Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Goethe, Bergson dan Dunia Kita Now

28 Oktober 2023   14:30 Diperbarui: 28 Oktober 2023   14:30 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Mitos dan Legenda tentang kekuasaan dan keyakinan. Foto: rome.mrdonn.org

Goethe, Bergson dan Dunia Kita Now

Filsuf Perancis Henri Bergson, dalam bukunya "The Two Sources of Morality and Religion," membayangkan manusia modern sebagai raksasa yang mahir secara teknologi dengan jiwa yang lemah. "Di dalam tubuh yang terlalu besar ini," tulisnya, "jiwa tetap seperti semula, terlalu kecil untuk diisi, terlalu lemah untuk dibimbing ... Tubuh yang membesar ini menunggu pelengkap jiwa, yang mekanis menuntut yang mistis."

Pernyataan Henri Bergson tentang manusia modern sebagai raksasa teknologi dengan jiwa yang lemah menggambarkan pandangan filosofisnya terhadap perubahan sosial dan budaya yang dihadapi masyarakat. Perubahan-perubahan dalam teknologi dan ukuran fisik manusia modern, seperti kemajuan dalam teknologi industri dan urbanisasi, telah menciptakan ketidakseimbangan antara kemampuan fisik manusia yang terus berkembang dan kemampuan spiritual atau kejiwaan yang kurang berkembang. Bagi Bergson, fenomena ini menimbulkan berbagai masalah, termasuk krisis moral dan religius.

Dalam konteks dunia sekarang yang penuh pergolakan seperti yang disebut Bergson, krisis moral dan religius itu kentara sekali. Terutama komunitas besar dan sempalan-sempalannya yang "beragama ngamuk" atau agama yang mereka tunggangi dengan ideologi lain yang sangat beringas. Hal ini membingungkan, meski dunia telah mengalami banyak perubahan, dan berbagai faktor telah mempengaruhi dinamika sosial, politik, dan budaya yang berbeda. Tapi "agama ngamuk" ini tak terdamaikan. Begitu juga dengan "demokrasi ngamuk", "demokrasi sakit hati" dst. Ini di luar dugaan Francis Fukuyama. Demokrasi semacam itu biasanya tumbang, dan memulai segala sesuatunya lagi dari Nol dst.

Bergson mengingatkan kita pada bahaya ketidakseimbangan antara kemajuan teknologi yang pesat dan perkembangan moral yang lebih lambat. Dalam dunia modern, kita melihat dampak teknologi yang besar, tetapi masalah etika, moralitas, dan nilai-nilai kemanusiaan seringkali tertinggal. Konflik di Ukraina dan Timur Tengah bisa menjadi contoh di mana pertimbangan moral dan religiusitas seringkali terabaikan dalam menghadapi masalah geopolitik dan kepentingan ekonomi.

Manusia modern sekarang boleh jadi merasa kehilangan dalam pencarian makna dalam hidupnya. Dalam situasi pergolakan global, banyak individu mungkin mencari pemahaman yang lebih mendalam tentang nilai-nilai, moralitas, dan spiritualitas dalam mencari solusi bagi berbagai konflik dan ketidakstabilan di dunia. Tapi sampai kapan pun pencarian itu, yang tergampang menjadi keputusan pada akhirnya adalah "scape goat" exit. Lihat : gegara Hamas tuh, gegara Israel tuh, gegara Jokowi tuh, gegara AS tuh, gegara Rusia tuh, gegara Xi Jin Ping tuh dst.

Terkait konflik antara aspek mekanis dan mistis dalam kehidupan manusia modern, dimana mekanis mengacu pada aspek-aspek teknologi dan kehidupan sehari-hari yang seringkali dikuasai oleh faktor-faktor material dan kebutuhan fisik. Sementara itu, yang mistis mengacu pada aspek spiritual dan batin manusia. Dalam situasi konflik seperti di Ukraina dan Timur Tengah, ada pertentangan antara solusi yang bersifat mekanis, seperti politik dan kekuatan militer, dengan solusi yang bersifat mistis, seperti penyelesaian damai dan upaya rekonsiliasi. Tapi bagaimana damai akan terwujud kalau demokrasi barat yang campurtangan disini adalah "demokrasi "ngamuk", begitu juga dengan Rusia. Di timur-tengah pun demikian. Bagaimana mungkin petarung dari kedua "beragama ngamuk" itu duduk di meja perundingan. Keyakinan mereka telah menjadi mitos damai yang meragukan.

Dalam konteks dunia yang penuh pergolakan, pemikiran Bergson mengingatkan kita untuk tidak hanya fokus pada kemajuan teknologi dan kepentingan materi, tetapi juga pentingnya merenungkan nilai-nilai, moralitas, dan makna dalam kehidupan manusia. Pemahaman ini dapat membantu masyarakat menemukan solusi yang lebih berkelanjutan dan damai untuk konflik global yang kompleks. But how? Apakah ada yang salah dalam kurikulum kependidikan dan keberagamaan atau bagaimana. Ini tak mudah.

Johann Wolfgang von Goethe dalam mahakaryanya, "Faust" mengatakan : "Kamu setara dengan roh yang dapat kamu pahami, bukan aku!" Ungkapan itu, yang diucapkan dengan nada menghina oleh roh Bumi yang dengannya Faust membandingkan dirinya sebagai rekannya, dapat dibaca dalam dua cara, yi sebagai alam yang merendahkan kehebatan manusia dan sebagai pesan Goethe tentang umat manusia yang menemukan pengetahuan tentang batas-batasnya.

Apakah di masa kini manusia sudah sampai pada batas yang dimaksud Goethe.

Hubungan antara manusia dan alam memang kompleks, tapi tidak dengan pengetahuan akan batas-batas manusia. Semua tahu bahwa manusia tak lebih dari setitik debu di alam semesta tak berbatas ini. Baru dua upil di Bulan dan seupil di Mars, terlihat betapa kecilnya kita di Galaxy ini.

Dalam ungkapan "Kamu setara dengan roh yang dapat kamu pahami, bukan aku!" dapat diartikan sebagai pengakuan atas keterbatasan manusia dalam memahami dan mengendalikan alam atau dunia fisik. Manusia memiliki keterbatasan pengetahuan dan kendali atas alam, dan terkadang alam dapat menjadi kekuatan yang jauh lebih besar dan tak terduga daripada yang dapat dimengerti oleh manusia. Disini Goethe ingin menyampaikan pesan tentang rasa hormat kepada alam dan pengetahuan akan batasan manusia dalam menghadapi kekuatan alam.

Ungkapan tsb adalah pesan tentang pengetahuan manusia. Manusia mungkin telah mencapai pencapaian luarbiasa dalam pemahaman ilmiah dan teknologi, tetapi masih ada banyak hal yang tidak dapat dimengerti atau dijelaskan sepenuhnya oleh pengetahuan manusia. Ini mengingatkan kita untuk merendahkan diri dalam menghadapi kompleksitas alam dan mengakui bahwa masih ada banyak misteri yang belum terpecahkan.

Dalam "Faust," Goethe sering mengeksplorasi tema-tema yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan alam, termasuk ambisi manusia untuk mengendalikan alam dan mengatasi batas-batasnya. Goethe mengingatkan tentang bahaya ambisi manusia yang tidak terkendali dan penghancuran alam.

Manusia telah mencapai kemajuan luarbiasa dalam berbagai bidang, termasuk ilmu pengetahuan, teknologi, dan eksplorasi alam. Namun, tantangan lingkungan dan sumberdaya alam yang semakin terbatas, bersama dengan pertanyaan etis tentang penggunaan teknologi dan kekuatan manusia, menunjukkan bahwa kita sampai sejauh ini belum sepenuhnya memahami batas-batas kita.

Tapi bagaimanapun degilnya anak manusia, pesan Goethe tentang keterbatasan manusia dan hubungannya dengan alam tetap relevan dan merupakan pertimbangan penting dalam memandang peran manusia dalam dunia modern.

Meskipun pandangan Henri Bergson dan Johann Wolfgang von Goethe adalah dua perspektif filosofis yang berbeda, ada beberapa titik konvergensi dalam pandangan mereka tentang eksistensi dan perdamaian dalam konteks dunia sekarang

Persamaan

Keduanya mengakui keterbatasan manusia dalam memahami aspek-aspek tertentu dalam kehidupan, termasuk hubungan manusia dengan alam, makna hidup, dan kompleksitas alam semesta. Bergson menekankan bahwa manusia memiliki keterbatasan dalam memahami alam, sementara Goethe mencatat manusia hanya setara dengan roh yang dapat dimengerti.

Baik Bergson maupun Goethe menyoroti pentingnya menjaga keseimbangan dalam hubungan manusia dengan alam. Bergson mengingatkan bahwa ketidakseimbangan antara teknologi dan moral dapat menyebabkan krisis, sementara Goethe menekankan bahaya ambisi manusia yang tidak terkendali dalam menghadapi alam.

Perbedaan

Bergson adalah seorang filsuf Perancis yang terkenal karena pemikirannya dalam bidang filsafat. Pandangan dan penelitiannya sangat fokus pada isu-isu seperti waktu, kesadaran, dan vitalisme. Sementara, Goethe adalah seorang penyair dan penulis Jerman yang dikenal karena karyanya dalam sastera dan seni. Kendati ada unsur-unsur filsafat dalam karya-karyanya, fokus utamanya adalah pada aspek-aspek kreatif dan seni.

Bergson cenderung menyajikan pemikirannya melalui esai dan tulisan filosofis yang cenderung abstrak dan kompleks. Goethe, di sisi lain, sering menyajikan gagasan-gagasannya melalui puisi, drama, dan karya sastera lainnya. Gaya ekspresi yang berbeda ini memberikan nuansa yang berbeda dalam penyampaian pesan mereka.

Dalam konteks perdamaian dunia sekarang, kedua pandangan tersebut dapat memberikan pandangan yang bermanfaat.

Bergson menyoroti pentingnya mencapai keseimbangan antara kemajuan teknologi dan moralitas untuk mencegah krisis dan konflik.

Goethe mengingatkan manusia untuk merendahkan diri dalam menghadapi kompleksitas alam dan mengakui keterbatasan pengetahuan manusia.

Dalam mencari perdamaian dan harmoni dalam dunia yang penuh dengan konflik dan pergolakan, pengakuan atas keterbatasan manusia, apresiasi terhadap keindahan dan kompleksitas alam, serta penekanan pada nilai moral dan etika bagaimanapun harus tetap berkelanjutan, karena itulah senjata terakhir yang dapat membimbing kita dalam upaya untuk mencapai perdamaian dan keseimbangan ekologis di planet biru ini.

Joyogrand, Malang, Sat', Oct' 28, 2023.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun