Situs Megalitik Gunung Padang di Cianjur Jabar Perlu Dieksplorasi Lebih Jauh
Situs megalitik Gunung Padang di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, akhir-akhir ini menjadi sorotan. Bahkan, situs purba itu mulai ramai dikunjungi turis asing.
Ini tak lepas dari diangkatnya situs Gunung Padang dalam dokumenter Netflix. Selain itu, sebelumnya juga ada penelitian terbaru tentang Gunung Padang oleh Tim Terpadu Riset Mandiri (TTRM) yang beranggotakan 12 peneliti.
Professor Danny Hilman Natawidjaja dari BRIN atau Badan Riset dan Inovasi Nasional mengklaim situs yang terlihat sebagai batuan balok berserakan di bukit itu sebagai piramida tertua di dunia dan ini sudah dipublished dalam jurnal Wiley.
Situs purba ini kl 31 Km sebelah selatan kota Cianjur dan kl 26 Km dari kota Sukabumi. Bukit yang menjadi situs ini kalau dilihat dari peta Jabar, tak jauh dari gunung berapi yang aktif di masa lalu, yi. Gunung Salak, Pangrango dan Gunung Gede. So batu lava yang mengeras disana bukannya tak mungkin berasal dari muntahan lahar dan lava purba dari tiga serangkai gunung berapi itu, dan dalam perjalanan waktu telah menarik perhatian manusia purba untuk memahat batu-batu lava itu menjadi sesuatu yang berarti. Kita saja yang belum bisa memaknainya, karena eksplorasi situs itu belum juga klaar.
Struktur mirip piramida raksasa itu tersembunyi di bawah bukit Gunung Padang. Pergunjingan di dunia arkeologi sejauh ini belum juga klaar. Menurut para akhli, situs ini jauh lebih lawas dari situs Stonehenge di Inggeris atau Piramida Giza di Mesir dan, menurut sebuah makalah baru, mungkin menyaingi struktur megalitik tertua yang pernah dibangun oleh tangan manusia, misalnya situs megalitik Gobekli Tepe di Turki yang dipandang adalah situs megalitik tertua selama ini.
Struktur batu kuno itu dianggap suci oleh penduduk setempat, dan menyebutnya sebagai "punden berundak", yang berarti "piramida berundak", karena teras-teras yang mengarah ke puncaknya.
Para arkeolog baru saja meneliti permukaan situs tsb, dan hal ini sudah dianggap oleh banyak peneliti sebagai "bukti luar biasa" akan kepintaran manusia di masa lalu.
Gunung Padang boleh jadi berpotensi menjadi struktur piramida tertua di dunia. Situs itu dibangun di atas gunung berapi yang sudah punah sebelum munculnya pertanian atau peradaban seperti yang kita kenal.
Terdapat kontroversi mengenai apakah situs tsb melibatkan struktur buatan manusia atas sebuah piramida, atau apakah banyak fitur yang ditemukan di sini adalah hasil dari kekuatan alam.
Analisis ekstensif terhadap Gunung Padang, yang berarti "gunung pencerahan" dalam bahasa lokal, menunjukkan bahwa sebuah peradaban kuno dengan cermat memahat bukit lava alami menjadi inti struktur mirip piramida di masa lalu.
Menurut data baru dari para ilmuwan di Indonesia, kemungkinan besar di dalamnya terdapat ruang terbuka besar yang berisi hal-hal yang tidak diketahui.
Menurut makalah baru, penanggalan radiokarbon pertama di situs tsb menunjukkan bahwa konstruksi awal mungkin dimulai sekitar periode glasial terakhir, lebih dari 16.000 tahun sebelum sekarang dan mungkin 27.000 tahun yang lalu.
Sebagai gambaran, Gbekli Tepe, yang merupakan kumpulan batu besar di Turki, saat ini dianggap sebagai megalit tertua di dunia. Situs itu berasal dari masa 11.000 tahun yang lalu.
Hasil penelitian di Gunung Padang diperoleh setelah dilakukan analisis yang cermat selama bertahun-tahun.
Antara tahun 2011 dan 2015, tim arkeolog, ahli geologi, dan ahli geofisika, yang dipimpin oleh ahli geologi Danny Hilman Natawidjaja dari BRIN, menggunakan berbagai teknik, seperti pengeboran inti, radar penembus tanah, dan pencitraan bawah permukaan, untuk menyelidiki situs warisan budaya tsb.
Natawidjaja dan rekannya mensuggest bahwa Gunung Padang dibangun dengan tahapan yang rumit dan canggih, bagian terdalamnya terletak 30 meter ke bawah.
Para peneliti berpendapat bagian inti dari struktur ini mungkin dibangun antara 25.000 dan 14.000 SM, namun kemudian ditinggalkan selama beberapa milenium.
Menurut makalah tsb, konstruksi dimulai lagi sekitar tahun 7900 hingga 6100 SM, dengan memperluas gundukan inti piramida dengan berbagai bebatuan dan tanah berkerikil, dan beberapa pekerjaan pembangunan lebih lanjut dilakukan antara tahun 6000 dan 5500 SM. Menariknya, tim tsb berpendapat bahwa pada titik ini, para pembangun tampaknya sengaja mengubur atau membangun beberapa bagian lama situs tsb.
Arsitek terakhir piramida adalah sekitar tahun 2000 hingga 1100 SM, kata para peneliti, dengan menambahkan lapisan tanah bagian atas serta teras batu yang menjadi ciri khas punden berundak. Ini adalah bagian yang paling banyak terlihat saat ini.
Pembangun Unit 3 dan Unit 2 di Gunung Padang pasti memiliki kemampuan tukang batu yang luarbiasa, yang tidak sejalan dengan budaya tradisional pemburu-pengumpul, tulis tim peneliti.
Mengingat pendudukan Gunung Padang yang berlangsung lama dan terus-menerus, masuk akal untuk berspekulasi situs ini memiliki arti penting, yang menarik orang-orang kuno untuk berulang kali menempati dan memodifikasinya.
Penggalian lebih lanjut diperlukan untuk memahami siapa orang-orang prasejarah ini dan mengapa mereka membangun benda-benda tsb.
Ketika para peneliti menyelidiki bagian dalam lereng bukit dengan menggunakan gelombang seismik, mereka menemukan bukti adanya rongga dan ruangan tersembunyi, beberapa di antaranya memiliki panjang hingga 15 meter dan langit-langit setinggi 10 meter. Belum jelas apakah ini dibuat oleh manusia atau terbentuk secara alami begitu saja.
Tim sekarang berharap dapat menelusuri area-area ini. Jika mereka menemukan ruangan apa pun, mereka berencana menjatuhkan "alat pintar" kedalam kegelapan untuk melihat apa yang tersembunyi di bawah - Lih sciensealert.com dalam https://tinyurl.com/yqy9k342
Studi ini memberikan contoh bagaimana pendekatan komprehensif yang mengintegrasikan metode arkeologi, geologi, dan geofisika dapat mengungkap struktur kuno yang luas dan tersembunyi.
Dalam dokumenter Netflix berjudul "Ancient Apocalypse" yang rilis pada tahun 2022, Danny Hilman Natawijaya adalah salah satu peneliti dari BRIN yang dilibatkan. Dalam dokumenter yang dibawakan jurnalis Graham Hancock, situs megalitik Gunung Padang dibahas pada episode pertama.
Dalam episode pertama tsb, Danny memandu dan menjelaskan situs purbakala Gunung Padang. Ketika berbicara dalam video dokumenter Netflix, Danny menerangkan situs Gunung Padang lebih tua dari Piramida Mesir.
Karena penayangan Netflix, angka kunjungan turis asing yang mendatangi situs Gunung Padang di Kabupaten Cianjur melonjak.
Masalahnya polemik tentang situs ini masih belum selesai karena masih banyak pembuktian ilmiah yang harus dilakukan.
Bagaimana kita memandang persoalan ini. Apakah klaim sebagai situs megalitik buatan manusia yang tertua di dunia sah-sah saja atau bagaimana. Sedangkan kolonisasi di situs tsb jauh lebih muda usianya dan tak bisa menggambarkan bahwa 17 ribu atau 27 ribu tahun lalu manusia sudah mengerjakan situs tsb.
Bagaimanapun, situs Gunung Padang masih diperdebatkan di kalangan akademisi dan peneliti. Sementara Danny Hilman Natawijaya hanya memberikan pandangannya dalam dokumenter tsb, dan pandangan Hilman bukanlah konsensus ilmiah.
Banyak arkeolog dan ahli sejarah masih mempertanyakan metode dan temuan yang digunakan untuk menentukan usia situs Gunung Padang. Proses "radiokarbon dating" dan metode ilmiah lainnya memerlukan tingkat validitas dan ketelitian yang tinggi untuk dianggap dapat diandalkan.
Dalam ilmu arkeologi, penemuan yang signifikan memerlukan dukungan dari komunitas ilmiah yang lebih luas. Klaim mengenai usia Gunung Padang perlu diakui oleh sebagian besar ahli di bidang arkeologi dan ilmu terkait sebelum dapat diterima secara luas.
Studi dan temuan mengenai usia Gunung Padang perlu melalui proses "peer review" yang ketat oleh komunitas ilmiah. Ini memastikan bahwa metodologi dan hasil penelitian telah diperiksa dan diuji oleh para ahli independen.
Mengingat sifat temuan yang signifikan, kolaborasi internasional dengan ahli dari berbagai negara dapat membantu memvalidasi klaim mengenai usia Gunung Padang. Ini dapat membantu menghindari bias dan memastikan penelitian dilakukan dengan standar internasional yang tinggi.
Ketidakpastian dalam menentukan usia situs Gunung Padang menunjukkan kompleksitas dalam penelitian arkeologi dan sejarah. Oleh karena itu, klaim tsb sebaiknya diterima dengan hati-hati dan dengan pemahaman bahwa proses ilmiah membutuhkan waktu untuk mengonfirmasi atau menyanggah temuan semacam itu.
Jika klaim tsb  telah diakui secara luas oleh komunitas ilmiah melalui proses peer review dan validasi ilmiah lainnya, maka dapat diterima sebagai kontribusi signifikan terhadap pemahaman sejarah manusia. Berilah waktu dan kesempatan bagi ilmu pengetahuan untuk memvalidasi atau meninjau kembali temuan tsb.
Dalam konteks iptek modern sekarang, Â komunitas sains dunia tahu persis, penemuan arkeologi di Israel sangatlah maju. Para arkeolog disana sudah mulai dapat mensistematisasi eksistensi bangsa Israel dari masa ke masa. Keakhlian mereka tentang masa lalu nenek moyangnya sungguh tak meragukan. Banyak peer review tentang hal ini, entah itu tentang kerajaan Daud dan Solomon atau bukti-bukti lain seperti keberadaan kitab injil tertua di laut Mati dsb.
Melihat kepiawaian arkeologis seperti itu, bukankah sebaiknya BRIN via Danny Hilman dapat bekerjasama dengan Israel, meskipun secara politis Indonesia dan Israel belum mempunyai hubungan diplomatik hingga sekarang. Tapi dalam dunia sains hal itu bukanlah hambatan untuk menjalin hubungan kerjasama ilmiah antara kedua negara.
Kerjasama ilmiah antara berbagai negara, termasuk yang mungkin memiliki perbedaan politik atau diplomatik, dapat memberikan manfaat besar bagi kemajuan pengetahuan dan pemahaman manusia tentang sejarah, arkeologi, dan berbagai disiplin ilmiah lainnya. Meskipun Indonesia dan Israel belum memiliki hubungan diplomatik formal, kerjasama ilmiah dapat menjadi saluran untuk membangun pemahaman bersama dan mempromosikan perdamaian melalui penelitian dan pertukaran pengetahuan.
Kerjasama ilmiah Israel-Indonesia harus diarahkan pada tujuan ilmiah yang jelas dan dapat memberikan kontribusi positif terhadap pengetahuan global. Misalnya, kolaborasi dalam penelitian arkeologi, sejarah, atau ilmu pengetahuan lainnya yang dapat memperkaya pemahaman sejarah manusia.
Kerjasama ilmiah dimaksud dilakukan dengan mematuhi standar etika penelitian dan prinsip-prinsip keadilan. Ini termasuk pengakuan dan penghormatan terhadap hak-hak masyarakat lokal dan keberlanjutan lingkungan.
Untuk mendukung kerjasama ilmiah, penting bagi pemerintah dan lembaga terkait untuk memberikan dukungan dan fasilitas yang diperlukan. Ini termasuk dukungan keuangan, perizinan, dan dukungan infrastruktur.
Kerjasama ilmiah dapat menjadi bentuk diplomasi ilmiah yang positif, membantu membangun jembatan antara negara-negara yang memiliki perbedaan politik atau diplomatik. Hal ini dapat membawa manfaat positif pada tingkat global.
Jika BRIN atau Danny Hilman Natawijaya dapat dimotivasi untuk menjalin kerjasama ilmiah dengan peneliti atau lembaga kepurbakalaan di Israel, langkah pertama yang terbaik adalah mendekati peneliti atau lembaga terkait secara profesional dan membahas kemungkinan kolaborasi. Dalam konteks ini, keterlibatan diplomatik yang lebih luas mungkin tidak diperlukan, tetapi penting untuk memastikan bahwa kerjasama tsb dilakukan dengan itikad baik dan transparansi.
Apabila mata kita Celik bukan karena itu ini ono dan ene, maka polemik tentang situs tertua ini sebaiknya direm dulu sebelum ada konfirmasi dari lembaga terakreditasi seperti Lembaga Kepurbakalaan Israel.
Mengutip Deng Xiao Ping belajar menangkap tikus itu bukan dilihat apa warna kucing yang menangkapnya, ntah itu hitam, putih, merah, kuning dst, tapi kita belajar tanpa pandang bulu, yang penting piawai. Titik habis.
Joyogrand, Malang, Fri', Dec' 08, 2023.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI