Solusi Schisma Clan di Tanah Batak
Silsilah pada kumpulan marga atau toga merupakan unsur identitas masyarakat hukum adat.
Masyarakat hukum adat adalah masyarakat hukum adat seperti Desa di Jawa, Marga di Sumatera Selatan, Nagari di Minangkabau, Huta di Tapanuli, Wanua di Sulawesi Selatan. Silsilah pada kumpulan marga atau toga merupakan unsur identitas masyarakat hukum adat.
Semuanya itu adalah kesatuan-kesatuan masyarakat yang mempunyai kelengkapan-kelengkapan untuk sanggup berdiri sendiri, yaitu mempunyai kesatuan hukum, kesatuan penguasa, dan kesatuan lingkungan hidup berdasarkan hak bersama atas tanah dan air bagi semua anggotanya.
Bentuk hukum kekeluargaannya (patrilinear, matrilinear, atau bilateral) mempengaruhi sistem pemerintahannya terutama berlandaskan atas pertanian, peternakan, perikanan, dan pemungutan hasil hutan dan hasil air, ditambah dengan perburuan binatang liar, pertambangan dan kerajinan tangan. Semua anggotanya sama dalam hak dan kewajibannya.
Penghidupan mereka berciri, Komunal di mana gotongroyong, tolong menolong, serasa dan selalu mempunyai peranan yang besar.
Silsilah atau tarombo pada orang Batak Toba terbentuk dan dikembangkan dari suatu masyarakat hukum adat, yang bermula dari huta (perkampungan induk), yang kemudian huta dikembangkan dengan sebutan lain, seperti Lumban, Sosor, Banjar, Lobu, dan lain-lain.
Pada umumnya yang bermukim pada suatu masyarakat hukum adat adalah memiliki pertalian darah (genealogis) secara patrilinear atau berdasarkan garis keturunan ayah. Dengan demikian, suatu marga atau Kumpulan marga memiliki asal perkampungan atau huta, yang disebut juga tempat pamoparan.
Kalau sebuah marga saat ini tidak memiliki perkampungan asal, perlu diverifikasi apakah marga atau kelompok marga tersebut pendatang ke sebuah kumpulan marga atau apakah marga terkait pernah mendapatkan sanksi hukum adat, seperti diasingkan atau dipabali dari sebuah masyarakat hukum adat karena tingkah laku yang tidak sesuai dengan norma-norma hukum adat atau diduga marga yang tidak mempunyai huta merupakan pendatang atau diain atau dirajahon pada suatu masyarakat hukum adat.
Sampai saat ini masyarakat hukum adat dari segi regulasi diatur baik dalam lingkup internasional, nasional maupun lokal. Dalam pengaturan transnasional, keberadaan masyarakat hukum adat di atur pada 169 Indigenous and Tribal Peoples Convention, 1989. Dalam lingkup nasional di sini, pengaturan tentang masyarakat hukum adat bisa dibaca dari ketentuan pasal 18 B UUD 1945. Disitu disebutkan :"Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hakhak tradisonalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang". Pengaturan yang lain, bisa dibaca pada ketentuan pasal 28 I UUD 1945. Disana dikatakan :"Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban".