Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Paradoks PDIP-Anies dalam Pilkada Jakarta 2024

19 Juni 2024   17:15 Diperbarui: 20 Juni 2024   11:00 733
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tak menutup kemungkinan berkoalisi untuk usung Anies Baswedan pada Pilkada Jakarta 2024. (Sumber: Kolase Tribunnews) 

Paradoks PDIP-Anies Dalam Pilkada Jakarta 2024

Perkembangan terbaru dalam perpolitikan Jakarta, khususnya terkait sikap internal PDIP terhadap kemungkinan berkoalisi dengan Anies Baswedan, mencerminkan dinamika dan kompleksitas politik di tingkat lokal maupun nasional.

PDIP, sebagai partai besar dengan basis yang luas, tidak memiliki pandangan tunggal mengenai kemungkinan berkoalisi dengan Anies Baswedan. Fragmentasi ini menunjukkan adanya perbedaan kepentingan dan pandangan di antara para kader partai.

Beberapa kader bisa saja melihat koalisi dengan Anies sebagai peluang strategis untuk memenangkan Pilgub Jakarta, sementara yang lain masih terbawa oleh luka politik masa lalu, khususnya kekalahan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pada Pilkada 2017 yang penuh dengan sentimen agama.

Luka politik dari Pilkada 2017 masih membekas di kalangan kader PDIP. Ahok, yang merupakan kader PDIP, kalah dalam situasi yang sangat politis dan penuh dengan isu sentimen agama. Ini menciptakan hambatan emosional dan psikologis bagi sebagian kader PDIP untuk mendukung Anies.

Memori politik ini mempengaruhi keputusan politik dan strategi partai, mengingat pentingnya menjaga kesatuan dan perasaan kader di seluruh Indonesia.

Keputusan untuk berkoalisi atau tidak dengan Anies tidak hanya didasarkan pada pertimbangan lokal Jakarta, tetapi juga pada dampak elektoral di tingkat nasional.

PDIP harus mempertimbangkan bagaimana koalisi ini akan mempengaruhi citra dan dukungan mereka secara keseluruhan, terutama menjelang pemilu yang lebih luas. Jika mayoritas kader dan basis pendukung menolak Anies, memaksakan koalisi bisa merugikan PDIP secara elektoral.

Pragmatisme dan Kesamaan Nasib

Koalisi politik di negeri ini seringkali bersifat pragmatis. Keputusan PDIP untuk berkoalisi dengan Anies atau tidak masih memerlukan diskusi dan negosiasi lebih lanjut. Ini bisa melibatkan kompromi dan pertimbangan berbagai faktor, termasuk kesepakatan politik, program yang ditawarkan, dan posisi tawar PDIP.

Pernyataan Ganjar Pranowo belum lama ini tentang situasi internal PDIP dan kemungkinan koalisi dengan Anies Baswedan mencerminkan realitas politik yang kompleks dan penuh dengan nuansa. Pastinya ada perbedaan pandangan yang signifikan terkait dengan Anies.

Hal ini mencerminkan keragaman opini dan kepentingan dalam partai, yang merupakan hal wajar dalam partai besar. Perbedaan ini bisa menjadi sumber kekuatan, asalkan dikelola dengan baik, namun juga bisa menjadi sumber konflik jika tidak ada kesepakatan bersama.

Adapun kesamaan nasib politik antara Anies dan PDIP, terutama dalam hal merasa diperlakukan tidak adil dalam Pilpres 2024, bisa menjadi pemicu untuk membuka komunikasi dan kemungkinan koalisi.

Perasaan senasib dan sepenanggungan seringkali menjadi dasar kuat untuk membangun aliansi politik, meskipun ada perbedaan ideologis dan basis pendukung.

PDIP memiliki proses rekrutmen yang terbuka baik untuk kader internal maupun non-kader. Proses ini mencakup pendaftaran, seleksi, dan evaluasi kandidat.

Hal ini menunjukkan partai memiliki mekanisme yang terstruktur untuk memastikan calon yang diusung memiliki kualitas dan kesesuaian dengan visi partai. Keputusan akhir akan diambil berdasarkan evaluasi menyeluruh dari berbagai aspek, termasuk elektabilitas dan kesesuaian dengan misi partai.

Hanya saja, perbedaan ideologis dan basis pendukung antara Anies dan PDIP tidak bisa diabaikan. PDIP memiliki akar yang kuat dalam ideologi nasionalisme-sekuler, sementara Anies cenderung didukung oleh basis yang lebih religius, bahkan tak sedikit yang ortodoks buta. Perbedaan ini memerlukan pendekatan yang hati-hati agar koalisi tidak menimbulkan konflik di tingkat akar rumput.

Keputusan PDIP untuk berkoalisi dengan Anies atau tidak, juga harus mempertimbangkan dampak jangka panjang bagi partai. Ini termasuk mempertimbangkan bagaimana koalisi ini akan mempengaruhi citra partai, elektabilitas dalam pemilu mendatang, dan kesatuan internal partai. PDIP harus menyeimbangkan antara pragmatisme politik dan menjaga integritas ideologis partai.

Mengkambinghitamkan Pilpres 2024

Mengapa PDIP dan Anies mengkambinghitamkan Pilpres 2024. Bukankah ketakutan akan kalah justeru adalah kesalahan besar mereka. PDIP merasa ditinggalkan kader terbaiknya Jokowi, dan Anies yang diusung Nasdem merasa tak berdaya dalam Pilpres tersebut.

Secara legal, jika Pilpres 2024 tidak menunjukkan adanya masalah besar berdasarkan pendekatan hukum yang ada, maka tuduhan "tidak adil" mungkin lebih bersifat perseptual daripada faktual.

Perasaan tersakiti bisa timbul dari berbagai faktor yang tidak selalu terkait langsung dengan legalitas proses pemilu, seperti persepsi tentang media coverage, kampanye negatif, atau dukungan dari elit politik.

Politik adalah arena yang sangat kompetitif, dan persepsi tentang keadilan bisa sangat subjektif. Kubu Anies dan PDIP kemungkinan besar merasa mereka menghadapi hambatan atau tantangan tertentu yang dirasa tidak adil, meskipun ini tidak selalu tercermin dalam proses legal. Misalnya, mereka bisa merasa ada ketidakadilan dalam alokasi sumberdaya kampanye, akses media, atau bahkan intervensi dari pihak-pihak tertentu.

Pengalaman masa lalu dalam politik juga mempengaruhi persepsi saat ini. Misalnya, bagi PDIP, pengalaman konfrontasi politik pada Pilkada 2017 dan berbagai dinamika politik lainnya bisa menimbulkan sensitivitas terhadap apa yang mereka anggap sebagai ketidakadilan. Hal yang sama berlaku untuk Anies Baswedan, yang mungkin merasa kampanye atau pencalonannya dihadapkan pada tantangan yang tidak seimbang.

Tuduhan tentang perlakuan tidak adil juga bisa menjadi bagian dari strategi politik. Mengemukakan isu ketidakadilan bisa menjadi cara untuk mendapatkan simpati publik, membangun solidaritas di antara pendukung, atau sebagai langkah defensif untuk mengatasi potensi kekalahan. Dengan menonjolkan narasi "diperlakukan tidak adil," politisi bisa mencoba mengonsolidasikan basis dukungan mereka.

Kesamaan perasaan diperlakukan tidak adil bisa menjadi dasar untuk membangun koalisi politik, seperti antara Anies dan PDIP. Meskipun berbeda secara ideologis dan basis pendukung, adanya perasaan senasib bisa menjadi motivasi untuk bekerjasama melawan kekuatan politik yang dianggap sebagai lawan bersama.

Politik di Indonesia, seperti di banyak negara lain, seringkali penuh dengan dinamika dan perubahan aliansi. Fenomena di mana kawan menjadi lawan atau sebaliknya memang sudah menjadi bagian dari praktik politik yang umum.

Dalam politik praktis, pragmatisme seringkali mengalahkan ideologi. Aliansi dibentuk dan dibubarkan berdasarkan kepentingan jangka pendek dan strategi untuk memenangkan pemilihan.

PDIP dan Anies mungkin mempertimbangkan koalisi jika mereka melihat adanya keuntungan strategis, meskipun mereka memiliki sejarah konflik dan perbedaan ideologis.

Keinginan untuk menang dalam pemilihan seringkali menjadi motivasi utama bagi politisi dan partai politik. Mereka akan mencari cara terbaik untuk mengamankan kemenangan, termasuk dengan membuat kompromi dan aliansi yang mungkin tidak terduga. Untuk PDIP dan Anies, mempertimbangkan koalisi bisa jadi adalah strategi untuk meningkatkan peluang mereka dalam Pilkada Jakarta.

Salah satu tantangan besar dalam membentuk koalisi baru adalah mengatasi luka politik masa lalu. Kemenangan Ahok pada Pilkada DKI 2017 dan isu-isu yang menyertainya masih membekas di benak banyak kader PDIP.

Namun, pragmatisme politik bisa mendorong mereka untuk mengesampingkan perasaan ini demi mencapai tujuan yang lebih besar, seperti memenangkan Pilkada Jakarta.

Kepemimpinan memainkan peran kunci dalam memutuskan aliansi politik. Ganjar Pranowo, misalnya, menunjukkan sikap yang pragmatis dan mendengarkan berbagai suara dalam partai. Kepemimpinan yang kuat dan bijaksana diperlukan untuk mengelola perbedaan pendapat dan mengarahkan partai ke keputusan yang dianggap terbaik untuk masa depan.

PDIP harus mempertimbangkan dampak elektoral dari setiap keputusan koalisi. Koalisi dengan Anies mungkin membawa keuntungan di Jakarta, tetapi mereka harus mempertimbangkan bagaimana hal ini akan diterima oleh basis pendukung mereka di tempat lain. Mereka harus menimbang apakah keuntungan di Jakarta sepadan dengan potensi kerugian di wilayah lain.

Pembentukan koalisi juga melibatkan banyak negosiasi dan kompromi. Kedua belah pihak harus menemukan titik temu yang cukup kuat untuk mendasari kerjasama mereka. Ini bisa mencakup kesepakatan programatik, distribusi posisi kekuasaan, dan strategi kampanye bersama.

Politik bermartabat

Untuk mengarahkan politik praktis di Indonesia ke arah yang lebih bermartabat dan berorientasi pada kehormatan, bukan sekadar kemenangan dalam kontestasi kekuasaan, diperlukan perubahan mendasar dalam budaya politik, sistem, dan praktik yang ada.

Beberapa langkah yang dapat diambil ke depan ini untuk mencapai tujuan tersebut, antara lain memasukkan pendidikan politik ke dalam kurikulum sekolah untuk membentuk generasi muda yang paham akan pentingnya etika, integritas, dan tanggungjawab dalam politik; mengadakan seminar, workshop, dan diskusi publik yang melibatkan masyarakat luas untuk meningkatkan kesadaran politik yang sehat dan bermartabat; memperketat regulasi mengenai kampanye politik, termasuk pembatasan dana kampanye dan larangan kampanye hitam atau berita palsu; memastikan semua pelanggaran hukum dalam proses pemilu, termasuk korupsi, suap, dan manipulasi suara, ditindak tegas dan adil; 

Mewajibkan partai politik dan kandidat untuk melaporkan sumber dana kampanye dan pengeluarannya secara transparan; mendorong politisi dan partai politik untuk bertanggungjawab atas janji kampanye mereka dan mempertanggungjawabkan kinerja mereka kepada publik; memastikan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) bekerja secara independen tanpa intervensi politik; mendorong organisasi masyarakat sipil untuk aktif dalam memantau proses pemilu dan mengadvokasi integritas pemilu; mengembangkan dan mempromosikan kode etik bagi politisi dan partai politik yang menekankan pada integritas, kejujuran, dan kepedulian terhadap kepentingan publik; 

Memberikan penghargaan atau pengakuan kepada politisi dan partai yang menunjukkan komitmen terhadap etika dan integritas dalam berpolitik; mendorong partai politik untuk lebih demokratis dalam proses pengambilan keputusan dan pemilihan kandidat; mengembangkan sistem kaderisasi yang berbasis pada kemampuan dan integritas, bukan sekadar loyalitas atau hubungan personal; mendorong masyarakat untuk lebih aktif terlibat dalam proses politik, termasuk memberikan suara dalam pemilu, berpartisipasi dalam diskusi publik, dan mengawasi kinerja pejabat terpilih; 

Melaksanakan program pendidikan pemilih untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang pentingnya memilih berdasarkan visi dan integritas kandidat, bukan sekadar popularitas atau janji manis; memastikan media massa berperan sebagai pengawas yang objektif dan independen, memberikan informasi yang akurat dan seimbang; melaksanakan kampanye melawan berita palsu dan disinformasi yang bisa merusak proses politik yang sehat.

Joyogrand, Malang, Wed', June 19, 2024.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun