Aku tak serakah
Sekalipun mawar itu kini dipetik yang lain
Aku tau
Aku tetapÂ
Kau tak pernah merasakan
Bagaimana diumpatÂ
Bagaimana di tikam
Bagaimana kepala dibelah
Bagaimana darah seketika membeku
Kau tak dapat menganggap itu mudah bukan
Hanya saja semerbakÂ
Kurasa lebih dari itu
Bukan sederhana ini soal prahara yang petaka
Aku mendengar orng sinisÂ
Mereka sebut Siti Nurbaya lakonnya
Mereka sebut cara lain
Lain ladang lain belalang
Lain rupa lain pula cara
Sekarang kau bisa melihatÂ
Atas nama nilai luhur katanya
Disudut sofa memajang
Lain pula dengan linglung setengah sadar
Dibalik awan yang tenang
Kau anggap gila
Teramat mikir. Nikmati saja semua
Keindahan itu diantara kaget dan heran
Bergetar hebat bukan. Coba saja
Apa yang diinginkan hanyalah pengalaman rasa
Siti Nurbaya dianggap menghentikanÂ
Tapi
Siapa menolak apa
Penolakan bergemuruh entahlah
Friksi absurditas tanpa jelas makna
Memaksa lukisan kanvas dalam kaca
Tak ada. Tembus jejakpunÂ
Kini kita coba kembali
Apau kau bermaksud menjilat ludah sendiri
Apa atas apa?
Kau melihat apa sekarang
Coba lihat dari setiap titikÂ
Coba perhatikanÂ
noda putih atau hitam
Mana yang noda
Lihatlah keatas tenang bukan
Masih bilang tak ada yang mengatur
Bagaimana kalau itu untuk melahirkan kembali
Lahir kembali dan lahir untukÂ
Jejak hologram diatas lemari mungkin berisi kenanganÂ
Jejak matahari dibalik jendela adalah keindahan nyata
Coba balik kalau tak percaya
Apa kau melihat jejakmu?
Baliklah tatap kedepan. disanalah bukan
Jejak coretan dimulai kembali
Jangan lupa mana depan mana belakang
Kita kedepan bukan untuk maju tapi untuk kembali
Perhatikan keningmu
Kalau siap lanjutkan. Tak apalah berhenti menarik nafas
Mengulang memeriksa kembali
Karena hanya kembaliÂ
Kita berkumpul disana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H