Perjanjian gencatan senjata tsb, yang pertama dalam perang selama hampir tujuh minggu, dicapai setelah mediasi oleh Qatar dan dipandang oleh pemerintah di seluruh dunia berpotensi meringankan penderitaan warga sipil di Jalur Gaza.
Gaza adalah "tempat paling berbahaya di dunia bagi anak-anak", tercatat lebih dari 5.300 anak-anak Arab-Palestina dilaporkan tewas sejak 7 Oktober. Tapi sekali lagi ini pun tetap harus diverifikasi, karena sumber selama ini melulu dari pihak Kesehatan Arab-Palestina yang selama ini tak pernah lepas dari propaganda media seperti Al Jazeera dll, bahkan pers barat sendiri sering membombardir netizen dunia dengan kepingan-kepingan info yang digaruk asal garuk dari sumber abu-abu seperti Al Jazeera. Taunya air terjun Niagara di Canada sekarang kena bom teror. Trudeau yang baru mengritik keras Israel, sekarang malah kebingungan, lha koq bisa.
Dunia menunggu dengan harap-harap cemas. Apakah ini akan terwujud sesuai ekspektasi dunia, atau akan terjadi saling pelintir antara Israel dan Hamas, lalu direcoki oleh sebagian kecil dunia yang tak pernah independen dalam konflik ini yang justeru akan menyulut kembali bara Gaza yang akan dipadamkan itu.
Proses perundingan dan implementasi gencatan senjata di Gaza memerlukan kesepakatan yang rumit. Langkah-langkah diplomasi yang mengiringinya tidak hanya di mandala middle-east, tapi juga harus diupayakan di seluruh dunia, bagaimana agar negara-negara dapat bersikap independen dan lebih melihat akar permasalahannya, bukan langsung memukul dengan stereotipe seperti di Indonesia misalnya, apapun sejauh menyangkut Israel, yang terjadi di negeri ini adalah antipati berlebihan terhadap Israel, sementara secara tak sadar justeru mengglorifikasi sebuah kebiadaban seperti serangan Hamas 7 Oktober lalu ke Israel selatan yang menewaskan warga sipil tak berdosa kl 1.200 jiwa. Kalau sampai aksi balasan Israel dikatakan barbar secara sepihak, sementara kejadian pemicunya tidak disebut barbar. Ini tentu menyakitkan, sehingga tidak membantu proses perdamaian yang langgeng ke depannya.
Gencatan senjata seyogyanya menetapkan kondisi dan persyaratan yang harus dipenuhi oleh semua pihak yang terlibat. Ini bisa termasuk penarikan pasukan, perlucutan senjata teroris, penghentian serangan, atau pemberian bantuan kemanusiaan.
Kesepakatan gencatan senjata memerlukan mekanisme implementasi dan pengawasan untuk memastikan semua pihak mematuhi kesepakatan tsb. Dan ke depannya harus ditindaklanjuti dengan misi pemantauan internasional atau pasukan perdamaian.
Di atas segalanya, kesepakatan gencatan senjata kali ini seharusnya mengagendakan bagaimana ke depannya melucuti Hamas, agar Israel dan perwakilan Arab-Palestina yang sah yang kini di tangan Mahmoud Abbas dapat menyelesaikan masalah pokok yang menyebabkan konflik. Ini tentu harus dilakukan negosiasi lebih lanjut untuk mencapai kesepakatan perdamaian yang permanen.
Jangan pula dilupakan hubungan antara Iran dan Israel adalah salah satu aspek kunci dalam geopolitik middle-east. Gencatan senjata yang melibatkan salah satu atau kedua pihak dapat memiliki implikasi langsung terhadap ketegangan regional, terutama jika ada perubahan dalam dinamika keamanan.
Iran bagaimanapun harus disadarkan dengan cara diplomasi yang ulung bagaimana agar negeri para Imam tapi bersenjata kuat ini dapat melepaskan cenkeramannya di middle-east dengan mulai membubarkan proksinya satu per satu seperti Hamas, Hezbollah dan Houthi.
Konflik Israel-Hamas sudah lama berlangsung, yi sejak berdirinya Hamas pada 2017. Sementara Fatah telah kehilangan kuku, Hamas yang mengatasnamakan Arab-Palestina justeru semakin melaju. Ini tak pernah disentuh oleh Liga Arab dan OKI, bagaimana agar tidak ada dualisme di dunia Arab sendiri, seperti membebaskan Hamas berkeliaran dimana saja, sementara Fatah ditelantarkan begitu saja tak bergigi. Kali ini Liga Arab harus bertindak tegas bahwa perwakilan Arab-Palestina yang sah adalah Fatah di bawah Mahmoud Abbas sekarang.
Referensi utama :