Mohon tunggu...
parman rudiansah
parman rudiansah Mohon Tunggu... Guru - Guru

Hobi membaca, tidak suka berisik, dan menulis puisi bagian caraku menafsir tabir

Selanjutnya

Tutup

Puisi

jalan jalan

18 Oktober 2024   14:59 Diperbarui: 18 Oktober 2024   15:10 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku tak serakah

Sekalipun mawar itu kini dipetik yang lain

Aku tau

Aku tetap 

Kau tak pernah merasakan

Bagaimana diumpat 

Bagaimana di tikam

Bagaimana kepala dibelah

Bagaimana darah seketika membeku

Kau tak dapat menganggap itu mudah bukan

Hanya saja semerbak 

Kurasa lebih dari itu

Bukan sederhana ini soal prahara yang petaka

Aku mendengar orng sinis 

Mereka sebut Siti Nurbaya lakonnya

Mereka sebut cara lain

Lain ladang lain belalang

Lain rupa lain pula cara

Sekarang kau bisa melihat 

Atas nama nilai luhur katanya

Disudut sofa memajang

Lain pula dengan linglung setengah sadar

Dibalik awan yang tenang

Kau anggap gila

Teramat mikir. Nikmati saja semua

Keindahan itu diantara kaget dan heran

Bergetar hebat bukan. Coba saja

Apa yang diinginkan hanyalah pengalaman rasa

Siti Nurbaya dianggap menghentikan 

Tapi

Siapa menolak apa

Penolakan bergemuruh entahlah

Friksi absurditas tanpa jelas makna

Memaksa lukisan kanvas dalam kaca

Tak ada. Tembus jejakpun 

Kini kita coba kembali

Apau kau bermaksud menjilat ludah sendiri

Apa atas apa?

Kau melihat apa sekarang

Coba lihat dari setiap titik 

Coba perhatikan 

noda putih atau hitam

Mana yang noda

Lihatlah keatas tenang bukan

Masih bilang tak ada yang mengatur

Bagaimana kalau itu untuk melahirkan kembali

Lahir kembali dan lahir untuk 

Jejak hologram diatas lemari mungkin berisi kenangan 

Jejak matahari dibalik jendela adalah keindahan nyata

Coba balik kalau tak percaya

Apa kau melihat jejakmu?

Baliklah tatap kedepan. disanalah bukan

Jejak coretan dimulai kembali

Jangan lupa mana depan mana belakang

Kita kedepan bukan untuk maju tapi untuk kembali

Perhatikan keningmu

Kalau siap lanjutkan. Tak apalah berhenti menarik nafas

Mengulang memeriksa kembali

Karena hanya kembali 

Kita berkumpul disana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun