng nabi Muhammad SAW ngasto leadership ing ummatipun ingkang dipun trisnani, katitik saking agenging lelabuhanipun sarta kaikhlasanipun ambudidaya supados ummatipun manggih karaharja ing donya serta makmur nampi nikmat ing akheratipun. Kapemimpinan Rasulullah s.a.w prayogi saget katuladha ing para pemimpin bangsa serta para ulama-ipun. Inggih punika gesangipun sarwa leres, resik, bares lan beres! Tegesipun: boten kengsing sembrono utawa ugal-ugalan, lan boten kenging culika utawi edan-edanan, punapa dene boten kenging umuk tuwin oncoroncoran. Balik kedah khusyu' tunduk dhumateng gusti Allah, andhap ashor, lembah manah, welas asih dhateng sasamining titah, langkung langkung ingkang sami dados pimpinan dhateng wewengkanipun. Awit inggih para panjenenganipun wau, ingkang badhe sami dados panutan utawi gurunipun!

Menggah badhe pikantukipun hasil/sukses Kanjeng Nabi s.a.w utawi titiyang dados pemimpin ingkang saestu wau, dene ngantos dipun lampahi karaya-raya purun sami ngrekaos utawi sengsara, punika wonten ngarsanipun Gusti Allah badhe angsal ganjaran ingkang sakalangkung ageng lan derajat ingkang luhur sarta karenan dening Allah Pangeran ingkang Maha Agung. Lan wonten ing gesangipun bebrayan ing donya, badhe saged pikantuk seneng utawi lega, margi rumaos sampun ludhang sampun saged ngeberaken utawi ambage kalangkungan paparinging Pangeran, ingkang minangka dados titipan, sami ugi pangkat, semat, ilmu, lan kawibawan. Utawi badhe saged kraos marem utawi bingah, jalaran rumaos sampun saged netepi utawi nyekapi kuwajibanipun, ingkang dados kautamaning gesang wonten ing alam Donya punika.

Kados makaten menggah badhe angsal-angsalanipun para Andika Nabi utawi titiyang dados Pemimpin ingkang sejati. Ingkang makaten wau tumrap tiyang ingkang kadunungan budi luhur, watak utami lan pakerti mulya, punika satunggaling kanimatan ingkang ageng tur awis sanget reginipun. Dene tumrapipun tiyang ingkang taksih asor budinipun, nistha watakipun, lan ina pakertinipun, kanimatan kados makaten wau saged ugi boten wonten ajinipun, boten saged dados pangangen-angenipun utawi pangajeng-ajengipun lan boten saged dados kasenengan utawi kamaremanipun. Ananging ingkang dipun maremi namung bandha Donya ingkang cetha wujudipun lan genah petanganipun. Pramila saupami tiyang wau saged dados Pemimpin, sampun tamtu inggih namung prakawis bandha punika ingkang dados rembag tuwin ner-neranipun ingkang penting. Lah gek kados pundi menggah badhe kadadosanipun? Saking punika, mirid pamanggihipun Imam Ghazali, ulama punika wonten werni kalih Ulama-Donya (Ulama-murka) lan Ulama-Akherat (Ulama ikhlas), dados ing zaman-modern,

zaman pemimpin demokratis, logis Pemimpin punika inggih warni kalih: Pemimpin-Donya (Pemimpinmurka) lan Pemimpin Akherat (Pemimpin ikhlas karena Allah). Rehning Ulama-Donya wau dipun parabi Ulama Su (Ulama-awon), logis samesthinipun. Pemimpin Akhirat inggih makaten ugi boten beda! Manawi fungsi lan kawibawan Pemimpin Donya wau kita perinci malih, lajeng dados kalih malih: Pemimpin politik lan Pemimpin Tekhnokrat, pramila manawi para sutrisna badhe menggalih njlimet malih kula aturi maos buku "Man and Society"karyanipun Karl Manheim, ing antawisipun suka analisa bilih kangge ikhtiyar medal saking Krisis Kabudayan zaman punika, kita kedah damel planning Ekonomi lan Sosial ingkang mateng, mumpuni sadaya Bangsa, lan konstrektif.

Dados Pemimpin Ekonomi lan Pemimpin Sosial kedah sami tanggel jawabipun kados kasebat ing nginggil, sejajar tanggel jawabipun Pemimpin Donya (Pemimpin Politik, Pemimpin Ekonomi, Pemimpin Sosial, Pemimpin Kabudayan, Pemimpin Hankam) lan Pemimpin Agami (Ulama). Pramila kados pundi menggah saening pacak Pemimpin-pemimpin kasebat saged saiyeg saeka praya lan saeka kapti madhahi aspirasi Rakyat sarta nyukani inspirasi dhateng Rakyat!

Dalam menjelaskan ayat tersebut, beliau menjelaskan mengenai kepemimpinan secara mendetail. Beliau juga mengungkapkan salah satu kunci kesuksesan kepemimpinan Nabi Muhammad terletak pada keikhlasan dan kebaikan yang diupayakan oleh Nabi agar umatnya tidak terjerumus kedalam siksa api neraka. Oleh karenanya Bakri Syahid berharap agar setiap pemimpin bisa mencontoh teladan Nabi Muhammad dan tidak tergoda dengan kesenangan duniawi. Berdasarkan contoh penafsiran di atas, kiranya tafsir al-Huda termasuk tipe penafsiran yang banyak menggunakan penalaran dan ijtihad pengarang sesuai dengan pemahaman pengarang terhadap kandungan makna tersebut. Selain minimnya pencantuman riwayat yang berhubungan dengan ayat tersebut, penafsiran Bakri Syahid juga cenderung rasional. Maka dari itu, banyak peneliti yang menggolongkan tafsir ini termasuk tafsir bi al-ra'yi. Sedangkan berdasarkan corak tafsir al-Huda ini digolongkan dalam beberapa corak yaitu Corak ijtima'i (sosial-kemasyarakatan), Corak fiqhi dan Corak ilmi. Sedangkan kelebihan dan kekurangan dari kitab ini Kelebihan dalam tafsir al-huda ini yaitu menggunakan bahasa jwa latin yang terbilang cukup unik dari sekian karya tafsir lainnya yang pada umumnya menggunakan bahasa jawa dengan huruf pegon. Menggunakan pendekatan modern di beberapa penjelasan disertakan ilmu pengetahuan biologi, ilmu falak, astronomi dll. menggunakan metode global, ringkas dan jelas sehingga mudah untuk di pahami. Sedangkan kekurangan dari tafsir al-huda ini adalah ditulis dalam bahasa jawa halus yang eksklusif dan terbatas dalam segi pemahaman masyarakat. Kurangnya pencantuman riwayat-riwayat atau hadits yang berkaitan dengan suatu ayat. Pemikiran dan latar belakang tafsir ini banyak di pengaruhi oleh latar belakang penulis dari kalangan militer dan birokrasi pemerintahan.

Penulis: Suraya Choliza

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun