Relevansi dengan isu kontemporer. Kisah Lawrence masih relevan dengan isu-isu kontemporer seperti nasionalisme, identitas, dan konflik di Timur Tengah.
Relevansinya dengan konflik Timur Tengah kontemporer
Kisah Thomas Edward Lawrence, atau lebih dikenal sebagai Lawrence of Arabia, merupakan cerminan kompleksitas sejarah Timur Tengah dan relevansinya terhadap konflik-konflik yang masih berlangsung hingga kini. Perannya dalam membangkitkan semangat nasionalisme Arab dan membantu suku-suku Arab melawan Kekaisaran Ottoman selama Perang Dunia I memberikan kita banyak pelajaran berharga tentang dinamika politik, sosial, dan budaya di kawasan tersebut.
Salah satu warisan paling pahit dari era kolonialisme adalah janji-janji yang tidak ditepati. Lawrence dan sekutunya, Inggeris, menjanjikan kemerdekaan dan persatuan Arab sebagai imbalan atas dukungan mereka dalam perang. Namun, setelah perang berakhir, janji-janji tersebut diingkari dan wilayah Arab kembali dibagi-bagi menjadi negara-negara kecil yang memiliki perbatasan buatan dan konflik internal. Ketidakpercayaan mendalam terhadap kekuatan asing yang muncul akibat peristiwa ini masih menghantui hubungan antara negara-negara Arab hingga saat ini.
Keterlibatan kekuatan asing dalam urusan internal Timur Tengah telah menjadi ciri khas sejarah kawasan tersebut. Lawrence sendiri merupakan alat yang digunakan oleh Inggeris untuk mencapai tujuan strategisnya di middle-east. Intervensi semacam ini terus berlanjut hingga saat ini, dengan negara-negara besar seperti Amerika Serikat dan Rusia yang banyak terlibat dalam konflik di Suriah, Yaman, dan negara-negara lain di kawasan tersebut. Setiap kali ada kekuasaan yang berganti atau terjadi perubahan rezim, selalu ada kekhawatiran akan adanya intervensi asing yang dapat memperburuk situasi.
Identitas nasional, agama, dan suku
Konflik di Timur Tengah diwarnai oleh perebutan identitas nasional, agama, dan suku. Pemberontakan Arab yang dipimpin oleh Lawrence didorong oleh semangat nasionalisme Arab dan keinginan untuk lepas dari kekuasaan Ottoman.Â
Saat ini, kita masih melihat bagaimana identitas nasional, agama, dan suku terus menjadi sumber perpecahan dan konflik di kawasan tersebut. Konflik antara Sunni dan Syiah, misalnya, telah memicu perang saudara di beberapa negara Arab dan menjadi salah satu faktor utama dalam persaingan antara Iran dan Arab Saudi.
Munculnya kelompok-kelompok militan seperti ISIS dan Al-Qaeda merupakan salah satu konsekuensi dari konflik yang berkepanjangan di middle-east. Kelompok-kelompok ini memanfaatkan sentimen keagamaan dan suku untuk merekrut anggota dan melancarkan serangan. Mereka memanfaatkan kekosongan kekuasaan dan ketidakstabilan untuk memperluas wilayah kekuasaan mereka.
Relevansi dengan konflik Iran-Arab dan Israel-Arab Palestina
Persaingan hegemoni. Konflik antara Iran dan negara-negara Arab Sunni, serta konflik Israel-Arab Palestina, dapat dilihat sebagai perpanjangan dari persaingan pengaruh yang telah berlangsung sejak lama di kawasan tersebut. Keduanya merupakan contoh nyata dari bagaimana sejarah kolonialisme, intervensi asing, dan perebutan identitas nasional terus membentuk lanskap politik Timur Tengah.