Mohon tunggu...
parman rudiansah
parman rudiansah Mohon Tunggu... Guru - Guru

Hobi membaca, tidak suka berisik, dan menulis puisi bagian caraku menafsir tabir

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Darma

29 Agustus 2024   06:33 Diperbarui: 29 Agustus 2024   06:38 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sore itu kala matahari hampir terlelap

Aku dan segerombolan manusia 

Di tepi waduk indah nan memanja

Bersenandung menghabiskan cilok pentol 

Terbahak lepas bersama angin kencang mengikis kulit menipis

Tak mau dirasa tapi begitu terasa 

Musim dingin bulan Agustus

Matahari nampak menjauh enggan

Luka dalam cerita yang kembali

Kisah durjana katanya dibawah sana yang indah

Tepat dibawah riak 

Secongkel cerita yang kurang ajar

Menghirup panjang dan melepas kembali

Aku serasa mual untuk mendengar

Tlah berlalu. Desa asri itu kini berubah bentuk

Kesempurnaan tlah lahir kembali

Disini tepat kakiku menginjak

Kini adalah aspal hitam memanjang mengeliling

Dimanakah lagu lirik dimainkan

Saat budaya harus digeser cepat

Mempertahankan hak atas tanah adalah tradisi manusia abad klasik 

Mengolah tanah adalah pergeseran dan tanda bahwa kita bukan homo sapien

Tak harus berpindah mencari sesuap demi sesuap

Kini mereka. Sekali lagi mereka berlari karena tak mau mati di sana

Kini pinggiran menjadi pemuki

Gunung menjadi tempat kedua 

dan air beserta isinya menjadi langkah baik untuk lalu di ambil manfaatnya

Mereka tidak pergi hanya merubah kebiasaan

Hamparan lampu kelap kelip dimalam hari

Tanda bahwa abad baru muncul

Dan kembali bertanya dunia tidak pernah berhenti berubah

Sekarang .....

Sambil mengancingkan baju berlalu

Entah esok apalagi kejutannya

Generasi nampak menikmati sebagian

Dan sebagian lagi hanya menjadi hiasan 

Kalau jujur mungkin tepatnya disebut pemalas yang hanya menari tanpa peduli 

Terbentang corak yang indah

Aku bersama kenangan dan masa lalu

Pergi 

Menepati janji lagi 

Berharap matahari tetap dilangit 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun