Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Trump : Neraka Akan Berkobar di Middle-East

11 Januari 2025   20:06 Diperbarui: 11 Januari 2025   20:06 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Spanduk yg bergambar Trump di kiri atas dgn tulisan bebaskan sandera sampai 20 Januari 2025. Kalau tidak akan ada neraka. (Sumber : nypost.com)

Trump : Neraka Akan Berkobar di Middle-East

Mengutip rilis terbaru NYP edisi 10 Januari 2025, peringatan berulang kali dari presiden terpilih Donald Trump bahwa "neraka akan pecah" jika Hamas tidak membebaskan semua sandera yang tersisa sebelum ia memangku jabatan adalah contoh bagaimana ia "berbicara seperti orang middle-east," kata para pejabat dan pakar Israel dan Arab-Palestina kepada NYP (New York Post) seraya menambahkan bahwa mereka yakin gaya kepemimpinan Trump akan efektif dalam melawan Iran.

Trump, 78 tahun, mengatakan kepada wartawan di Mar-a-Lago pada Selasa lalu bahwa "hal ini tidak akan baik bagi Hamas, dan sejujurnya, tidak akan baik bagi siapa pun" jika kelompok teroris yang didukung Teheran tersebut tidak memenuhi tuntutannya untuk membebaskan para sanderanya paling lambat tanggal 20 Januari.

"Ketika dia mengatakan 'neraka akan pecah', dia berbicara seperti orang middle-east," kata seorang sumber pemerintah Israel kepada NYP. "Dia berbicara dengan cara yang dipahami para teroris."

Peneliti senior di Institut Studi Keamanan Nasional Universitas Tel Aviv, Kobi Michael, mengatakan kepada NYP bahwa terpilihnya kembali Trump "mungkin merupakan peluang besar" untuk mewujudkan perdamaian di kawasan tersebut setelah keberhasilan Perjanjian Abraham yang diakui secara luas dari masa jabatan pertama presiden ke-45 tersebut.

Iran dan proksinya sekarang dalam kebingungan besar. Dalam posisi strategis terburuk dalam empat dekade terakhir. Visi Presiden Trump adalah visi untuk melemahkan Iran.

Dengan posisi geopolitik Iran yang melemah menyusul penghancuran Hezbollah di Lebanon, perang Israel vs Hamas di Gaza, dan jatuhnya Bashar al-Assad di Syria, Michael mensuggest inilah waktu yang tepat bagi Trump "untuk mencapai kesepakatan dengan rezim Iran guna memungkinkan kelangsungan hidup rezim ini".

Retorika Trump dan relevansi budaya middle east

Dari perspektif geopolitik Middle East, pernyataan dan pendekatan Donald Trump terhadap Hamas dan Iran mencerminkan strategi tekanan maksimal yang berusaha memanfaatkan retorika langsung untuk mencapai efek psikologis dan strategis.

Pernyataan seperti "neraka akan pecah" sangat sesuai dengan tradisi komunikasi tegas dan retorika kuat yang sering digunakan dalam politik middle-east, baik oleh pemimpin negara maupun aktor non-negara. Retorika ini tidak hanya dimaksudkan untuk mempertegas ancaman, tetapi juga menunjukkan ketegasan dan keberanian, yang dihormati dalam budaya politik middle-east.

Banyak pakar menyebut gaya seperti ini efektif terhadap kelompok seperti Hamas dan aktor yang didukung Iran, karena mereka cenderung bereaksi terhadap tekanan langsung dan retorika intimidasi yang konsisten dengan ekspektasi budaya kekuasaan di kawasan tersebut.

Pengaruh pada Iran dan proksinya

Iran mengalami tekanan strategis yang signifikan akibat konflik internal, sanksi ekonomi, serta melemahnya proksi seperti Hezbollah di Lebanon dan Hamas di Gaza. Jika Trump melanjutkan tekanan maksimalnya, Iran mungkin akan dipaksa mempertimbangkan negosiasi yang lebih moderat untuk mempertahankan kelangsungan rezimnya.

Pendekatan pragmatis Trump sebagai seorang pengusaha dapat membuka jalan bagi diplomasi transaksional. Iran, yang menghadapi isolasi internasional, mungkin bersedia untuk menghentikan program nuklir atau militer tertentu demi pencabutan sanksi yang mencekik ekonominya.

Dampak pada Perjanjian Abraham dan dinamika kawasan

Trump berpeluang melanjutkan normalisasi hubungan antara Israel dan negara-negara Arab, dengan Iran sebagai ancaman bersama yang menyatukan mereka. Hal ini dapat memperkuat aliansi anti-Iran di kawasan tersebut.

Retorika keras terhadap Hamas dapat memperkuat tekanan Israel untuk melumpuhkan kelompok tersebut. Hamas kemungkinan besar akan dipaksa untuk mempertimbangkan gencatan senjata atau pembebasan sandera sebagai langkah mitigasi.

