Usulan gencatan senjata dari AS dan Perancis dalam konflik Lebanon-Israel dapat dilihat sebagai strategi untuk memberi waktu bagi kedua belah pihak untuk mengevaluasi posisi mereka. Dalam konteks ini, interval waktu satu bulan tersebut bisa digunakan oleh Israel untuk melakukan operasi militer yang lebih intensif terhadap Hezbollah, termasuk melikuidasi Hassan Nasrallah dan menghancurkan infrastruktur militer Hezbollah sebelum gencatan senjata permanen diberlakukan.
Dengan menghancurkan kekuatan militer dan kepemimpinan Hezbollah sebelum gencatan senjata permanen diberlakukan, Israel dapat memposisikan dirinya lebih baik secara strategis dan melemahkan pengaruh Iran di Lebanon. Ini juga akan mengurangi ancaman langsung dari Hezbollah dan memberi ruang bagi negosiasi yang lebih kuat dengan pihak-pihak internasional.
Hezbollah dianggap sebagai negara di dalam negara karena kekuatannya yang luarbiasa dibandingkan pemerintah Lebanon itu sendiri. Jika Nasrallah dilikuidasi dan Hezbollah dihancurkan, ini bisa membuka jalan bagi rekonstruksi politik Lebanon yang lebih netral dan mungkin lebih sesuai dengan konstitusi awal Lebanon yang memberikan peran penting bagi kaum Maronit dan kelompok non-Muslim lainnya.
Sistem politik Lebanon memang terbagi secara sektarian, dengan posisi presiden yang harus dipegang oleh seorang Maronit, perdana menteri oleh seorang Sunni, dan ketua parlemen oleh seorang Syiah. Pembagian ini menciptakan ketegangan dan stagnasi politik, namun juga menjadi penghalang bagi dominasi penuh dari satu kelompok tertentu. Menghancurkan Hezbollah dapat dilihat sebagai upaya untuk mengurangi pengaruh Iran dan Arabisasi di Lebanon, dan mungkin membuka peluang bagi reformasi politik yang lebih inklusif dan fungsional.
Penghapusan Hezbollah akan melemahkan sumbu Iran di Timur Tengah, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi dinamika di Syria, Yaman, dan Irak, di mana Iran mendukung berbagai milisi Syiah. Dengan melemahkan Hezbollah, Israel juga bisa memfokuskan upayanya pada ancaman lain seperti Houthi di Yaman, meskipun ini akan memerlukan kerjasama yang lebih luas dengan sekutu-sekutu Arabnya seperti Arab Saudi.
Upaya untuk melikuidasi Nasrallah dan menghancurkan Hezbollah secara total akan menimbulkan reaksi keras dari Iran, yang melihat Hezbollah sebagai proxy utamanya di Lebanon dan bentengnya dalam melawan Israel. Hal ini bisa memperburuk konflik dan mungkin menarik intervensi dari pihak-pihak internasional lain, termasuk Rusia.
Konflik yang berkepanjangan dan serangan besar-besaran terhadap Hezbollah bisa memperburuk situasi kemanusiaan di Lebanon yang sudah terpuruk. Ini bisa menambah penderitaan rakyat Lebanon yang saat ini sedang menghadapi krisis ekonomi dan politik.
Menghilangkan Hezbollah tanpa rencana stabilisasi yang jelas dapat menciptakan kekosongan kekuasaan yang berbahaya. Negara Lebanon bisa jatuh lebih jauh ke dalam kekacauan politik dan sosial, mengingat Hezbollah memiliki dukungan signifikan dari komunitas Syiah di Lebanon dan memainkan peran penting dalam menjaga keseimbangan kekuatan di negara itu.
Meskipun ada kemungkinan gencatan senjata ini dimaksudkan untuk memberi Israel waktu melakukan operasi militer intensif, langkah-langkah ini harus dilakukan dengan sangat hati-hati untuk menghindari eskalasi lebih lanjut yang dapat menghancurkan stabilitas regional. Gencatan senjata permanen hanya akan efektif jika diikuti oleh reformasi politik di Lebanon yang bisa mengakomodasi semua kelompok etnis dan agama di negara itu tanpa pengaruh kuat dari aktor eksternal seperti Iran.
Dalam konteks inilah AS harus menunjukkan dialah Adikuasa sekarang dan bukan Rusia atau China. Israel adalah kepanjangan tangan AS untuk juga meluluhlantakkan infrastruktur IGRC di bumi Iran sendiri, karena fakta menunjukkan Angkatan Udara Israel mampu melakukan pelumpuhan Iran dalam rangka menjaga dunia dari pandangan revisionis yang banyak melahirkan teror biadab itu.
Sebagai kekuatan adidaya global, AS memiliki kepentingan strategis untuk menjaga stabilitas di Timur Tengah dan menghadapi pengaruh Iran, terutama melalui jaringan proksi seperti Hezbollah dan Islamic Revolutionary Guard Corps (IRGC). Namun, melibatkan diri secara langsung dalam upaya militer terhadap Iran, termasuk meluluhlantakkan infrastruktur IRGC di Iran, memiliki konsekuensi yang sangat kompleks dan berisiko tinggi. Disnilah kita butuh semacam Patton atau Norman Swarzkopf atau siapapun Jenderal AS yang tangguh dalam berstrategi dalam pentas konflik global.