Oya bagaimana perkembangan bisnis perkopianmu usai event pertama itu Rozes. "Lumayanlah Pak. Cukup banyak memang di antara UMKM di Toba ini yang bersinergi dengan BUMN. Hanya masalahnya saya masih bingung sepertinya di lingkar Toba ini meskipun kopi melimpah ruah, nggak Robusta apalagi Arabika, tapi kita-kita UMKM di bidang perkopian tetap bingung. Pengen lebih besar lagi tapi nggak tahu caranya.Â
Ya kami barangkali selesai-selesai disini saja, seperti saya misalnya di samping buka cafe Rumata Coffee di Laguboti kl 10 Km dari Balige, juga menjalankan roastery sendiri. Kalau bahan baku yang Arabika saya dapat dari petani kopi di Parsoburan, Habinsaran, Toba, sedangkan yang jenis Robusta saya punya kebun sendiri sekitar 40 rante-lah (kl 0,5 Ha).Â
Kopi Arabika kemasan Rumata Coffee sudah berputar memang khususnya putaran online. Juga dalam perkafean adalah sedikit kemajuan, karena kopi kekinian yang saya racik ternyata lumayan juga peminatnya di Toba ini. Pendeknya ongkos produksi semua dapat tertutup, biaya sekolah anak-anak dapat saya penuhi, demikian pula biaya pokok untuk rutinitas keluarga klaar semuanya. Hanya untuk menjadi lebih besar lagi, saya masih bingung," ujar Rozes.
Wah keren juga deskripsi anak ini, hingga terinspirasi kitorang tuk mengheningkan cipta seperti dimasa sekolah dulu. "Begini Rozes. Danau Toba kita kan sudah lama tidur. Hanya Nommensen dan Kapten Christoffel saja yang pernah mengatakan ratusan tahun lalu bahwa Danau Toba ini luarbiasa indahnya. Karena Danau Toba ini tak bisa diangkat begitu saja oleh Kapten Christoffel untuk dipindahkan ke Belanda.Â
Syukurlah tak ada Lampu Aladdin yang berAbracadabra lalu danau tercinta kita bermigrasi secara mistis ke Eropa sana. Kalau tidak, ancoor kita. Di zaman kemerdekaan, banyak fase sulit yang dilalui bangsa ini. Syukurlah kita selamat meski babak belur dihantam Orla dan Orba. Baru setelah awal reformasi kita lalui, hingga kemudian negara ini dipegang oleh seorang Jokowi.Â
Semuanya menjadi Ok. Lihat awal dicanangkannya BODT atau Badan Otoritas Danau Toba kl 1 dekade lalu. Kini semuanya sudah berbuah ntah itu infrastruktur jalan, Bandara Silangit yang kini sudah jadi bandara kelas atas, bahkan sebentar lagi Bandara Sibisa yang sepelemparan batu saja dari Danau Toba akan ditingkatkan kelasnya.Â
Dengan infrastruktur sebagus sekarang dan masih akan lebih bagus lagi ke depan ini. Maka racing F1H2O sesungguhnya sudah bisa menjadi landasan promosi kepariwisataan Lingkar Toba baik dalam scope nasional maupun internasional. Berangkat dari nucleus kepariwisataan inilah UMKM lingkar Toba harus diusahakan dapat semakin berguna buat perekonomian regional maupun nasional, ujarku merespon Rozes.
Potensi
Salah satu yang kita pastikan sangat potensial adalah perkopian. Kalau masalah akomodasi orang sudah rebutan lahan, semua ingin membangun fasilitas akomodasi, nggak di nucleus Danau Toba maupun di daerah penyangga di sekitarnya. Itu tak masalah, karena orang yang kelebihan uang di Jakarta, Medan, Surabaya, Makassar pasti akan mengincar investasi semacam DPSP Danau Toba. Hanya tinggal kelayakannya saja yang harus diuji pemerintah.
Areal perkebunan kopi Arabika di Propinsi Sumatera Utara tercatat seluas 59.925 ha dengan produksi dan produktivitas masing-masing sebesar 51.606 ton dan 1.161 kg/ha/tahun; perkebunan kopi Robusta seluas 22.025 ha dengan produksi dan produktivitas masing-masing sebesar 9.973 ton dan 2.208 kg/ha/tahun.Â
Dan itu semua didominasi di Lingkar Toba, seperti di Kabupaten Toba misalnya, dimana Mozes dkk berdomisili, luas areal perkebunan kopi disini kl 5.682 Ha, dan produksi per tahun kl 6.081 ton. Di Pangaribuan, Tapanuli utara, luasan Kopi Arabika kl 14.122,04 Ha, dan luasan Kopi Robusta kl 1.360,24 Ha.