Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengenal Struktur Kepercayaan Batak-Toba

10 Februari 2024   16:16 Diperbarui: 10 Februari 2024   16:30 865
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Orang Batak-Toba tempo doeloe. Foto : https://www.artoftheancestors.com/batak

Mengenal Struktur Kepercayaan Batak-Toba

Pada awal kemerdekaan satu per satu para pemikir dan ilmuwan kita mulai bermunculan. Mereka pada umumnya jebolan Eropa kontinen. Salah satu yang perlu kita ingat adalah Dr. Philips O. Lumbantobing alumnus Utrecht Belanda asal Tarutung, Taput, Sumut.

Buku karyanya yang sangat penting tapi nyaris terlupakan adalah "The Structure of Toba-Batak Belief in the High-God".

Buku ini membahas tentang Struktur Kepercayaan Batak-Toba pada Dewa Tinggi. Dewa Tertinggi disebut Mulajadi Nabolon, pencipta alam semesta dan segala isinya. Lalu ada Dewa Tinggi yang dibagi tiga tingkatan, yaitu tingkat pertama Bataraguru, Soripada, dan Mangalabulan; tingkat kedua Ompu Mula Jadi Na Bolon, Raja Uti, dan Debata Asi-Asi; tingkat ketiga Debata Mula Jadi Na Bolon, Debata Asi-Asi, dan Debata Na Tolu.

Peran Dewa Tinggi adalah mengatur kehidupan manusia, seperti kelahiran, kematian, dan kesuburan; memberikan berkat dan hukuman kepada manusia; menjadi sumber kekuatan dan perlindungan bagi manusia.

Kepercayaan Batak-Toba menekankan nilai-nilai moral seperti kebaikan, antara lain menghormati orangtua, leluhur, dan sesama manusia; keadilan, seperti menghargai hak dan kewajiban manusia; kejujuran, seperti berkata dan bertindak dengan benar; kesetaraan, seperti menghormati martabat manusia.

Kepercayaan Batak-Toba pada Dewa Tinggi merupakan sistem kepercayaan yang kompleks dan kaya akan nilai-nilai moral. Kepercayaan ini memiliki pengaruh besar pada kehidupan sosial dan budaya masyarakat Batak-Toba.

Buku "The Structure of Toba-Batak Belief in the High-God" membahas berbagai aspek kepercayaan Batak-Toba pada Dewa Tinggi, termasuk asal usul Dewa Tinggi; sifat dan karakteristik Dewa Tinggi; hubungan antara Dewa Tinggi dan manusia; ritual dan upacara keagamaan; nilai-nilai moral yang terkandung dalam kepercayaan Batak-Toba.

Buku ini juga membahas pengaruh kepercayaan Batak-Toba terhadap kehidupan sosial dan budaya masyarakat Batak-Toba.

Tentang struktur kepercayaan itu apakah asli Batak-Toba atau berangkat dari trilogi Hindu. Ini juga menjadi pertanyaan, sebab dalam buku lak-lak atau buku dari kulit kayu yang menggunakan huruf Batak. Struktur tsb menurut para akhli berasal dari masa 1500-1600, dimana kepercayaan Hindu pernah ada di tanah Batak. Istilah Debata (Dewata) misalnya secara filologis, itu adalah term Hindu.

Membedah asal-usul kepercayaan Batak-Toba, khususnya terkait Dewa Tinggi, merupakan pertanyaan kompleks. Ada dua sudut pandang utama disini.

1. Kepercayaan Asli Batak-Toba

Pendukung argumen ini menyatakan bahwa kepercayaan Batak-Toba sudah ada jauh sebelum pengaruh Hindu masuk ke Sumatera Utara.

Bukti yang diajukan seperti naskah kuno Batak (lak-lak) dari abad ke-15 dan 16 yang memuat konsep Debata Mulajadi Nabolon, pencipta alam semesta; kesamaan konsep Dewa Tinggi Batak dengan kepercayaan animisme dan dinamisme di berbagai budaya lain; kepercayaan Batak-Toba memiliki karakteristik unik yang berbeda dengan Hindu, seperti konsep "dongan tubu" (persaudaraan semarga) dan "dalihan na tolu" (tiga prinsip kekerabatan).

2. Pengaruh Hindu

Pendukung argumen ini melihat pengaruh Hindu dalam berbagai aspek kepercayaan Batak-Toba, seperti penggunaan istilah "Debata" yang secara filologis berasal dari bahasa Sansekerta "Dewata"; kesamaan konsep Trimurti Hindu dengan konsep Debata Na Tolu (tiga dewa utama) dalam kepercayaan Batak-Toba; adanya ritual dan tradisi Batak yang mirip dengan ritual Hindu.

Kedua argumen memiliki bukti yang kuat. Kemungkinan besar, kepercayaan Batak-Toba merupakan hasil perpaduan antara kepercayaan asli dan pengaruh Hindu yang masuk melalui interaksi budaya.

Mengidentifikasi mana yang asli dan mana yang pengaruh Hindu secara definitif tidaklah mudah. Yang terpenting adalah memahami bagaimana kedua elemen tsb bercampur dan menghasilkan sistem kepercayaan yang unik dan kaya.

Pengaruh Hindu pada Kepercayaan Batak-Toba merupakan modifikasi dan perpaduan. Pengaruh Hindu pada kepercayaan Batak-Toba tidak bersifat menggantikan, melainkan memodifikasi dan berpadu dengan kepercayaan asli.

Beberapa contoh

1. Konsep Ketuhanan

Konsep Debata Mulajadi Nabolon sebagai pencipta alam semesta diperkuat dengan pengaruh Hindu.

Munculnya konsep Trimurti Hindu (Brahma, Wisnu, Siwa) yang dipadukan dengan konsep Debata Na Tolu (Bataraguru, Soripada, Mangalabulan).

2. Ritual dan Upacara

Ritual dan upacara Batak-Toba, seperti "Mangulosi" dan "Martumba", mendapat pengaruh Hindu dalam hal mantra, doa, dan persembahan.

Penggunaan dupa dan bunga dalam ritual semakin diperkuat dengan pengaruh Hindu.

3. Mitologi dan Cerita Rakyat

Cerita rakyat Batak-Toba, seperti "Cikalaang" dan "Toba Na Bolon", mendapat pengaruh cerita Hindu, seperti Ramayana dan Mahabharata.

Cikalaang adalah cerita rakyat Batak-Toba yang menjelaskan asal mula manusia Batak. Cerita ini memiliki beberapa versi, namun inti ceritanya sama.

Versi Umum Cerita Cikalaang. Dahulu kala, hiduplah seorang pemuda bernama Guru Tatea Bulan. Ia memiliki seekor anjing yang setia bernama Si Boru. Suatu hari, Guru Tatea Bulan pergi berburu dan menemukan sebuah gua. Di dalam gua tsb, ia menemukan seorang perempuan cantik yang terikat. Perempuan tsb bernama Namora Bulan.

Guru Tatea Bulan jatuh cinta pada Namora Bulan dan menikahinya. Mereka kemudian tinggal di gua tsb. Suatu hari, Guru Tatea Bulan pergi berburu dan meninggalkan Namora Bulan sendirian di gua. Saat itu, datanglah raksasa yang ingin memakan Namora Bulan.

Si Boru, anjing Guru Tatea Bulan, berusaha melindungi Namora Bulan dari raksasa tsb. Namun, Si Boru tidak kuat melawan raksasa tsb. Akhirnya, Namora Bulan dimakan oleh raksasa tsb.

Guru Tatea Bulan sangat sedih atas kematian Namora Bulan. Ia kemudian meninggalkan gua tsb dan mengembara ke seluruh negeri Batak. Dalam perjalanannya, Guru Tatea Bulan bertemu dengan beberapa orang dan mereka menjadi pengikutnya. Pengikut Guru Tatea Bulan kemudian dikenal sebagai orang Batak.

Istilah "Cikalaang" berasal dari bahasa Batak yang berarti "keturunan". Cerita Cikalaang dianggap sebagai cerita asal mula orang Batak, sehingga mereka disebut sebagai "Cikalaang" atau keturunan Guru Tatea Bulan dan Namora Bulan.

Ada beberapa versi lain cerita Cikalaang yang berbeda dalam detailnya. Dalam beberapa versi, Guru Tatea Bulan dan Namora Bulan bukan manusia, melainkan dewa-dewi. Dalam versi lain, Namora Bulan tidak dimakan oleh raksasa, tetapi melahirkan anak kembar yang menjadi leluhur orang Batak.

Cerita Cikalaang adalah cerita rakyat Batak-Toba yang penting dan populer. Cerita ini menjelaskan asal mula orang Batak dan memberikan identitas bagi mereka. Cerita Cikalaang masih diceritakan dan dilestarikan oleh masyarakat Batak-Toba hingga saat ini. Cerita ini memiliki nilai budaya dan sejarah yang tinggi bagi masyarakat Batak-Toba. Memahami cerita rakyat Batak-Toba seperti Cikalaang membantu kita memahami budaya dan tradisi masyarakat Batak-Toba.

4. Sistem Kasta

Sistem kasta Hindu tidak diterapkan secara langsung di masyarakat Batak-Toba. Namun, konsep stratifikasi sosial dalam masyarakat Batak-Toba mendapat pengaruh dari sistem kasta Hindu.

5. Seni dan Arsitektur

Seni dan arsitektur Batak-Toba, seperti ukiran dan bangunan tradisional, mendapat pengaruh Hindu dalam hal motif dan desain.

Pengaruh Hindu tidak mengubah esensi kepercayaan Batak-Toba, melainkan memperkaya dan memodifikasinya. Hasilnya adalah sistem kepercayaan yang unik dan khas Batak-Toba.

Penelitian tentang kepercayaan Batak-Toba masih terus berlangsung. Memahami kepercayaan Batak-Toba membutuhkan keterbukaan terhadap kompleksitas dan keragaman budaya. Pengetahuan ini dapat membantu kita menghargai kekayaan budaya Indonesia dan membangun dialog antarbudaya yang konstruktif.

Pentingnya Memahami Perpaduan

Memahami pengaruh Hindu pada kepercayaan Batak-Toba membantu kita memahami kompleksitas budaya Batak-Toba. Hal ini juga menunjukkan bagaimana budaya dapat berinteraksi dan beradaptasi satu sama lain.

Memahami pengaruh Hindu pada kepercayaan Batak-Toba merupakan langkah penting dalam memahami kekayaan budaya Indonesia dan membangun dialog antarbudaya yang konstruktif.

Makna dan Fungsi Konsep Debata dalam Kepercayaan Batak Toba

Debata merupakan konsep sentral dalam kepercayaan Batak-Toba. Debata Mulajadi Nabolon adalah pencipta alam semesta dan segala isinya; Debata adalah sumber kekuatan dan kehidupan bagi manusia; Debata adalah penjaga moral dan keadilan di dunia; Debata adalah pemersatu masyarakat Batak-Toba, karena semua orang Batak percaya kepada Debata.

Debata menentukan nasib manusia, seperti kelahiran, kematian, dan kesuburan; Debata memberikan berkat kepada orang yang baik dan menghukum orang yang jahat; Debata adalah sumber nilai-nilai moral seperti kebaikan, keadilan, kejujuran, dan kesetaraan; Debata memberikan perlindungan dan kekuatan kepada manusia dalam menghadapi kesulitan.

Debata dalam kehidupan sehari-hari

Konsep Debata mempengaruhi berbagai aspek kehidupan masyarakat Batak-Toba, seperti ritual dan upacara keagamaan; Nilai-nilai moral dan adat istiadat; seni dan arsitektur; kehidupan sosial dan budaya.

Konsep Debata sangat penting dalam kepercayaan Batak-Toba. Debata bukan hanya sebagai pencipta alam semesta, tetapi juga sebagai sumber kekuatan, moral, dan keadilan. Debata juga pemersatu masyarakat Batak-Toba dan memberikan perlindungan dan kekuatan kepada manusia.

Kepercayaan Batak Toba dipraktikkan dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari, seperti :

1. Ritual dan Upacara Keagamaan

Ritual dan upacara keagamaan dilakukan untuk menghormati dan memuja Debata. Ritual dan upacara ini dipimpin oleh seorang Datu yang memiliki pengetahuan tentang tradisi dan ritual Batak Toba.

Beberapa contoh ritual dan upacara keagamaan Batak-Toba seperti Mangulosi atau memberikan kain ulos sebagai tanda penghormatan dan doa; Martumba atau upacara untuk menghormati leluhur; Mangalahat Horbo atau upacara untuk memohon berkat dari Debata.

2. Nilai-Nilai Moral dan Adat Istiadat

Kepercayaan Batak-Toba menekankan nilai-nilai moral seperti Kebaikan, misalnya menghormati orangtua, leluhur, dan sesama manusia; Keadilan, misalnya menghargai hak dan kewajiban manusia; Kejujuran, misalnya berkata dan bertindak dengan benar; Kesetaraan, misalnya menghormati martabat manusia.

Nilai-nilai moral ini dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari melalui adat istiadat Batak-Toba, seperti Dalihan Na Tolu atau prinsip kekerabatan yang mengatur hubungan antar marga; Marsipature Hutana Be atau prinsip keseimbangan dan keselarasan dalam kehidupan.

3. Seni dan Arsitektur

Seni dan arsitektur Batak-Toba banyak mengandung simbol-simbol dan makna religius. Contohnya Ukiran Gorga atau ukiran yang melambangkan Debata dan kekuatannya; Rumah Bolon atau rumah adat Batak-Toba yang memiliki bentuk seperti tanduk kerbau, yang melambangkan kekuatan dan kesuburan.

4. Kehidupan Sosial dan Budaya

Kepercayaan Batak-Toba mempengaruhi berbagai aspek kehidupan sosial dan budaya masyarakat Batak-Toba, seperti sistem kekerabatan; Pendidikan; Pernikahan; Kematian.

Kepercayaan Batak-Toba tidak hanya dipraktikkan dalam ritual dan upacara keagamaan, tetapi juga dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari. Kepercayaan ini menjadi pedoman hidup dan identitas bagi masyarakat Batak-Toba.

Memahami praktik kepercayaan Batak-Toba membantu kita memahami keragaman budaya dan tradisi di Indonesia.

Banua Ginjang, Banua Tonga, dan Banua Toru

1. Banua Ginjang

Dipercaya sebagai dunia atas, tempat tinggal Debata Mulajadi Nabolon dan Debata Na Tolu. Digambarkan sebagai tempat yang indah, damai, dan penuh kebahagiaan. Merupakan tujuan akhir bagi orang-orang yang berbuat baik selama hidupnya.

2. Banua Tonga

Dipercaya sebagai dunia tengah, tempat tinggal manusia. Dunia yang penuh dengan berbagai macam rintangan dan cobaan. Manusia harus berusaha keras untuk mencapai kebahagiaan di dunia ini.

3. Banua Toru

Dipercaya sebagai dunia bawah, tempat tinggal arwah leluhur. Dunia yang penuh dengan misteri dan kekuatan gaib. Arwah leluhur diyakini dapat membantu dan melindungi keturunannya di dunia tengah.

Hubungan Ketiga Dunia

Ketiga dunia ini saling terhubung dan manusia dapat berpindah dari satu dunia ke dunia lain melalui ritual dan upacara keagamaan. Kematian bukan akhir dari kehidupan, melainkan perpindahan ke dunia lain.

Kepercayaan tentang Banua Ginjang, Banua Tonga, dan Banua Toru merupakan bagian penting dari kosmologi Batak-Toba. Kepercayaan ini memberikan makna dan tujuan hidup bagi masyarakat Batak-Toba. Kepercayaan ini juga membantu masyarakat Batak-Toba untuk memahami dunia dan tempat mereka di dalamnya.

Memahami konsep Banua Ginjang, Banua Tonga, dan Banua Toru membantu kita memahami sistem kepercayaan dan budaya masyarakat Batak-Toba.

Pengaruh Kepercayaan Batak-Toba dalam Kekristenan

Meskipun mayoritas orang Batak-Toba telah memeluk agama Kristen sejak tahun 1860-an, struktur kepercayaan tradisional masih memiliki pengaruh dalam kehidupan religius mereka.

1. Konsep Debata

Konsep Debata sebagai pencipta alam semesta masih dipegang teguh, meskipun diinterpretasikan dalam konteks Kristen sebagai Allah. Doa dan ritual tradisional masih dilakukan, meskipun diiringi dengan doa Kristen.

2. Nilai-Nilai Moral

Nilai-nilai moral seperti kebaikan, keadilan, kejujuran, dan kesetaraan yang diajarkan dalam kepercayaan tradisional masih dipegang teguh dalam kehidupan Kristen.

3. Adat Istiadat

Beberapa adat istiadat tradisional, seperti Dalihan Na Tolu dan Marsipature Hutana Be, masih dipraktikkan dalam kehidupan Kristen, meskipun dengan makna yang disesuaikan.

4. Seni dan Arsitektur

Simbol-simbol dan motif tradisional Batak-Toba masih digunakan dalam seni dan arsitektur gereja Kristen.

5. Kepercayaan terhadap Roh-Roh

Kepercayaan terhadap roh-roh leluhur masih ada, meskipun diinterpretasikan dalam konteks Kristen sebagai malaikat atau roh jahat.

Sinkretisme

Penggabungan kepercayaan tradisional dan Kristen ini disebut sinkretisme. Hal ini merupakan fenomena yang umum terjadi dalam proses konversi agama.

Sinkretisme dapat menimbulkan beberapa tantangan, seperti kesalahpahaman tentang ajaran Kristen; ketidakjelasan batas antara kepercayaan tradisional dan Kristen

Namun, sinkretisme juga dapat menjadi kesempatan untuk mengintegrasikan budaya tradisional dengan ajaran Kristen; memperkaya pemahaman tentang agama.

Struktur kepercayaan tradisional Batak-Toba masih memiliki pengaruh dalam kehidupan religius orang Batak-Toba yang beragama Kristen. Hal ini menunjukkan bahwa budaya tradisional tidak hilang begitu saja dengan masuknya agama baru, tetapi dapat beradaptasi dan berintegrasi dengan ajaran baru.

Penelitian tentang sinkretisme dalam Kekristenan Batak Toba masih terus berlangsung. Memahami pengaruh kepercayaan tradisional dalam Kekristenan Batak Toba membantu kita memahami keragaman budaya dan tradisi di Indonesia.

Masyarakat Batak Diaspora, Batak perantauan di Nusantara dan Batak-Toba penjaga gawang di Bona Pasogit atau di tanah Batak-Toba. Cermatilah lagi adat-istiadat kita sekarang. Jangan sampai nilai-nilai luhur legacy leluhur kita semakin jauh ditinggalkan dan kita malah terjebak dalam budaya fungsional yang bukan budaya Nusantara dan bukan budaya Batak, juga bukan budaya Modern, melainkan budaya baru dalam permainan kata yang tak bermakna apapun buat kita.

Lihat : 

Lumbantobing, Philip O. (1981). The Structure of Toba-Batak Belief in the High-God. NIAS Monograph Series No. 45. Copenhagen: Scandinavian Institute of Asian Studies

Vergouwe, J. C. (1964). The Social Structure of the Toba-Batak. KITLV Press

 https://id.wikipedia.org/wiki/Mitologi_Batak

https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Batak_Toba

 

https://www.artoftheancestors.com/batak

Joyogrand, Malang, Sat', Febr' 10, 2024.

Buku Batak tempo doeloe, disebut Buku Lak-Lak atau Buku dari kulit kayu. Foto : en.wikipedia.org
Buku Batak tempo doeloe, disebut Buku Lak-Lak atau Buku dari kulit kayu. Foto : en.wikipedia.org

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun