Resesi ekonomi di Eropa, khususnya di negara-negara seperti Jerman dan Inggeris, dapat membatasi kemampuan negara-negara ini untuk memenuhi komitmen pertahanan mereka. Jika pengeluaran pertahanan berkurang, kemampuan NATO untuk mempertahankan wilayah Eropa secara mandiri tanpa bantuan signifikan dari AS menjadi semakin diragukan. Ini menimbulkan pertanyaan tentang ketergantungan Eropa pada AS untuk keamanannya sendiri.
Kondisi ini menciptakan dilema bagi AS, yang di satu sisi perlu menjaga komitmennya terhadap NATO untuk mempertahankan stabilitas di Eropa, tetapi di sisi lain harus menjaga kemampuan militernya di kawasan Asia-Pasifik, di mana ancaman dari China dan ketegangan di Semenanjung Korea terus meningkat. Ketegangan geopolitik yang melibatkan Rusia, Iran, dan China, ditambah dengan kemungkinan konflik di Timur Tengah, menambah kompleksitas situasi ini.
Perluasan NATO, yang didorong oleh AS, juga membawa risiko besar. Meskipun dimaksudkan untuk memperkuat aliansi dan menghalangi agresi Rusia, hal ini juga dapat memprovokasi ketegangan lebih lanjut dengan Moskow dan membebani sumberdaya militer AS.
Dalam konteks ini, kritik yang dilontarkan terhadap kebijakan ekspansi NATO memerlukan evaluasi ulang. Apakah perluasan NATO dan pendekatan agresif terhadap Rusia benar-benar memperkuat keamanan global, atau justeru menambah ketegangan yang dapat memicu konflik di berbagai kawasan, adalah pertanyaan penting yang perlu dijawab oleh pembuat kebijakan di AS dan sekutunya.
Menghadapi ancaman dari berbagai front, AS perlu mempertimbangkan kembali strategi militernya dan mencari keseimbangan antara komitmen di Eropa dan Asia-Pasifik, serta mengevaluasi apakah perluasan NATO sesuai dengan kepentingan jangka panjangnya.
Lihat
Kereta Malam Matarmaja Malang-Jakarta, Tue', Sept' 10, 2024.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H