Peran aktif dari berbagai pihak, seperti  masyarakat sipil, LSM, dan kelompok oposisi, sangat penting untuk mengawasi dan mendorong pemerintah dalam mengambil langkah-langkah yang tepat dan bertanggungjawab.
Pada akhir Mei 2024, rasio utang Pemerintah Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 38,64%, masih di bawah batas aman maksimal 60% yang ditetapkan dalam UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Meskipun tergolong aman, utang Indonesia menunjukkan tren kenaikan dalam beberapa tahun terakhir. Desember 2020, rasio utang terhadap PDB 39,39%; Pebruari 2024, rasio utang terhadap PDB 39,87%; April 2024, rasio utang terhadap PDB 38,64%.
Utang dapat menjadi instrumen krusial dalam mendanai pembangunan infrastruktur vital, seperti jalan, jembatan, pelabuhan, dan bandara, yang berperan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan daya saing bangsa.
Dana pinjaman dapat dialokasikan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan masyarakat, seperti pembangunan sekolah, rumahsakit, dan puskesmas, yang berkontribusi pada peningkatan kualitas hidup masyarakat.
Utang yang dikelola dengan bijak dapat membantu menstabilkan kondisi ekonomi, terutama saat terjadi krisis atau guncangan ekonomi global.
Sebaliknya beban bunga utang yang signifikan dapat membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan menghambat program lain, seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.
Peningkatan utang yang tidak terkendali berpotensi memicu krisis ekonomi di masa mendatang, sebagaimana yang terjadi di beberapa negara, di mana tingginya beban utang negara menyebabkan inflasi yang tinggi, nilai tukar mata uang yang melemah, dan pertumbuhan ekonomi yang terhambat.
Ketergantungan berlebihan pada utang dapat mengurangi kedaulatan dan kemandirian ekonomi suatu negara.
Pemerintah perlu menerapkan strategi pengelolaan utang yang prudent dan berkelanjutan, dengan mempertimbangkan berbagai faktor, seperti kemampuan fiskal negara, dengan memastikan jumlah utang yang dipinjam tidak melebihi kemampuan negara untuk membayar kembali, termasuk bunga dan pokoknya; efektivitas penggunaan dana utang, dengan memastikan dana utang digunakan untuk proyek-proyek yang produktif dan memberikan manfaat ekonomi yang nyata; meminimalkan risiko keuangan yang terkait dengan utang, seperti fluktuasi nilai tukar mata uang dan suku bunga; meningkatkan efisiensi belanja negara, dengan memastikan anggaran negara digunakan secara efektif dan efisien untuk meminimalkan pemborosan dan kebocoran; memaksimalkan penerimaan pajak, dengan meningkatkan kepatuhan pajak dan mencari sumber-sumber pendapatan baru untuk meningkatkan penerimaan negara; mencari sumber pembiayaan alternatif, dengan mendiversifikasi sumber pembiayaan, tidak hanya bergantung pada utang, seperti melalui investasi langsung, public-private partnership (PPP), dan hibah dari negara lain.