Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tarik-ulur Otoritarianisme dan Demokrasi Terbuka

23 Agustus 2024   16:52 Diperbarui: 23 Agustus 2024   16:52 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Demonstrasi kawal keputusan MK pada Kamis,  22-8 ybl. (Sumber : Antonius Aditya Mahendra via  nasional.kompas.com).

Bukankah fenomena ini kembali berulang bahwa kekuasaan itu harus dikelola oleh pemenang pemilu apapun nanti tricknya. Ini semua untuk menghadang bakal calon lawan politik yang akan mengusung visi lain dalam demokrasi.

Ini adalah dinamika politik yang malah berputar arah ke masa lalu. Ini tentu kompleks dan paradoksal dalam sistem demokrasi di Indonesia. Setelah beberapa dekade reformasi, terdapat pola di mana kekuasaan kembali dikelola dengan cara yang sangat terpusat, meskipun dengan mekanisme yang berbeda dibandingkan dengan era Orde Baru.

Beberapa aspek yang perlu dikaji lebih jauh

1. Kekuasaan dan pengendalian politik

Fenomena sekarang menunjukkan kekuasaan di Indonesia cenderung dikendalikan oleh aktor-aktor politik yang kuat, baik melalui partai politik besar maupun koalisi yang didominasi oleh beberapa partai besar. Dalam konteks Pilkada 2024, ini terlihat dari koalisi KIM (Koalisi Indonesia Maju) yang didukung oleh sejumlah partai besar, yang seakan mendominasi percaturan politik dan mungkin akan melawan kotak kosong jika hanya Nasdem yang mendukung Anies Baswedan.

2. Keputusan MK dan threshold calon

Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menurunkan ambang batas pencalonan dari 20% menjadi 7,5% membuka peluang bagi partai-partai kecil untuk mengajukan calon mereka sendiri. Meskipun ini terlihat sebagai upaya untuk memperluas partisipasi dan memperkuat demokrasi, ada juga interpretasi langkah ini bisa digunakan untuk mencegah munculnya calon-calon alternatif yang membawa visi yang berbeda dari status quo. Dengan demikian, ini bisa dilihat sebagai cara untuk memastikan kekuasaan tetap berada di tangan kelompok atau koalisi yang sudah mapan.

3. Kecenderungan sentralisasi kekuasaan

Meskipun reformasi telah memperkenalkan desentralisasi kekuasaan, fenomena terkini menunjukkan adanya upaya untuk kembali memusatkan kekuasaan, baik melalui kontrol partai-partai besar maupun melalui manipulasi aturan-aturan politik. Ini mencerminkan kekhawatiran kekuasaan yang terlalu tersebar atau dibagi akan mengancam stabilitas politik atau kepentingan kelompok tertentu.

4. Dinamika politik dan manipulasi demokrasi

Apa yang kita saksikan sekarang bisa dianggap sebagai bentuk manipulasi demokrasi, di mana aturan dan prosedur diubah atau disesuaikan untuk memastikan kekuasaan tetap dipegang oleh kelompok tertentu. Fenomena ini bisa dianggap sebagai upaya untuk menjaga kontinuitas kekuasaan dan mencegah munculnya alternatif yang dianggap tidak sesuai dengan kepentingan kelompok penguasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun