Dalam perjalanan waktu, Imbo kini termasuk salah satu spesies yang terancam punah dan perlu dilindungi. Deforestasi dan perburuan adalah ancaman utama bagi populasi satwa antik ini.
Hutan di lingkar Toba mengalami deforestasi yang tinggi akibat pembukaan lahan untuk perkebunan, pertambangan, dan pembangunan infrastruktur. Deforestasi menyebabkan hilangnya habitat Imbo dan fragmentasi populasi, yang membuat mereka lebih rentan terhadap penyakit dan predator.
Sejauh ini Imbo tak luput dari perburuan liar untuk diambil dagingnya, bulunya, dan untuk dijadikan hewan peliharaan. Perburuan ilegal masih menjadi masalah besar di wilayah ini.
Hutan di lingkar Toba banyak dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit dan karet. Konversi hutan ini menyebabkan hilangnya habitat Imbo dan fragmentasi populasi,
Pertambangan emas dan batubara di Batangtoru juga turut mengancam habitat Imbo. Pertambangan ini menyebabkan pencemaran air dan tanah, yang dapat membahayakan kesehatan Imbo.
Pembangunan jalan dan bendungan di lingkar Toba pun mengancam habitat Imbo. Pembangunan ini menyebabkan fragmentasi hutan dan hilangnya habitat Siamang.
Ancaman-ancaman tsb menyebabkan penurunan populasi Imbo di lingkar Toba. Upaya pelestarian yang dilakukan untuk melindungi habitat Imbo di lingkar Toba antara lain penetapan kawasan hutan lindung, pembentukan taman nasional, patroli anti-perburuan, program edukasi bagi masyarakat, rehabilitasi hutan.
Imbo memainkan peran penting dalam ekosistem hutan hujan dengan membantu menyebarkan biji dan mengendalikan populasi serangga. Melestarikan habitat Imbo berarti menjaga keseimbangan alam dan melindungi spesies yang terancam punah.
Populasi Imbo (Owa Siamang) di Lingkar Toba
Diperkirakan terdapat sekitar 8.000-10.000 Imbo di Lingkar Toba. Populasi ini terfragmentasi dan terbagi menjadi beberapa kelompok kecil. Populasi Imbo di Batangtoru diperkirakan sekitar 800 individu.