Hubungan antara tokoh-tokoh publik bersifat dinamis, dengan berbagai latar belakang dan kepentingan yang berbeda-beda. Oleh karena itu, memahami reaksi seseorang terhadap kritik atau sindiran memerlukan analisis yang lebih mendalam tentang konteks politik, rekam jejak, dan niat di balik kritik tsb.
Indonesia memang harus segera menghentikan wabah toksik yang merusak sistem birokrasinya. Indonesia emas 2045 tak mungkin terwujud apabila manusia toksik tetap dipertahankan dalam sistem.
Mengatasi masalah birokrasi yang toksik dan mengurangi korupsi adalah tantangan yang kompleks, tetapi ada berbagai pendekatan yang dapat dilakukan untuk membantu menghentikan "wabah" ini dan mewujudkan visi Indonesia Emas 2045.
Beberapa langkah yang dapat membantu menghentikan praktik birokrasi yang merusak :
1. Penguatan hukum dan regulasi. Menerapkan undang-undang yang kuat dan ketat terkait antikorupsi dan akuntabilitas dalam birokrasi. Hal ini mencakup mekanisme penghukuman yang jelas dan tegas bagi pelaku korupsi dan pelanggaran etika.
2. Transparansi dan akuntabilitas publik. Meningkatkan transparansi dalam pemerintahan, termasuk akses publik terhadap informasi dan data pemerintahan, sehingga masyarakat dapat memantau dan menilai kinerja birokrasi. Akuntabilitas dapat ditingkatkan melalui pelaporan publik dan audit yang ketat.
3. Pengawasan yang efektif. Memperkuat lembaga pengawasan, seperti KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), dan lembaga lainnya. Pengawasan yang efektif memerlukan sumberdaya yang cukup, independensi, dan kebebasan dari campur tangan politik.
4. Pendidikan dan pelatihan etika. Mengintegrasikan pendidikan etika dan integritas ke dalam sistem pendidikan dan pelatihan birokrasi. Pegawai negeri sipil dan pejabat publik harus diberi pelatihan tentang etika, transparansi, dan akuntabilitas.
5. Penguatan peran masyarakat sipil. Mendorong peran serta masyarakat sipil, organisasi non-pemerintah, dan media dalam memantau birokrasi dan mengungkap penyalahgunaan kekuasaan. Partisipasi publik membantu menciptakan tekanan sosial yang mendorong perilaku yang lebih etis dalam birokrasi.
6. Insentif untuk integritas. Memberikan insentif bagi pegawai negeri sipil dan pejabat publik yang menunjukkan integritas dan kinerja yang baik. Insentif ini dapat berupa penghargaan, promosi, atau fasilitas lainnya yang mendorong perilaku positif.
7. Pemanfaatan teknologi. Menggunakan teknologi untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi peluang korupsi. E-government, sistem e-procurement, dan sistem pengaduan online dapat membantu mengurangi pita merah birokrasi dan meningkatkan transparansi.