Kita lihat saja, bencana alam tanah bergerak, banjir bandang, hingga tanah longsor, 4 Desember 2024 lalu di Sukabumi, yang mengakibatkan ribuan kepala keluarga terdampak dan kerusakan sarana dan fasilitas publik lainnya cukup mengerikan. Sampai-sampai Pemerintah Kabupaten Sukabumi secara resmi memperpanjang status tanggap darurat bencana di Kabupaten Sukabumi hingga tanggal 17 Desember 2024 mendatang.
Kita lihat data sementara yang dirilis BPBD pada 10 Desember 2024 ybl, bencana alam yang terjadi sejak 3-4 Desember 2024 menimbulkan banyak kerusakan, baik rumah maupun bangunan fasilitas publik lainnya. Rusak Berat tercatat 1.428; Rusak Sedang 1.201 unit dan Rusak Ringan 1.272 unit. Rumah terancam 653 unit, serta rumah terendam 1.169 unit.
Peneliti senior dari Pusat Penelitian Mitigasi Kebencanaan dan Perubahan Iklim (Puslit MKPI) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Dr Ir Amien Widodo menjelaskan fenomena tanah bergerak di Sukabumi ini disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satunya adalah perubahan penggunaan lahan di kawasan pegunungan. Perubahan tersebut tidak terjadi secara mendadak, melainkan melalui proses panjang yang sudah berlangsung selama puluhan tahun.
Dinamika Demografi dan Migrasi
Kota Sukabumi dengan luas di bawah 50 km persegi memiliki kepadatan penduduk yang sangat tinggi. Dengan populasi 367 ribu jiwa, kepadatannya jauh melampaui Kabupaten Sukabumi yang memiliki luas 4.164 km persegi.
Fenomena migrasi dari wilayah pedesaan ke kota atau keluar wilayah Sukabumi adalah konsekuensi langsung dari aksesibilitas yang terbatas, keterbatasan lapangan pekerjaan lokal, dan daya tarik urbanisasi (terutama ke Jabodetabek, Bandung, dan luar Jawa).
Pemusatan populasi di titik tertentu seperti Cicurug, Cibadak, dan Pelabuhan Ratu memperbesar tekanan pada infrastruktur lokal dan lingkungan.
Konektivitas dan infrastruktur
Ketergantungan pada jalan konvensional peninggalan Belanda membatasi aksesibilitas, sehingga memperlambat pertumbuhan ekonomi wilayah dan menghambat distribusi populasi yang lebih merata.
Proyek tol yang belum sepenuhnya mencapai Sukabumi membuat tekanan pada jaringan jalan eksisting tetap tinggi, meningkatkan risiko kerusakan jalan dan aksesibilitas terbatas saat bencana terjadi.
Eksploitasi lingkungan