Di Laut Arab dan Selat Hormuz, AS dan negara-negara Barat menjaga kehadiran militer yang signifikan untuk melindungi kebebasan pelayaran dari ancaman potensial, terutama dari Iran dan kelompok proksinya seperti Houthi di Yaman.
Keamanan di wilayah ini penting karena Selat Hormuz adalah jalur perdagangan minyak utama. Ancaman terhadap kebebasan pelayaran di sini dapat mempengaruhi pasar minyak dan keamanan global.
China memang mengakui prinsip kebebasan navigasi, tetapi memiliki pandangan berbeda terkait apa yang dianggap sebagai pelayaran "legal" di wilayah yang diklaimnya. China berulangkali menegaskan negara lain harus meminta izin atau memberi pemberitahuan sebelum melakukan operasi militer di wilayah laut yang mereka klaim.
Ketegangan muncul ketika negara lain, terutama AS, melakukan operasi militer atau pelayaran yang dianggap China sebagai pelanggaran klaimnya.
Pernyataan AS tentang kebebasan navigasi di Laut China Selatan dapat bertentangan dengan klaim teritorial China. Pendekatan AS yang fokus pada kebebasan navigasi mencerminkan upaya untuk mempertahankan prinsip hukum internasional seperti yang diatur dalam Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS). Meski China tidak sepenuhnya setuju dengan pendekatan ini, mereka juga menyadari konfrontasi terbuka dapat mengarah pada ketegangan yang tidak diinginkan dan kemungkinan besar merusak hubungan internasional. Karenanya, meskipun ketegangan bisa muncul, kedua belah pihak cenderung berhati-hati untuk menghindari eskalasi konflik.
Langkah Indonesia
Indonesia menghadapi tantangan serius dalam mengamankan kedaulatan dan sumberdaya maritimnya, terutama di kawasan Natuna, yang terkena dampak klaim "nine-dash line" (9DL) China dan aktivitas ilegal oleh nelayan asing.
Indonesia harus memperkuat patroli dan pengawasan di zona ekonomi eksklusif (ZEE) di sekitar Natuna. Hal ini bisa dilakukan dengan meningkatkan kehadiran kapal patroli Angkatan Laut, Badan Keamanan Laut (Bakamla), dan sumberdaya lainnya.
Teknologi pemantauan seperti drone, radar, dan sistem pelacakan kapal otomatis (AIS) dapat digunakan untuk mendeteksi dan menindak aktivitas ilegal dengan lebih efektif.
Dalam kepemimpinan Prabowo Soebianto ke depan ini Indonesia harus semakin memperkuat kerjasama dengan negara-negara ASEAN dan mitra internasional lainnya, khususnya AS, untuk menekan klaim 9DL China. Ini dapat dilakukan melalui dialog diplomatik dan koordinasi dalam isu keamanan maritim.
Terkait pencurian ikan yang tak pernah berhenti di perairan ZEE kita di Natuna, ntah itu pelakunya nelayan Vietnam, China, Malaysia, Filipina dll, Indonesia seyogyanya memperluas kerjasama dalam operasi pengawasan dan penegakan hukum dengan negara-negara tetangga agar dapat membantu mengurangi pencurian ikan dan aktivitas ilegal lainnya.