Ancaman militer dan opsi Nuklir

Tidak seperti Biden, Trump cenderung membiarkan Israel mengambil langkah militer terhadap fasilitas nuklir Iran tanpa banyak pembatasan. Ini menciptakan skenario di mana Israel dapat bertindak lebih agresif terhadap ancaman eksistensial.

Ancaman ini dapat mendorong Iran untuk mengambil langkah diplomatik sebelum konfrontasi langsung terjadi, terutama jika rezim melihat posisinya melemah.

Risiko dan tantangan

Pendekatan Trump dapat memicu resistensi domestik di AS dan menambah ketegangan antara kelompok pro-Iran di kawasan dengan sekutu AS.

Meskipun tekanan maksimal dapat efektif dalam jangka pendek, jika tidak diikuti strategi stabilisasi jangka panjang, kawasan middle-east tetap rentan terhadap eskalasi konflik.

Pendekatan Trump tampak diarahkan untuk memperkuat posisi AS dan sekutunya, terutama Israel, sambil memaksa Iran dan proksinya untuk bernegosiasi dalam kondisi yang tidak menguntungkan. Ini adalah strategi risiko tinggi dengan peluang menghasilkan keuntungan diplomatik dan keamanan yang signifikan, tetapi juga berpotensi menciptakan ketidakstabilan jika tidak dikelola dengan hati-hati.

Pandangan lain

Berbeda dengan penilaian Kobi Michael, pengamat middle-east lainnya, termasuk para pemimpin Otoritas Arab-Palestina, malah memperkirakan Trump akan mendorong keruntuhan total rezim Iran.

"Kami melihat bahwa Trump dan pemerintah yang berkuasa di Israel berencana untuk menghancurkan Iran, jadi Hamas dan para pengikutnya tidak punya pilihan lain selain menyerah," kata Sekjen Fatah Mohammad Hamdan kepada NYP di Tepi Barat

"Tidak pernah ada waktu yang lebih baik untuk mendesak Iran agar membuat kesepakatan baru atau mengancam mereka untuk menggunakan kekerasan," kata Alex Mintz, pendiri Decision Advantage AI, yang mengkhususkan diri dalam pengambilan keputusan keamanan nasional dan keamanan siber, kepada NYP dalam wawancara telepon pada Jumat lalu.

"Mereka tidak pernah mengalami serangan nyata seperti sekarang, karena Israel membombardir pertahanan udara Iran dan rudal pertahanan udara serta seluruh struktur dan sistemnya, sehingga mereka rentan."

Terlebih lagi, kata Mintz, pembicaraan keras Trump mungkin akhirnya mendorong Iran untuk melepaskan ambisi senjata nuklirnya.

"Saya pikir Trump punya banyak pengaruh di sini untuk membawa Iran ke kesepakatan nuklir yang penting dan jauh lebih baik daripada kesepakatan yang mereka tandatangani pada tahun 2015  jadi ini waktunya benar-benar tepat," jelasnya.

"Ini adalah waktu yang tepat karena tidak ada Hezbollah yang dapat mengancam Israel sebagai balasan atas serangan Israel, dan milisi di negara lain, kecuali Yaman, yang tidak benar-benar mengancam Israel saat ini."

Namun terkait Hamas di Gaza, Mintz kurang percaya pada kekuatan ancaman Trump.

"Dampak atau instrumen apa yang dapat digunakan Trump terhadap Hamas yang belum digunakan Israel? Israel telah mencoba segalanya, dan Hamas masih menyandera setidaknya 50 orang yang masih hidup dari 97 orang saat ini," katanya.

"Jadi menurut saya dalam hal ancaman ... Israel dapat melawan kepemimpinan Hamas, yang berada di luar Gaza. Namun terkait Gaza, menurut saya Israel telah mencoba segalanya, dan mereka (Hamas) masih menahan para sandera sebagai kartu asuransi untuk pertahanan mereka sendiri."

Meski begitu, Mintz menilai, "Iran memiliki pengaruh terhadap Hamas," sehingga permainan kekuasaan Trump dapat memaksa para mullah untuk mendorong para teroris menuju suatu kesepakatan.

Dalil memenggal kepala ular

Terkait masalah geopolitik kawasan, dalil menghentikan ular berbisa dan ganas adalah dengan memenggal kepalanya terlebih dahulu. Inilah yang selalu ditahan Biden selama ini, bahkan ditentang kepengecutan UE, khususnya Inggeris dan Perancis dalam menarasikan historisitas otentik Israel di tanah Israel sekarang, bahwa tanah itu bukannya diduduki Israel melainkan mereka kembali ke kampung leluhurnya seperti disaksikan Inggeris dan Perancis bahkan Turki yang tahu bahwa tanah itu sesungguhnya bertuan Yahudi meskipun mereka minoritas disitu pada zaman kolonialisme Turki, Inggeris dan Perancis.

Strategi menghancurkan kepala ular (Iran)

Pandangan yang berbeda mengenai pendekatan terhadap Iran dan Hamas mencerminkan dilema strategis dalam geopolitik middle-east, di mana setiap tindakan terhadap "kepala ular" memiliki dampak signifikan pada aktor lain yang saling terkait

Pendekatan untuk menghentikan ancaman dengan "memenggal kepala ular" -- yaitu melemahkan atau menghancurkan Iran -- memiliki dasar logis dalam geopolitik Middle East. Sebagai pendukung utama kelompok-kelompok proksi seperti Hamas, Hezbollah, dan milisi di Yaman, Iran menjadi pusat dari ancaman strategis terhadap Israel dan stabilitas kawasan.

Beberapa poin kunci yang mendukung pendekatan ini

Iran menyediakan pendanaan, pelatihan, dan teknologi untuk proksi seperti Hamas. Dengan melemahkan Iran, kemampuan kelompok-kelompok ini untuk bertahan dan menyerang dapat dikurangi secara signifikan.

Seperti yang disebutkan Mintz, serangan terhadap infrastruktur militer Iran, termasuk pertahanan udara, menciptakan peluang strategis untuk memaksa Iran bernegosiasi atau menghadapi kehancuran lebih lanjut.

Tidak seperti Biden, yang cenderung mendukung pendekatan multilateral dan diplomatik, gaya Trump yang langsung dan agresif memberikan tekanan tambahan pada rezim Iran.

Tantangan dalam pendekatan ini

Menghancurkan "kepala ular" tidaklah menjamin bahwa "tubuh" -- yaitu proksi seperti Hamas -- akan hilang dengan sendirinya.

Beberapa tantangan yang perlu diperhatikan antara lain Ketahanan Hamas dan proksi lain: Hamas telah menunjukkan kemampuan bertahan meskipun menghadapi serangan besar dari Israel. Seperti yang dikemukakan Mintz, Israel telah mencoba berbagai cara, namun Hamas tetap memegang sandera sebagai kartu tawar.

Melemahkan Iran secara total tanpa strategi pasca-konflik dapat menciptakan kekosongan kekuasaan yang berpotensi dimanfaatkan oleh aktor lain, termasuk kelompok ekstremis yang lebih radikal.

Meskipun narasi historis mendukung klaim Israel atas tanahnya, seperti yang diakui oleh Inggeris, Perancis, dan bahkan Kekaisaran Ottoman, banyak negara Uni Eropa tetap cenderung mendukung pendekatan kompromi. Hal ini dapat menciptakan hambatan diplomatik terhadap langkah sepihak yang keras.

Narasi historis Israel dan legitimasi

Narasi bahwa tanah Israel adalah milik leluhur Yahudi memiliki dasar sejarah yang kuat. Selama Kekaisaran Ottoman dan kolonialisme Inggeris, komunitas Yahudi memang minoritas tetapi tetap ada dan mempertahankan klaim historis mereka. Deklarasi Balfour 1917 dan mandat Inggeris di tanah Israel sekarang yang masih diplesetkan sebagai tanah Arab-Palestina memberikan legitimasi awal untuk pembentukan negara Yahudi. Setelah pembagian PBB tahun 1947, deklarasi kemerdekaan Israel pada 1948 didasarkan pada hak sejarah ini.

Namun, narasi ini sering ditentang oleh negara-negara Eropa seperti Perancis dan Inggeris modern, yang cenderung mendukung solusi dua negara. Resistensi ini seringkali didasarkan pada tekanan politik dari dunia Arab dan dinamika diplomatik yang kompleks.

Pendekatan Trump yang tegas terhadap Iran memiliki peluang untuk menciptakan perubahan strategis besar di Middle East. Namun, keberhasilannya tergantung pada kombinasi langkah militer, diplomatik, dan strategi pasca-konflik yang matang. Menghancurkan "kepala ular" adalah langkah penting, tetapi perlu memastikan bahwa "tubuh" tidak berkembang menjadi ancaman baru.

Narasi historis yang otentik tentang hak Israel atas tanahnya dapat digunakan untuk memperkuat legitimasi langkah-langkah ini, tetapi harus dikomunikasikan dengan hati-hati dalam lanskap internasional yang kompleks.

Lhat :

https://nypost.com/2025/01/10/us-news/how-trump-speaks-like-a-middle-easterner-and-why-that-bodes-well-for-confronting-iran/?utm_medium=social&utm_source=twitter&utm_campaign=nypost&s=09

Joyogrand, Malang, Sat', Jan' 11, 2025.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun