AS memiliki sekitar 100.000 personel yang ditempatkan di seluruh Eropa. Ini termasuk Angkatan Udara, Angkatan Darat, Marinir, Angkatan Laut, dan Pasukan Khusus AS. 100.000 personel tersebut mencakup sekitar 20.000 personel yang dikirim untuk memperkuat Eropa Timur pada tahun 2022 (beberapa di antaranya ke Estonia, Lithuania, Latvia, Polandia, dan Rumania). Orang Eropa jelas, akan tetapi, sejarah pasukan ekspedisi Inggris (BEF) di Eropa tidaklah menyenangkan. Dalam Perang Dunia 2, BEF (yang terdiri dari 13 divisi dan 390.000 pasukan) harus dievakuasi dari Dunkirk (Operasi Dynamo), Le Havre (Operasi Cycle), dan dari pelabuhan Perancis di Atlantik dan Mediterania (Operasi Aerial).
Tidak ada satu pun angkatan bersenjata di Eropa dan Rusia saat ini yang jumlah dan struktur kekuatannya menyerupai angkatan bersenjata yang ada pada Perang Dunia 1 atau Perang Dunia 2. Jika Inggeris jauh tertinggal dalam mempersiapkan pertahanannya pada tahun 1940, Eropa jauh lebih tertinggal saat ini.
Banyak negara Eropa telah mengosongkan persenjataan mereka untuk mendukung Ukraina, mengirimkan tank, kendaraan lapis baja, rudal, pertahanan udara, artileri, amunisi dan banyak senjata lain yang sulit digantikan.Â
Apa maksud semua ini? Artinya, meskipun Eropa menghabiskan banyak uang untuk pertahanan (US $ 295 miliar) dibandingkan dengan Rusia, negara itu tidak memperoleh banyak keuntungan baik dalam hal peralatan maupun dalam hal kekuatan tempur. Jadi, pertanyaan yang bagus di sini adalah ke mana semua uang itu pergi? Mungkin Smedley Butler dapat memberikan jawabannya.
AS telah meminta Eropa untuk membelanjakan lebih banyak dana untuk pertahanan dan ada bukti tuntutan ini membuahkan hasil dalam bentuk anggaran pertahanan yang lebih besar. Namun, hal ini belum terwujud dalam bentuk pasukan tempur yang lebih besar atau lebih tangguh (dengan kemungkinan pengecualian Polandia).
Faktanya, resesi di Eropa, terutama di Jerman dan Inggeris, kemungkinan akan memaksa pengurangan anggaran pertahanan dan bahkan lebih sedikit pasukan yang dapat dikerahkan.
Semua ini mengarah pada kesimpulan aneh, tanpa AS, negara-negara anggota NATO di Eropa tidak dapat mempertahankan wilayah mereka sendiri. Hal ini juga menempatkan AS pada posisi yang sangat tidak menguntungkan secara geopolitik.
Persenjataan kosong dan penempatan pasukan di luar negeri di perbatasan Eropa mengurangi kemampuan AS untuk mempertahankan kepentingannya di tempat lain, terutama di kawasan Asia-Pasifik.
Hal ini juga membuat keamanan AS rentan terhadap risiko jebakan yang serius -- perang yang didalangi Rusia di Timur Tengah yang dipimpin Iran dan dorongan China di Asia Timur, ditambah konflik yang pecah di Korea, dapat menyebabkan bencana nyata di masa yad.
Perluasan NATO merupakan risiko besar bagi AS, yang telah dengan tegas mendukung perluasan NATO dan sikap agresifnya terhadap Rusia. Bahkan jika kita mengabaikan argumen Smedley Butler bahwa "Perang adalah pemerasan", sudah waktunya untuk mengevaluasi kembali dukungan AS terhadap perluasan NATO.
Pandangan tsb yang sebagian diolah dari tulisan Stephen Bryen seorang kolumnis senior Asia Times - menyoroti beberapa tantangan strategis dan geopolitik yang dihadapi AS terkait perannya dalam NATO dan keamanan global. AS telah lama mendesak sekutu Eropanya untuk meningkatkan anggaran pertahanan mereka, dengan harapan ini akan menghasilkan kekuatan militer yang lebih tangguh di Eropa. Namun, kenyataannya, peningkatan anggaran pertahanan belum selalu diterjemahkan menjadi kemampuan tempur yang lebih besar atau lebih efektif di Eropa, dengan pengecualian beberapa negara seperti Polandia yang secara signifikan memperkuat pertahanan mereka dalam beberapa tahun terakhir.