Powerboat Katamaran F1H2O sangatlah dinamis. Bayangkan sampai dengan grand prix 1-3 Maret yad di Danau Toba, F1H2O telah menyelenggarakan balapan yang ke-300. Tak heran komunitasnya pun semakin membesar tak kalah dengan balapan darat yi balapan Formula 1 dan balapan MotoGP, Dimana Indonesia sudah mempunyai sirkitnya di Mandalika, Lombok.
Peranserta Komunitas lokal
Mulai sekarang bahkan seminggu sebelumnya atau jauh sebelumnya seharusnyalah pemerintah mensosialisasikan event ini, agar resonansi kepariwisataan yang masih tersisa dari event pertama tahun lalu akan beresonansi lebih kuat lagi. Disinilah perlunya peranserta masyarakat, khususnya kalangan UMKM, bahkan yang kakap yang biasanya jadi sponsor. Bagaimana agar event ini tidak hanya sekadar kegembiraan lokal, nasional dan dunia, melainkan berdampak langsung pada puro-puro atau kantong rakyat.
Yang kemarin masih kere misalnya dan kini sudah dapat menggeliat. Ini tak boleh dibiarkan, dengan kata lain bagaimana agar pelaku UMKM disini dapat difasilitasi lebih jauh lagi agar bisa tegak berdiri dan dapat berlari dalam ekonomi nasional kita.
Dalam sebuah perbincangan via telpon dengan Rozes Pardosi, seorang pelaku UMKM perkopian di Laguboti, Balige, Toba. Ada catatan penting yang jangan sampai dilupakan panitia pelaksana F1H2O.
"Event tahun lalu, ramainya sih ramai pengunjung lokal, regional maupun nasional Pak. Tapi para pengunjung yang tadinya antusias menjadi kecewa ketika final dibatalkan karena cuaca tidak baik dan dikatakan dapat mengancam para pembalap. Saya heran, mengapa pertandingan final harus dilaksanakan Pk 15.00. Itu kan konyol. Mengapa warga Toba tidak ditanya soal cuaca.Â
Sudah sejak zaman nenekmoyang cuacanya memang begitu. Angin akan bertiup kencang sekitar Pk 15.00 hingga jelang malam. Itu tak bisa kita ubah. Saran saya dan warga di Balige sini, sebaiknya kali ini pertandingan dilaksanakan pagi saja hingga tengah hari lebih sedikit. Pendeknya kegiatan apapun di perairan Toba harus ending menjelang Pk 15.00.Â
Jangan lagi paksakan harus sore Pk 15.00 atau ke atasnya lagi. Jangan. Nanti warga kecewa lagi, karena tak puas menyaksikannya. Yang celaka ya kami ini para pelaku UMKM. Warga yang kecewa itu tak menyentuh barang kami lagi, seperti Rumata Coffee yang saya kelola. Saya punya Booth yang bagus di venue utama.Â
Apa boleh yang mau mencicipi atau sekurangnya menoleh ke arah Booth Rumata Coffee tak ada lagi. Itulah kekecewaan mayoritas pengunjung ketika itu. 'Iada ma manggarar, hape songon I' artinya bayar tapi tontonannya nggak klaar dengan chantique," demikian Rozes.
Saya pun tersenyum mendengar keluhan yang tak disangka-sangka itu. Racing kali ini nggak mungkinlah sekonyol itu lagi. Kita refleksi dulu ingat pepatah ompung kita : kalau tak mau tengggelam jangan sampai berbuat kesalahan untuk kedua kalinya.