Aliran ini memiliki akar dalam ajaran Isa Bugis, sebuah gerakan keagamaan yang muncul di Sulawesi Selatan pada awal abad ke-20. Ajaran Isa Bugis kemudian dipadukan dengan berbagai elemen dari Islam Sunni, nasionalisme Indonesia, dan pemikiran Panji Gumilang sendiri.
Aliran Isa Bugis meyakini bahwa Tuhan memiliki wujud manusia dan berada di bumi. Isa Al-Masih (bukan Yesus Christ) diyakini sebagai nabi terakhir dan penjelmaan Tuhan.
Ajaran Isa Bugis dianggap menyimpang dari ajaran Islam Sunni Ortodoks oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan beberapa organisasi Islam lainnya. Aliran ini  dikaitkan dengan Negara Islam Indonesia (NII), sebuah organisasi terlarang di Indonesia. Sementara keanggotaan Panji Gumilang dalam NII masih belum terbukti secara pasti.
Keadilan buat Panji Gumilang
Kita pun kaget dengan berita terbaru tentang Panji Gumilang ini. Bagaimanapun Panji Gumilang dihormati sebagai pemimpin spiritual dan penafsir agama yang terinspirasi oleh Isa Al-Masih.
Penundaan sidang praperadilan seperti disinggung di muka merupakan hal yang wajar dalam proses hukum. Kita pun berharap agar termohon dari pihak kepolisian tidak membuat gugatan praperadilan ini jadi berlarut-larut.
Yang pasti belum ada kesimpulan tentang benar atau salahnya tuduhan terhadap Panji Gumilang. Hal ini akan diputuskan nanti dalam persidangan praperadilan dan/atau persidangan kasus pokoknya.
Banyak kalangan moderat di negeri ini seperti Monique Rijkers dan Connie Rahakundini misalnya yang menyebut bahwa Panji Gumilang adalah seorang Islam moderat yang sangat maju cara berpikirnya.
Keduanya berpendapat bahwa penggunaan bahasa Ibrani di Pondok Pesantren Al-Zaytun tidak menyalahi prinsip Islam. Alasannya, bahasa Ibrani digunakan untuk mempelajari teks-teks Alkitab yang memiliki makna yang sama dengan teks-teks Al-Quran dalam bahasa Arab. Mereka juga berpandangan bahwa bahasa Arab tidak boleh disakralkan dan penggunaannya dalam Islam tidak harus eksklusif.
Pandangan ini berbeda dengan pandangan MUI dan beberapa organisasi Islam lainnya yang menyatakan bahwa ajaran dan praktik di Al-Zaytun menyimpang dari ajaran Islam.
Penggunaan bahasa Ibrani dalam konteks keagamaan masih menjadi perdebatan di kalangan umat Islam.